Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Seminggu berlalu. Kini Adinda sudah mulai beraktifitas seperti biasa, dia sudah mulai masuk kampus, namun teman temannya tetap bawel untuk mengingatkan dia ini dan itu, membuat Adinda jengah dengan ketiga teman temannya.
"Din, tas sama bukunya biar aku aja yang bawa." ujar Lusi.
"Iya. sekarang bawa bekal dulu, makanan di luar ngak bagus untuk kamu, nanti aku yang bawain." sahut Sita.
"Pakai jaket Din, cuaca lagi mendung, nanti masuk angin." ujar Rini memberikan jaket jins ke tangan Adinda.
"Astaga, kalian ini kenapa sih, aku kaya orang yang sakit keras tau ngak." cibik Adinda kesal.
Bu Ayu cuma bisa terkekeh melihat keempat gadis itu, dia sangat senang melihat empat gadis itu yang selalu akur, dan di juga bersyukur bisa bekerja di rumah itu, dia tidak menyangka majikannya itu masih muda, dan sangat menghormati orang tua, padahal dia hanya seorang pembantu, namun di hormati oleh ke empat gadis itu, dia juga bekerja di sana tidak terlalu berat, karena ke empat gadis itu selalu membantu dia untuk beberes rumah, tak jarang juga dia membawa pulang makanan dari rumah itu, anak anak bu Ayu sangat senang mendapat makanan dari rumah Adinda itu, mereka selalu berharap sang ibu atau ayahnya membawa makanan pulang.
"Sudah neng, nurut aja, teman teman neng kan, kwatir sama neng, nikmati aja." kekeh Bu Ayu.
"Berlebihan bu, aku sudah sehat, tapi mereka selalu aja memperlakukan aku kaya orang sakit keras." rajuk Ayu.
"Itu tandanya mereka sayang sama neng." sahut bu Ayu.
"Tu denger kata ibu." ledek Lusi.
"Iya ya, puas kalian." sungut Adinda.
"SANGAT PUAS!!" sahut ke tiga temannya, Adinda hanya memutar mata males.
"Ayo sarapan, ibu tadi bikin nasi goreng seafood kesukaan neng." sahut Bu Ayu.
"Baik bu, makasih." jawab mereka serempak.
"Ibu sama bapak, sarapan juga di sini." ajak Adinda, yang tidak membeda bedakan pekerjanya.
"Ibu nanti aja, bapak tadi minum kopi, nyambi makan pisang goreng." ujar bu Ayu.
Adinda mengangguk tanda mengerti.
"Bu, nanti yang di dalam paper back itu ya bu." ujar Adinda menunjuk satu kantong besar di meja dapur.
"Banyak amat non." kaget bu Ayu.
"Ngak pa apa bu, buat adik adik." sahut Adinda, melanjutkan sarapannya.
"Makasih ya non." ucap bu Ayu berkaca kaca, dia terharu dengan kebaikan Adinda itu, setiap belanja bulanan, pasti dia akan membelikan kebutuhan bulanan untuk di rumahnya, kemaren Adinda memang pergi belanja bulanan, bersama ke tiga teman temannya.
"Sama sama ibu, biar betah kerjanya di sini, makanya di sogok" kekeh Adinda.
"Ck, tanpa di sogok ibu sudah betah kok kerja sama non, non orangnya ngak sombong baik hati, ngak semena mena sama pembantu, saya sudah berapa kali ganti majikan, cuma sama non, saya di anggap manusia." ujar Bu Ayu berkaca kaca.
"Udah, ngak boleh sedih sedih lagi, yang lalu biarlah berlalu." sahut Adinda menepuk pelan tangan bu Ayu yang berada di sampingnya, bu Ayu hanya mengangguk kan kepalanya.
"Kami berangkat dulu ya bu, nanti kalau pulang, jangan lupa periksa semua pinta dan jendela ya bu." titah Adinda.
"Iya non. Non semua juga hati hati." sahut bu Ayu.
"Iya bu, Assalamualaikum..." jawab mereka serempak.
"Wa'alaikum salam." sahut Bu Ayu.
"Kenapa bu, kok nangis gitu, di marahin non Dinda ya." cemas sang suami.
"Ck si bapak, ngadi ngadi, mana pernah neng Dinda marah marah." oceh sang istri.
"Iya sih. Trus kenapa ibu nangis?" tanya suaminya Bu Ayu.
"Bapak lihat aja sendiri di dalam." ujar Bu Ayu, meminggirkan tubuhnya, agar sang suami bisa masuk rumah.
"Astaga, banyak banget!" pekik pak Amir.
"Makanya itu ibu nangis pak, non Adinda itu kelewat baik, ini kebutuhan sebulan kita sudah di tanggung sama dia, gaji kita juga gede kerja di sini, belum kadang kadang suka bawa makanan dari sini, non Dinda itu orangnya kelewat baik ya pak." sendu bu Ayu.
"Iya bu, makanya kita bersyukur punya majikan kaya gini bu, kita kerja jangan sampai ngecewain neng Dinda bu, dia sudah baik banget sama kita, gara gara kerja sama dia, kita bisa nyicil utang kita sama rentenir, tinggal tiga bulan lagi kita terbebas dari lilitan hutang bu, dulu kita kerja sama orang ke lilit utang, buat makan aja ngak cukup, apa lagi buat biaya sekolah anak anak, padahal ibu juga ikut kerja, di sini kita kerja, malah bisa ngelunasin utang utang kita, anak anak kita bisa makan enak enak berkat neng Adinda." ujar pak Amir melihat isi paper back.
"Iya pak, pak gimana klau bulan ini kita lunasin aja hutang sama rentenir itu, biar lega kita pak." sahut Bu Ayu.
"Duit dari mana bu, klau di gabung sama gaji ibu emang sih bisa ngelunasin hutang hutang kita, cuma untuk jajan sebulan ke depan gimana bu, anak anak butuh jajan dan ongkos " ujar pak Amir. .
"Ibu punya tabungan pak, kita bongkar aja, ngak pa apa kita merih sebulan ini pak, yang penting kita ngak di kejar kejar rentenir lagi, lega kita pak, lagi untuk makan sebulan kedepan, sudah ada ini pak, sama yang di rumah beras juga masih ada, kedepannya kita bisa manjain anak anak dan nabung untuk beli rumah." ujar bu Ayu.
"Aamiin... Baiklah, bapak ngikut apa yang terbaik aja bu, biar cepat juga kita lepas dari rentenir itu, ngak lagi lagi bapak pinjam uang sama rentenir atau pinjem, kapok bu." ujar pak Amir.
"Iya pak, ibu juga kapok." ujar Bu Ayu.
"Ya sudah, cepatan beberes, bapak juga mau lanjut ngerapiin taman belakang, sudah panjang rumputnya." ujar pak Amir, dia merangakap dari satpam dan bersih bersih taman, walau ngak di minta Adinda, cuma dia kasihan sama sang istri, memang hobi juga bercocok tanam, karena ada lahan, dan boleh di manfaatin sama majikannya, ya sudah dia lansung bereksperimen di kebun Adinda itu.
Adinda tidak pernah marah, justru dia suka dengan apa yang di kerjakan oleh para pekerjanya, apa lagi yang di buat itu sangat bermanfaat, ada buah buahan, sayuran dan percabean yang di taman belakang itu, taman depan penuh dengan bunga walau tidak terlalu besar, namun terlihat asri, apa lagi sudah di utak atik sedemikian rupa sama pak Amir.
Bersambung.....