They Are Not Your Baby

Usai menerima sebuah telfon, raut wajah Asyifa Hartati tidak baik-baik saja. Tidak lama kemudian isak tangisnya pecah karena sudah tidak mampu menampung air mata yang menganak dikelopak matanya.

Fira dan Tina sudah berusaha melemparinya banyak pertanyaan, tapi wanita itu masih saja bungkam. Isak tangis Syifa terdengar sampai pada sikembar, dengan cepat mereka menutup laptop ibunya. Langkah keduanya beriringan mendatangi ibu dan dua teman ibunya.

"Bubu, kenapa Tante Sisi nangis?" panggil Vina sembari bertanya.

Dia mendekati mereka begitu juga Abang kembarnya. Bocah lelaki yang acuh tak acuh itu hanya mengikuti adiknya tanpa sepatah katapun.

Fira juga bingung harus menjawab apa, dia saja tidak tahu ada apa dengan Syifa yang tiba-tiba saja menangis begitu usai bicara ditelfon tadi. Dia juga sudah berusaha mencari tahu, dengan memberinya banyak sekali pertanyaan. Akan tapi Syifa masih tetap saja bungkam.

"Aku diputusin" ucapnya disela tangisnya.

Pletuk..

Tangan Fira yang sudah gatal ingin memukulnya, menyentil dahi wanita itu. Dia sudah dibuat panik olehnya, tapi ternyata hanya karena hal itu. "Hanya karena itu kamu menangis! Ck, bikin kesal aja" ucapnya menjauhi Syifa.

"His! Kupikir ada apa tadi!" celetuk Tina ikut menjauhi Syifa.

Wanita itu menyeka air matanya setelah puas meluapkan emosinya. "Ini tuh pacaraku yang paling tega. Hubungan kita lagi baik-baik saja, dia malah ajak putus..." ucapnya menatap kedua wanita itu secara bergantian.

"Ck ck, Tante Sisi benar-benar bikin kita panik , kirain ada apa? Ternyata cuma gara-gara putus cinta.." sergah Vina yang berdecak kesal. Tadinya Vina dan Vino sedang fokus membaca profil Ghama, isak tangis Syifa malah membuat mereka tidak selesai membacanya, padahal sudah hampir en-ding.

"Bang Vino ayo sambung baca lagi.. Sudah hampir selesai loh tadi" bisik Vina pada Abang kembarnya. Bocah ganteng itu mangguk menuruti permintaan adiknya.

Melihat tingkah aneh kedua anaknya, Fira mulai merasakan sesuatu yang tidak biasa, "Apa yang kalian lakukan didalam kamar ibu?" tanya dia penuh selidik. Hal yang berada didalam kepala Fira hanyalah barang masa kecilnya yang diberikan Bu Andin, dia takut jika sikembar membuka kotak tersebut.

"Cuma buka laptop ibu" sahut Vino. Dia tidak ingin mendengarkan pertikaian ibu dan adiknya jika seandainya Vina yang menyangkal perkataan sang ibu.

"Yasudah pergilah!" titahnya.

Sikembar tidak serupa itu pergi. Fira kembali menatap pada Syifa, wanita yang membuatnya kesal tadi. "Jadi sekarang kamu baik-baik saja...?" tanya dia dengan ragu.

"Hem, begitulah.." sahut Syifa yang sudah menyeka seluruh air matanya. Syifa sempat berfikir jika pacarnya yang sudah bertahan selama 1 tahun ini akan berbeda, ternyata sama saja.

"Kak Sisi, ini sudah pacar keberapa yang putus denganmu?" tanya Tina penasaran.

Fira juga seakan menantikan jawaban yang diberi Syifa pada mereka. Tidak hanya satu kali ini, wanita berparas tidak kalah cantik dari Fira itu sudah sering kali dan bahkan terbiasa putus dari pacarnya. Padahal jalinan kasih yang dia bina sungguh lama bahkan ada yang 2 tahunan, tapi ada juga yang cuma 2jam.

"Dia pacarku yang ke-8, sumpah ya abis ini Aku gak akan pacaran.. Apa itu pacar? Ck, bikin kesel aja" celotehnya.

"Kamu juga Fira, dipikir-pikir lagi soal Ghama. Diteliti dengan cermat, siapa tahu dia cuman main-main sama kamu... Shit! gara-gara tuh cowok aku jadi gak mood" sambungnya menasehati Fira.

"Ya ya baiklah.." Fira mem-pasrahkan dirinya.

Syifa dan Tina berpamitan padanya. Mereka sudah terlalu lama berada di rumah Fira. Pekerjaan mereka sedang menanti, belum lagi proyek film yang akan segera di lakukan benar-benar menguras banyak tenaga. Sebelum pergi mereka sempat meminta Fira untuk bekerja karena bonus di proyek film ini sangat besar. Tentu saja menggiurkan bagi Fira, dia tidak menolak tapi bukan berarti akan pergi kerja detik itu juga.

...-...

"Bunga mana yang paling harum?" tanya Ghama, lelaki itu sedang berada di toko bunga. Seusai berpamitan dengan keluarganya, Ghama singgah di sebuah toko bunga. Dia berniat membeli bunga untuk Fira, tapi Ghama sungguh tidak ahli dalam memilih bunga. Meskipun Ghama terkenal sebagai lelaki playboy tapi nyatanya tidak, Ghama sama sekali tidak pernah mengakui mereka.

Alasan setiap satu bulan sekali Ghama selalu berganti pasangan adalah karena mama nya. Istri Abra itu memberinya banyak sekali gadis-gadis muda dan cantik untuk menarik perhatian Ghama. Tetapi Ghama tidak pernah tertarik pada mereka, agar sang mama tidak terus-menerus mencarikannya gadis lain. Dia memilih gadis random lalu memacari nya, itu pun hanya bertahan selama satu bulan. Jangankan dinner berdua, mereka yang pernah dekat dengannya saja ingin bertemu Ghama sangat sulit.

"Anda membelikan untuk siapa tuan? Apa dia spesial? Atau anda memiliki alasan khusus?" tanya Si pemilik toko. Ghama menolak dilayani oleh pramuniaga toko itu, dia ingin pemilik toko itu sendiri yang memilihkan bunga untuknya.

"Dia orang spesial dan juga sangat penting bagiku. Apa itu alasan yang cukup?" sahutnya. Pemilik toko bunga itu mengangguk paham, dari raut wajah Ghama sudah terlihat jika orang tersebut sangat spesial baginya.

Bagi Ghama hanya ada dua orang wanita, selain ibunya yang berhasil menarik perhatiannya. Yang pertama adalah Eva, teman dimasa kecilnya. Lalu Fira, gadis yang menghabiskan malam pertama dengannya padahal tanpa adanya ikatan. Malam itu murni hanya kesalahan semata, tapi entah juga mungkin itu anugerah. Ghama tidak bisa berpaling apalagi membiarkan Fira menjadi Eva kedua yang akan meninggalkannya. Dia ingin mendekap Fira dipelukannya dengan status yang sah.

Bunga sudah selesai ia pilih, Ghama memasuki mobilnya. Dia berniat melamar Fira dengan benar kali ini, cincin berlian juga sudah ia beli. Sungguh niatnya kali ini benaran untuk melamar wanita itu.

Tiba di tempat tujuan, mobilnya sudah dia parkir sempurna. Ghama membenarkan jas dan juga rambutnya dikaca spion lalu berjalan menuju lift, dengan setangkai bunga mawar dan sebuah cincin lelaki itu berjalan dengan gagah dan penuh keyakinan.

Ting!

Lift yang dinaiki Ghama sudah dilantai tiga. Langkah jenjangnya mendekati pintu rumah Fira. Tangan Ghama menyentuh bel rumah. Begitu pintu rumah Fira terbuka Ghama langsung berlutut dan menutup matanya.

"Fira kumohon menikahlah denganku" ucapnya dengan gugub.

"Wow.. Om Ghama mau lamar bubu, Sosweet... Tapi telat, bubu baru aja pergi kerja. Katanya pingin kumpulin uang buat bayar utang" ucapnya yang tadi bahagia tapi kini manyun. Perubahan raut wajah Vina menarik perhatian Ghama.

"Ada apa? Kenapa wajah cantik Nana jadi manyun begini, hah..?" tanya dia dengan mencubit kedua pipi gembul Vina.

"Bubu cari uang pasti buat Nana sama bang Vino. Nana jadi kasihan sama bubu seandainya Nana punya Yayah pasti bubu gak harus kerja, gak harus terus dihina..." sendunya.

Ghama memeluknya, "Seandainya aku menemukan kalian lebih cepat..." batinnya.

"Maksud Nana dihina itu apa ya, bukannya bubu kerja sama teman-teman karibnya.." bingungnya, setahu Ghama Fira bekerja dengan sahabat dekat dan adik kelasnya. Tidak mungkin mereka menghina Fira, terlebih Syifa sangat peduli pada sikembar.

"Bukan Tante Sisi sama Tante Tina, tapi om-om dikantor bubu, terus tante-tante di kantor bubu juga ngatain Nana anak haram. Nana jadi sedih, kita harus pindah-pindah rumah karena bubu sering dihina tetangga.." Vina menceritakan kejadian kelam yang tidak diketahui Ghama.

Menilik dari kehidupan Fira, tidak ada hal seperti yang diceritakan Vina. Ternyata bukan karena lingkungannya yang sangat menerima ibu dua anak tanpa ayah, tapi Fira lah yang memaksa bertahan.

.......

...[33]...