Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Amira menatap semua yang ada di situ secara bergantian. Dalam hatinya mengucapkan Bismillah dalam hatinya...
"Insya Allah Pak, aku yakin dengan keputusan ku. Bukan aku nggak ingin mempertahankan pernikahan aku dan Mas Dika. Atau bukan karena aku sudah berselingkuh dengan laki-laki lain seperti yang dituduhkan Ibu. Demi Allah, bukan itu semua. Mungkin ini salah satu jalan yang terbaik untuk aku dan Ibu. Aku juga ingin hidup tenang, ingin bahagia bersama anakku. Seorang cucu yang nggak pernah di anggap oleh neneknya sendiri. Dan Ibu juga akan merasa bahagia, karena sudah terlepas dari perempuan miskin dan yatim piatu yang asal usulnya nggak jelas seperti aku. Karena Ibu berkeinginan untuk menikahkan anak lelaki satu-satunya dengan perempuan yang cantik, berkedudukan tinggi, asal usulnya jelas dan tentu saja jaya raya. Begitu kan Bu?"
"Ya iyalah, itu keinginan terbesar ku."Jawab Bu Susi dengan entengnya.
"Emangnya Bu Susi sudah punya calon istri untuk Andika?"Tanya Bu Sinta, penasaran.
"Sudah dong..orangnya cantik, bersih dan wangi. Tidak seperti perempuan satu ini, dekil, bau comberan, jelek lagi."Kata Bu Susi dengan bangga bercampur hinaan.
"Kalau begitu selamat ya Bu. Semoga menantu baru Ibu, yang katanya cantik, wangi dan bersih itu, di kemudian hari bisa mengurus, merawat Ibu, saat Ibu sudah terbaring, nggak bisa melakukan apapun, di atas tempat tidur. Atau anak perempuan Ibu, yang katanya nggak selevel dengan aku yang akan merawat Ibu nantinya."Balas Amira
"Hehhh...sialan kamu Amira, kamu nyumpahi aku sekarat hahhh."Bu Susi kembali tersulut emosi jiwa.
"Hehhh..Bu Susi, hidup itu ada timbal baliknya. Emangnya situ maunya sehat terus? Nggak mau menerima kalau di beri sakit gitu. Umur sudah makin tua, bukannya sadar diri, bertobat, ini malah makin bertingkah. Mikirnya pake otak, jangan pake ambisi. Ibu berambisi kan punya menantu kaya raya, biar kehidupan anda bisa terangkat. Hehhh Bu Susi, aku ingatkan ya..nggak semua menantu kaya itu baik. Apa lagi yang cantik, bersih dan wangi seperti menantu pilihan kamu itu. Jadi anda harus siap, kalau menantu kaya raya yang bla, bla, bla, itu melempar kamu di jalan, kalau kamu sudah sekarat di atas tempat tidur. Emangnya kamu pikir, menantu seperti hayalan kamu itu, mau capek-capek, susah-susah mengurus orang penyakitan kayak kamu? Jangan bermimpi terlalu jauh. Kalau jatuh, sakitnya sampai ke tulang-tulang tua kamu itu. Ingat itu ya Bu Susi. Jangan sampai kamu menyesal.."Oceh Bu RT, panjang. Napasnya memburu karena terlalu banyak mengeluarkan kata-kata.
Kedua bola mata Bu Susi, terbuka lebar-lebar, menatap Bu RT. Ingin sekali dia menerkam dan menelan hidup-hidup perempuan yang juga sedang menatap ke arahnya dengan tajam.
Amira dan Bu Sinta, cuma diam. Tapi mereka tersenyum geli mendengar ocehan Bu RT barusan. Amira yang hatinya sedang gundah gulana, sedikit terhibur dengan kalimat panjang Bu RT, yang sudah seperti rel kereta api.
"Sudah-sudah, ini ada apa sih. Sudahlah Bu, stop debatnya. Kapan mau kita dengarkan kata talak dari Andika, kalau begini terus. Urusannya bisa sampai subuh nantinya. Pusing aku."Pak RT memijit keningnya.
"Ayo Amira, hubungi suami kamu sekarang, kalau dia memang mau ceraikan kamu seperti permintaan Ibunya, suruh dia talak kamu sekarang."
"Ehhh...tunggu dulu. Bukan begini caranya menyelesaikan masalah."Potong Bu RT, tiba-tiba.
"Aduhhh...Ibu, Ibu. Apa lagi sih."
"Sebelum Amira menghubungi suaminya, kita hadirkan Dimas disini juga."
"Hehhh Bu RT, urusan sama Dimas itu apa?"Timpal Bu Susi. Seperti tidak terima dengan ucapan Bu RT.
Bu RT tertawa, meremehkan Bu Susi.
"Bu Susi, Bu Susi..apa anda sudah lupa atau pura-pura amnesia? Dimas itu juga korban fitnahan anda loh..jangan sampai anda lupa itu."
Bu Susi seketika diam membisu. Wajahnya terlihat pucat.
"Ayo Pak, hubungi Dimas sekarang, biar urusannya cepat selesai."Titah Bu RT.
"Bu, sudahlah jangan bikin ribet deh. Lagian Bapak nggak punya nomor HP nya Dimas."
"Telpon Pak Sobari. Bapak kan punya nomornya Pak Sobari, telpon dia sekarang. Dia kan pamannya Dimas. Atau sini biar Ibu yang nelpon."
"Nggak usah biar Bapak saja."Pak RT menolak keinginan istrinya. Dia pun segera menghubungi pak Sobari. Beberapa detik kemudian, hubungan tersambung. Pak RT menceritakan permasalahan yang terjadi saat ini. Dan Pak Sobari akhirnya dengan senang hati mau menghubungi Dimas.
"Kita tunggu sebentar lagi. Pak Sobari sudah menghubungi Dimas."
"Saya keberatan ya Pak RT. Ngapain juga nyuruh Dimas kesini. Dia itu tidak berkepentingan di sini."Bu Susi masih bersikeras untuk memanggil Dimas. Entah kenapa dia begitu takut dengan kehadiran Dimas di rumahnya.
"Hallaah, jangan lebay. Kenapa kamu Susi, takut ya. Takut kenapa? Emangnya dengan kehadiran Dimas di sini, kamu mau dimakan dia? Karena kamu sudah memfitnah nya berselingkuh dengan Amira begitu?"Lagi-lagi Bu RT berkata dengan sinis pada Bu Susi.
Bu Susi tidak menjawab. Hanya melirik dengan ekor matanya. Wajahnya terlihat sangat kesal dengan kehadiran ketiga tamu yang tak diundang nya itu.
"Amira..Bapak tanya sekali lagi. Apa kamu sudah yakin ingin bercerai dari suamimu? Mungkin saat ini kamu sedang marah atau tertekan. Coba pikirkan lag baik-baik nak. Kasihan Alif kalau sampai kalian berpisah. Setahu Bapak, Andika itu suami yang sangat perhatian. Kayaknya dia juga sangat sayang sama kamu. Jangan gegabah dalam mengambil keputusan. Coba pulang dan tenangkan diri dulu. Minta petunjuk sama Allah. Bisa kan nak?"
Amira tertunduk diam. Dia sekarang menjadi bimbang setelah mendengar penuturan Pak RT. "Apa memang aku terlalu cepat mengambil keputusan? Tapi ya Allah. Aku nggak mau hidup seperti ini. Aku juga ingin hidup tenang. Nggak mau merasa tertekan."Batin Amira. Air matanya menetes begitu saja tanpa dia sadari.
Bu Sinta yang sedang duduk di samping Amira, langsung memeluk tubuh mungil Amira dari samping. Tubuh yang terlihat semakin kurus itu, sekarang terguncang perlahan.
"Sudah nggak usah nangis..Ibu yakin kamu wanita yang sangat sabar dan kuat. Anggaplah semua ini adalah cobaan dan ujian. Jalani itu semua dengan ikhlas. Percayalah, Allah sudah menyiapkan sesuatu pada kamu, yang kamu sendiri tidak menyadarinya."Ucap Bu Sinta pelan. Amira cuma diam, masih terus mengeluarkan air matanya.
"Bu Susi, yang aku tau, Allah menciptakan kita manusia semuanya sama deh..tapi kenapa kamu sendiri yang beda? Apa kamu nggak kasihan tuh sama menantu kamu? Coba lihat dia baik-baik. Apa kurangnya dia hahhh..dia sudah menjadi menantu mu selama dua tahun. Apa kamu belum mengenalnya juga? Apa matamu buta, atau hati kamu memang terbuat dari batu? Kamu itu sudah mendzolimi menantu mu sendiri. Hehhh Bu Susi, jangan pandang seseorang dari statusnya. Mau miskin mau kaya dimata Allah kita itu semuanya sama."Bu RT, kembali meluapkan emosinya. Dia benar-benar kesal dengan tetangga depan rumahnya itu, yang sok kaya.
Bersambung......
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya