“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Lift kampus banyak yang mengantre jadi Shelina, Lifa, dan Tita memutuskan untuk melintasi tangga biasa saja.
“Siap-siap gempor deh gue,”
“Ya elah, kalau turun mah aman. Kecuali kalau naik tuh. Kaki berasa mau copot. Kalau turun, enjoy, Lif,” jawab Tita atas kekhawatiran Lifa sesaat sebelum mendaratkan kakinya di anak tangga pertama.
“Atau nggak, kalian naik lift aja. Aku turun pakai tangga biasa biar lebih cepat. Ya walauppun nggak cepat-cepat banget sih, tapi setidaknya nggak harus antre sama mahasiswa yang lainnya,”
“Lagian ya itu eskalator nggak jadi-jadi. Heran banget gue,” Lifa menggerutu karena pembangunan salah satu fasilitas yang begitu Ia tunggu belum rampung juga.
“Sabar, semua butuh proses. Kalau nggak sabar, ya udah lo kerjain sendiri sana,”
“Diem lo, Ta. Ah berisik banget sih mulut lo,”
“Eh, Lif. Kita nih harus terbiasa menikmati fasilitas yang gampang-gampang, yang sederhana tanpa mesin. Karena kalau sewaktu-waktu ada gangguan kita nggak kayak orang mau mati,”
Shelina tertawa mendengar nasihat Tita untuk teman mereka Lifa yang memang paling malas sekali kalau diajak menggunakan kakinya dengan baik. Jalan kaki sedikit jauh saja Lifa bisa protes, apalagi menuruni tangga yang padahal cuma lantai tiga, ke lantai dasar yang jaraknya tidak keterlaluan.
“Biar kayak zaman dulu gitu ‘kan, belum ada teknologi canggih lift sama eskalator,”
“Ya seru sih, cuma ‘kan capek,”
“Ya udah turunin aja nih besi pegangan tangganya biar lo nggak capek,” usul Tita yang langsung membuat Shelina panik.
“Eh jangan aneh-aneh kamu, Ta. Bahaya lah, kamu mau Lifa mental?”
“Hahaha biarin aja,”
“Ih jangan begitu ngomongnya!”
“Eh tapi benar juga kata Tita, Shel. Gue sering lo turun tangga rumah pakai pegangan tangganya jadi tinggal meluncur jadinya langsung sampai deh. Mana seru banget lagi kayak naik perosotan. Duh jadi ingat waktu kecil deh pokoknya,”
Shelina berdecak dan menoleh ke sebelahnya dimana Lifa tidak menganggap bahwa sarannya Tita itu salah besar.
“Coba ah, gue mau ngelakuin hal yang sering gue lakuin di rumah,”
“Eh Lifa!”
Shelina melarang Lifa yang akan menunggangi besi sebagai pegangan ketika orang naik dan turun tangga.
“Tenang, gue udah biasa. Gue duluan ya, She, Ta,” ujar Lifa dan setelah itu Ia mulai meluncur sambil berseru kesenangan.
“Wuuhhh seru,”
“Astaga, Lifa tuh kenapa sih? Dia lagi bahayain dirinya sendiri lho itu,”
“Ya udah biarin aja. Dia ‘kan yang mau sendiri, Shel. Lo udah larang tapi dia amsih maunya negitu. Jadi ya udah biarin aja suka-suka dia,”
“Tapi kalau dia kenapa-napa gimana?”
“Nggak, jangan ngomong begitu. Dia nggak bakal kenapa-napa. Katanya ‘kan udah biasa, Sayangku Shelina,”
“Eh kok macet sih?”
“Astaga Lifa kamu kenapa?”
Shelina panik melihat tiba-tiba gerakan Lifa terhenti. Shelina mengira terjadi sesuatu pada Lifa akhirnya Shelina buru-buru menghampiri Lifa sampai tidak memperhatikan langkah kakinya senidri ketika menuruni anak tangga dengan cepat dan itu membuatnya jatuh.
“ASTAGA SHELINA!”
“YA AMPUN, SHELINA!”
Lifa dan Tita berteriak kaget melihat Shelina jatuh dari tangga. Keduanya dengan cepat menghampiri Shelina dengan degup jantung yang tidak bisa dibilang santai. Mereka bahkan tak memikirkan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada mereka ketika menuruni anak tangga dengan terburu-buru demi menghampiri Shelina. Mereka bisa saja mengalami insiden serupa dengan yang dialami oleh Shelina barusan.
.