Aura Karina mendadak janda di malam pertama pernikahannya. Suami yang baru menikahinya beberapa jam yang lalu, memutuskan untuk menceraikan dirinya tepat di malam itu juga.
"Aku itu janda!" Tegas Aura akan status yang disandangnya saat ini.
"Iya, kamu memang janda. Janda menggemaskan." Ucap seorang pria dengan senyum melebar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Tidak Peduli Status
Bara menatap Robi yang sedang makan. Mereka berada di sebuah kafe.
Robi menyadari tatapan mata itu. "Penerbangannya yang ada besok pagi."
"Kenapa tidak malam ini?" Bara menekankan pertanyaannya. Pekerjaan mereka telah selesai dari sore. Seharusnya bisa langsung pulang.
"Yang ada besok pagi. Besok pagi loh, Bar! Kenapa kau ingin cepat pulang?" tanya Robi menatap tajam. Ia membalas tatapan pria itu.
"Aku ingin pulang saja!"
"Besokkan juga sudah pulang! Memang siapa yang mau kau temui? kekasihmu? Memang kau punya?" tanya Robi dengan nada setengah mengejek. Bara heboh mau segera pulang untuk apa.
Bara diam tidak menjawab. Ia belum mau mengatakan jika ia juga punya kekasih. Tapi, entahlah sekarang. Apa Aura masih kekasihnya atau wanita itu sudah berpindah ke lain hati?
"Aku ingin segera istirahat!" jawab Bara lalu berlalu pergi.
Esok paginya,
Ting... Tong...
Ting... Tong...
Robi menutup telinganya, suara bel pintu mengganggu tidurnya. Ia melihat jam dari ponselnya, masih pukul 6 pagi. Siapa yang datang?
Ting... Tong...
Tok... Tok... Tok...
Bukan hanya menekan bel tapi juga mengetok pintu cukup kuat. Sepertinya orang yang datang sangat tidak sabar.
Robi pun membuka pintu kamarnya.
"Bi, kenapa kau belum siap?" tanya Bara melihat pria itu masih berwajah bantal. Robi bisanya baru bangun. Sementara ia sudah bersiap untuk pulang.
Robi terpelongo melihat Bara masuk membawa kopernya.
"Kenapa kau sudah bersiap? pesawatnya terbang jam 10, ini masih jam 6!" Robi tidak mengerti. Bara begitu ingin cepat pulang.
Tadi malam Bara marah-marah karena tidak langsung pulang. Dan sekarang pagi-pagi sudah bersiap pulang.
"Cepat kau bereskan barangmu, Bi! Jangan malah melamun! awas saja kalau kita sampai ketinggalan pesawat!" ancam Bara mendudukkan diri di sofa. Ia menatap Robi dengan tatapan tidak senang.
Bara ingin segera pulang dan bertemu Aura. Jika nanti mereka ketinggalan pesawat, akan semakin lama lagi untuk bertemu sang kekasih.
"Akh! Baiklah!" Robi pun membereskan barangnya. Dari pada nanti pria itu mengoceh lagi.
"Bi, cepatlah!"
"Jangan dilipat lagi! langsung masukkan saja!"
"Kau nggak usah mandi, cuci muka saja!"
"Robi!!! Jangan lama-lama!"
Robi hanya dapat mengelus daddanya. Bara pagi-pagi sudah menyebalkan.
Waktu pun berlalu. Kini mereka sudah berada di pesawat. Robi melihat Bara yang seperti sangat gelisah. Berkali-kali membuang nafas, bahkan menggoyangkan kakinya.
'Dia kenapa?' batin Robi bertanya-tanya. Bara terlihat aneh.
'Aura... Aku pulang! Tolong... Jangan marah padaku!' Bara jadi kepikiran jika kekasihnya itu sudah melupakannya.
Sudah beberapa hari juga mereka lost kontak. Tidak bisa saling mengkabari. Jadi kemungkinannya, Aura pasti kecewa padanya. Lalu melupakannya.
"Bi, aku pulang duluan!" ucap Bara sambil menggeret kopernya. Sudah sampai di Bandara.
Robi hanya menggeleng melihat Bara yang tampak tergesa-gesa. Seperti ada yang ingin segera ditemuinya.
Sementara Bara berjalan cepat menggeret koper dan segera menyetop taksi. Ia pun naik.
Selang 30 menit, Bara sampai rumah. Ia memasuki rumah dan berlari menuju kamarnya.
Membuka laci dan meraih ponsel. Ponsel itu mati total, karena selama ia dinas tidak dicharger.
'Astaga!' Di saat genting seperti ini. Ponsel itu malah mati. Jadi terpaksa ia menchargernya sebentar.
"Aku mau bicara apa?" Bara tampak bingung sekarang.
Sudah beberapa hari tidak menghubungi Aura. Apa yang mau dikatakannya. Apa Aura masih mau menjawab panggilannya.
Bara mendadak ragu. Ia pasti sudah menyakiti hati wanita itu.
"Akh!!! Bagaimana ini?" ucap Bara sambil membaringkan tubuhnya. Ia memejamkan mata sambil berpikir. Dan...
Bara menguap dan merentangkan tangan. Lalu melihat jam dinding.
Pria itu segera bangkit. Ia malah ketiduran jadinya. Bara meraih ponselnya dan mengaktifkannya. Membuka apliaksinya.
Saat akan menghubungi, Bara menahan diri. "Aku harus menemuinya langsung!"
Bara melempar ponselnya dan masuk ke kamar mandi. Ia akan membersihkan diri dan bersiap menemui sang kekasih.
\=\=\=\=\=\=\=
Bara sampai di depan rumah Aura. Masih di dalam mobilnya, pria itu menghembuskan nafas berkali-kali.
Ia tidak pernah segugup ini. Saat bertemu rekan bisnisnya, ia bisa santai. Tapi saat akan bertemu Aura, ia malah gugup.
Tapi demi perasaan cintanya, Bara pun menepis kegugupannya. Ia mengetuk pintu itu.
Sekali mengetuk... Belum dibuka.
Kedua kali mengetuk...
Dan barulah Bara bisa melihat wajah cantik itu yang kaget melihatnya.
"Hai..." Sapa Bara. Hanya kata itu yang terlintas di kepalanya.
"Ada apa?" tanya Aura, wajah kagetnya berubah datar. Ia berusaha bersikap biasa.
"Ra, bi-bisa kita bicara!"
Tak lama Bara duduk di kursi plastik di ruang tamu itu. Ruang tamu Aura tidak ada sofanya.
"Bicaralah!" ucap Aura. Ia duduk berhadapan dengan Bara hanya terhalang meja kecil.
Sikap Aura terlihat menjaga jarak darinya. Bara harus menjelaskan semuanya. Ia pun mendekatkan kursinya dan duduk bersebelah dengan Aura.
"Ra..."
Deg
Aura meruntuki dirinya. Baru tangan dipegang Bara saja, ia sudah berdebar.
"Ra, maafkan aku. Selama beberapa hari ini aku mendadak dinas keluar kota. Aku tidak bisa menghubungimu, karena ponselku ketinggalan di rumah." Bara perlahan menjelaskan. Ia menggenggam tangan mungil itu.
Aura diam saja sambil menundukkan kepala. Ia masih mendengarkan apa yang mau dijelaskan pria itu.
Melihat tak ada tanggapan Aura. Bara mengalihkan wajah Aura agar melihat ke arahnya.
"Mengenai status jandamu itu, aku sama sekali tidak peduli. Aku mencintaimu, Aura. Jadi apapun masa lalumu, aku tidak peduli!" Jelas Bara kembali menatap mata yang mulai berkaca-kaca.
"Aku minta maaf mengakhiri obrolan kita tiba-tiba setelah kamu mengatakan statusmu..." Bara pun menjelaskan semuanya, tidak ingin Aura berpikiran yang lain.
"Ra, maafkan aku sayang. Aku sangat merindukanmu!" ungkap Bara. Selama beberapa hari ini ia mencoba menahan kerinduannya, agar pekerjaan segera selesai dan ia segera pulang.
"A-aku pikir kamu-" Aura tidak melanjutkan perkataannya. Air matanya berjatuhan, tak bisa lagi dibendung.
"Sayang, maaf!" Bara meminta maaf seraya mengusap air matanya.
"Aku janda." ucap Aura denga air mata yang makin berlinang. Ia kembali memastikan akan statusnya.
Bara meriah tubuh Aura dan memeluknya erat. "Aku tidak peduli statusmu! Aku mencintaimu!"
Kecupan berkali-kali Bara berikan di kepala Aura. Menunjukkan rasa sayang dan cintanya pada Aura.
"Kamu masih kekasihku, kan?" Bara memastikan.
Aura tersenyum melihat Bara dan mengangguk. Hatinya sangat senang sekali. Pria itu kembali lagi. Ternyata Bara tidak mempermasalahkan statusnya. Dan selama ini ia salah paham, mengira Bara tidak mau menghubunginya. Padahal ponselnya yang ketinggalan.
Perasaannya pada Bara, membuatnya percaya dan menerima alasan pria itu.
"Mau jalan?"
Aura mengangguk cepat.
"Ya sudah, kamu ganti pakaian. Aku akan menunggu di mobil saja!" Ucap Bara.
"Ya, sudah."
Cup
Bara mengecup bibir Aura sekilas.
"Dandan yang cantik!" setelah mengatakan itu, Bara pun keluar dari rumah.
Dan Aura wajahnya mendadak merona.
.
.
.
beneran ngga ada lanjutannya???/Cry//Sob/
tolak diantar jemput , macam orang yg selingkuh aja