Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.33
Nada terbangun dari mimpi yang tidak menyenangkan. Mimpi tentang Evelin yang pergi meninggalkannya.
"Astaga, semoga hanya mimpi." Gumam Nada.
Setelah hari pengakuannya, dia memang belum bertemu kembali dengan Evelin maupun Bagas.
Nada melirik jam di ponselnya, menunjukan pukul dua dini hari. Nada tidak bisa tidur kembali dan mungkin akan memikirkan tentang mimpi dan perasaan yang dia alami.
Dia memutuskan untuk keluar dari kamar dan duduk sejenak di taman, walau takut hatinya sedang gundah dan ingin cepat pagi.
"Nada, mau kemana?" tanya Embun, setiap pagi Embun selalu bangun membuat nasi. Agar pagi-pagi tidak terlalu repot.
"Embun, mau ketaman. Kamu habis, ngapain?" tanya Nada.
"Abis dari dapur, ayo kita ke taman." Ajak Embun.
Nada dan Embun duduk di taman, menikmati suasana malam yang tenang. Nada membuka diri tentang mimpinya dan perasaannya terhadap Evelin, menunjukkan bahwa dia masih memikirkan tentang ibunya Kara dan merasa bersalah.
Embun mendengarkan dengan sabar dan penuh perhatian, memberikan kesempatan bagi Nada untuk mengungkapkan perasaannya.
"Aku merasa bersalah, Embun. Aku takut terjadi sesuatu pada Mamanya Kara," kata Nada, sambil menatap ke arah lain.
"Jangan terlalu memikirkan hal itu, Nada. berpikirlah positif," jawab Embun, sambil meletakkan tangan di bahu Nada.
"Tapi aku masih ingin memastikan bahwa Mama Kara baik-baik saja. Aku merasa khawatir," kata Nada, sambil memandang Embun.
"Jika kamu ingin bertemu dengan Evelin, aku akan mendukungmu. Tapi pastikan kamu siap untuk apa pun yang akan terjadi," kata Embun, sambil tersenyum lembut.
"Baiklah." Jawab Nada tersenyum, dia akan menerima jika nanti Evelin menolak bertemu.
Lalu Nada bertanya tentang lamaran Samudra untuknya, Nada hanya berharap Embun menerima Samudra karena dia lelaki yang baik.
"Aku akan pikirkan nanti." Embun tersipu malu, membuat Nada tersenyum dan menggodanya.
Mana mungkin Embun menolak lelaki seperti Samudra, Julia sendiri yang memintanya untuk jadi istri dari anaknya.
****
Keesokan harinya.
Evelin menatap rumah tersebut untuk terakhir kalinya, dia juga sudah memasang iklan rumah di jual.
Sekar mendekatinya dan memanggil, "Evelin."
Evelin membalikkan badan dan memeluk Sekar, "Terima kasih, Mbak."
Sekar membalas pelukan Evelin dengan erat, "Apa harus? Kamu tidak bisa berubah pikiran?"
Evelin menggelengkan kepala, "Iyaa, aku gak bisa lagi disini. Kenangan buruk lebih menguasai rumah ini."
Sekar mengangguk paham, "Baiklah, Mbak gak bisa memaksa. Jaga diri baik-baik di tempat baru."
Evelin mengangguk, lalu berpaling ke Jayden yang menatapnya dari kejauhan. Jayden masih terlihat diam, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Evelin dan Sekar selesai memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Saat akan menutup bagasi, Evelin melihat mobil berhenti tak jauh dari rumah Sekar.
"Mas Bagas," gumam Evelin.
Bagas turun dari mobil dan mendekati Evelin.
"Kamu yakin akan pergi, Eve?" tanya Bagas.
Evelin menatap Bagas dengan tegas.
"Iyaa, itu sudah menjadi keputusanku."
Bagas memandang Evelin dengan khawatir.
"Bagaimana jika Kara kembali?"
Evelin menggelengkan kepala.
"Dia tidak akan kembali, Mas. Tubuh itu sudah ditempati orang lain, sementara anakku? Aku gak tau dia dimana, tubuhnya ada tapi jiwanya tidak ada."
Evelin menatap Bagas dengan mata yang berkaca-kaca.
"Pergilah, kita sudah selesai Mas. Jangan pernah cari aku atau temui aku, karena aku harus menjaga hati perempuan lain."
Bagas memanggil nama Evelin, tapi Sekar mencegatnya.
"Sudah Bagas, dengarkan dia. Biarkan Evelin sendiri dan menyembuhkan lukanya."
Saat Evelin akan menyalakan mesin mobil, dia melihat mobil lain berhenti di dekatnya. Seorang anak kecil turun dari mobil tersebut, dengan dress berwarna biru langit dan rambut yang tergerai indah dengan bandana di kepalanya. Evelin terkejut dan memanggil.
"Kara." Lirih Evelin.
Evelin menggelengkan kepala, menyadari bahwa anak kecil yang mirip Kara bukanlah putrinya. Sementara itu, Nada turun dari mobil dan terkejut melihat semua orang berkumpul.
Tatapannya bertemu dengan Jayden, dan dia melihat kerinduan dan kesedihan di mata Jayden.
"Jayden," gumam Nada.
Sekar memperhatikan Nada dan bertanya, "Kamu... Nada?"
Nada mengangguk. "Iyaa, Tante. Tante udah tau?"
Sekar menjawab, "Iya, Tante sudah tahu dari ibumu."
Nada melirik ke arah rumah yang sudah rapi dengan banner "Rumah Di Jual".
"Kenapa rumah ini di jual?" tanya Nada.
Evelin keluar dari mobil dan menjawab.
"Terlalu banyak kesedihan di dalamnya."
Nada berbalik dan bertanya dengan suara lirih, "Tapi, kenapa Mama menjualnya? Lalu, Mama akan tinggal di mana?"
Evelin menatap Nada dengan mata yang keras.
"Jangan panggil aku Mama. Nada, aku bukan ibumu. Walau kamu ada di dalam tubuh anakku, kamu tidak berhak memanggilku Mama!" Kata-katanya menusuk hati Nada.
Mata Nada sudah berkaca-kaca, dan Bagas yang melihat itu pun mulai bereaksi. Dia memegang bahu Nada dan mengguncangnya.
"Kara, ayo kembali, nak. Jangan begini, jangan tinggalkan Papa dan Mama," pekik Bagas dengan suara yang penuh emosi.
Evelin dan Jayden terkejut melihat reaksi Bagas.
"Mas, apa yang kamu lakukan?" pekik Evelin, melihat Bagas mengguncang tubuh Nada.
Sekar segera menghampiri Bagas dan mencoba menenangkan dia.
"Bagas, lepaskan kasihan dia," sahut Sekar.
Namun, Bagas tidak mau melepaskan Nada.
"Tidak sebelum anakku kembali. Kara, kembali! Kamu ingin keluarga yang utuh, bukan? Papa akan memberikannya, asal kamu kembali," teriak Bagas dengan suara yang keras.
Jayden segera menghampiri Bagas dan mencoba menariknya menjauh dari Nada.
"Om Bagas, hentikan!" teriak Jayden.
Tapi Bagas menghalangi Jayden dan terus memohon kepada Nada.
"Kara, kembali! Aku mohon, hidupmu masih panjang," isak Nada, dia berlutut di hadapan Bagas yang menangis. Evelin juga tidak bisa menahan air matanya dan menangis di sampingnya.
Sementara itu, mobil Samudra tiba di tempat kejadian. Embun memberitahu Samudra bahwa Nada pergi ke rumah Evelin dengan supir. Samudra merasa ada yang tidak beres dan ingin menyusul Nada.
Nada berbicara dengan suara lirih, "Kara, aku sudah mati. Kara, kasihan orang tuamu. Aku gak punya siapa-siapa lagi, Kara. Kembali, aku mohon." Dia mengepalkan tangannya dan memukul tanah.
"Kara, aku mohon. Aku sudah selesai."
Samudra segera menghampiri Nada dan mencegahnya, "Nada, jangan! Jangan pergi, Nada. Aku mohon. Kamu masih punya aku, Nada."
Tapi Bagas langsung menghampiri Samudra dan berteriak, "Jangan dekati tubuh anakku!"
Samudra membalas teriak Bagas, "Dia sepupuku!" Embun mencoba menenangkan Samudra.
Sementara itu, Jayden menatap tubuh Kara yang mulai melemah dan menangkapnya.
"Kara, bangun Kara. Jangan tinggalkan Abang," bisik Jayden, dia mendekap erat tubuh yang sudah berisi.
Jayden teringat saat tubuh Kara sangat kurus dan membuatnya iba. "Kara," isak Jayden.
Evelin dan Sekar hanya melihat, sementara Samudra dan Bagas masih berdebat ingin mempertahankan masing-masing orang yang mereka cintai.
Tiba-tiba, tubuh Kara yang lemah berbicara dengan suara lirih, "Abang." Suara itu membuat Jayden yakin bahwa Karanya telah kembali.
Bersambung ...
Maaf typo
Jangan lupa komen guysss, yang belum kasih bintang lima jangan lupa kasih yaa 🙏
Bacanya jangan di skip yaa semua makasih