Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29
"Kamu menyembunyikan apa, sayang?"
"Gak ada, Kang." Kilah Mirna. "Akang sudah rapi." Imbuhnya yang melihat suaminya sudah rapi dengan setelan kemeja celana kain, tak lupa map tempat berkasnya, siap untuk mencari kerja.
"Gimana? Penampilan Akang, bagus gak?" Purnomo sekali lagi meminta pendapat istrinya, sembari memutar badannya. Mirna sendiri semakin terpesona dengan ketampanan suaminya, barang bagus yang tak boleh disia-siakan, harusnya.
"Assalamualaikum!" Suara yang tak asing di telinga mereka berdua, terdengar. Istri pertama Purnomo, yang tak lain Sarah, datang sepagi ini. Dapat mereka lihat, Sarah menenteng rantang di tangannya.
"Tuh, istri tua datang! Sana Kang, sambut lah dia." Ucap Mirna ketus sembari menyerahkan kopi yang sejak tadi dia bawa.
Purnomo tak menjawab, dia menerima kopi dari Mirna dan segera meminumnya sekali teguk. Ada rasa jijik pada Mirna, saat Purnomo menikmati kopi buatannya.
"Istri pertama mu sudah datang, Kang." Mirna mengulang ucapannya.
"Ck, ngapain juga dia kesini?" Decak Purnomo.
Sarah masuk sendiri, walau tidak ada orang yang mempersilahkan dia masuk. Sedangkan dari arah dapur, Bu Ayu tergopoh-gopoh keluar untuk menyambut menantunya.
"Mantu ibu sudah datang." Bu Ayu tersenyum lebar saat melihat Sarah sudah ada di ruang tengah.
"Aku tadi buat bubur untuk Kang Purnomo sarapan, Bu." Sarah menunjukkan rantang yang dia bawa.
"Aduh, Neng. Ibu kan juga masak, kamu kok repot-repot."
"Aku pengen suamiku mencoba masakan ku, Bu."
"Wah, ternyata mantu ibu selain cantik, baik, pintar masak juga." Bu Ayu sengaja meninggikan suaranya, dia ingin membanggakan Sarah di hadapan Purnomo dan Mirna.
"Ayo ke dapur, Ibu juga lagi siapin sarapan. Purnomo!" Teriaknya memanggil anaknya.
"Apa sih, Bu teriak-teriak. Aku kan sejak tadi ada disini bersama Mirna." Jawab Purnomo datar.
Sarah hendak menghampiri Purnomo yang berada tak begitu jauh darinya, tapi hatinya terasa sakit kala melihat tangan suaminya, merangkul pinggang mantan sahabatnya.
Sarah mengurungkan niatnya, dia beralih pada penampilan Purnomo yang sudah rapi pagi begini.
"Akang sudah rapi, mau kemana?" Tanya Sarah.
"Ngapain pagi-pagi kesini?" Bukannya menjawab, Purnomo justru balik bertanya pada Sarah.
"Bawain sarapan buat akang, tuh Ibu bawa ke dapur, dipindahin ke piring." Jawab Sarah.
"Akang mau kemana? Pagi begini sudah rapi."
"Aku mau melamar pekerjaan." Jawab Purnomo datar.
"Ngelamar pekerjaan? Kan tinggal bilang saja sama Bapak Tejo atau pada Bapak ku, kang. Mereka pasti akan mencarikan pekerjaan untuk mu."
"Jangan samakan aku dengan kamu Sarah, yang segalanya bisa kamu minta dan dapatkan dengan mudah. Aku ingin menjadi orang yang mandiri, memulai usaha ku dari nol, menduduki tempat yang sesuai dengan kemampuan ku."
"Maksud akang apa? Aku hanya berpikiran kalau akang ini orang cerdas, pasti mampu mengerjakan pekerjaan apapun."
"Ah, sudahlah. Tidak ada habisnya berdebat dengan orang macam kamu." Purnomo membuang muka malas.
"Lebih baik kita sarapan, sayang. Nanti kamu terlambat lagi nyari kerjanya." Ucap Mirna. Istri kedua Purnomo ini sengaja memanggil Purnomo dengan kata sayang dihadapan Sarah, memancing amarah dan rasa sakit hati.
"Aku gak perlu sarapan, sayang. Aku langsung berangkat saja, semakin cepat mencari rezeki, semakin banyak pula rezeki yang datang menghampiri." Ujar Purnomo kemudian mengecup kening Mirna.
"Maksud akang, gak perlu sarapan itu apa? Tunggu dulu kang, biar aku ambilkan bubur yang sudah kubuat khusus untuk mu." Ucap Sarah.
"Gak usah, Sarah. Aku sudah cukup minum kopi buatan Mirna."
"Kopi kok dijadikan sarapan, lagian sejak kapan kamu suka kopi, biasanya juga air hangat atau kalau gak teh anget." Bu Ayu keluar membawa sepiring bubur buatan Sarah.
"Selama aku kuliah, aku sudah biasa minum kopi pagi. Jadi ibu gak usah khawatir. Dan sepertinya teh gak bagus untuk kesehatan, kalau hari-hari dikonsumsi." Ucap Purnomo.
"Aku pamit dulu, titip Mirna ya, Bu."
"Lalu, aku bagaimana kang?" Tanya Sarah.
"Kenapa aku selalu kau abaikan, aku juga istrimu." Imbuhnya.
Purnomo ingat dengan rencananya semalam.
"Aku akan bicara pada Juragan Bandi, aku akan mengembalikan mu padanya."
"Apa?" Seru Bu Ayu dan Sarah bersamaan.