DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemui Teman Lama
Sudah hampir dua bulan Zaya menjalani kehidupan barunya tanpa Aaron dan Albern. Setiap hari waktunya ia habiskan untuk mengurus kafe. Sesekali juga ia akan datang kesekolah miliknya hanya untuk sekedar melihat anak-anak.
Sekarang Zaya memang telah menyerahkan pengelolaan sekolah itu pada orang yang telah dipercayanya, sehingga ia bisa lebih fokus pada pembukaan cabang-cabang baru kafe miliknya. Hanya sesekali saja ia datang kesekolah untuk mengawasi.
Baru-baru ini ia telah membuka satu cabang lagi diluar kota. Dan itu membuatnya jadi sangat sibuk hingga sedikit mengobati rasa sedih dan kesepiannya.
Zaya bersyukur, usaha miliknya terus merangkak naik. Ia juga telah mempunyai beberapa partner yang ikut menanamkan modal dengan sistem pembagian hasil, hingga dalam kurun waktu tak begitu lama, ia bisa membuka cabang-cabang baru lainnya.
Ya. Bisa dibilang kehidupannya kini cukup mapan. Ia punya tempat tinggal yang layak dan juga kendaraan. Ia juga sangat dikagumi dan menjadi idola dikalangan para pegawainya. Zaya lega, meski tidak menjadi istri Aaron lagi, tapi ia tetap hidup dengan baik dan di hormati orang-orang.
Tapi Zaya tidak menampik jika dirinya terkadang merasa kosong. Ia menikmati setiap harinya dengan kesendirian. Tak ada yang bisa diajak berbagi. Sejak bangun pagi, kecuali dikafe, Zaya selalu menghabiskan waktu seorang diri.
Zaya kehilangan, tentu saja. Ia merasa hampa. Hari-harinya tidaklah sempurna tanpa Albern dan Aaron. Tapi Zaya tidak ingin larut dalam keterpurukan. Sesuatu yang telah dilepaskannya, ia bertekad untuk merelakannya juga.
Jika memang Aaron dan Albern tidak ditakdirkan untuk bersamanya, Zaya akan berusaha untuk menerima itu semua. Ia tidak akan meratapi nasibnya lagi dan terus melangkah maju.
Lalu kemudian Zaya teringat dengan sosok Kara, sahabat lamanya. Satu-satunya teman yang dulu Zaya punya. Gadis ceria yang tulus dan apa adanya.
Zaya benar-benar merindukannya.
Entah bagaimana kabarnya sekarang. Zaya ingin sekali bertemu dengan temannya itu. Tapi ia tidak tahu sekarang Kara ada dimana. Kontak lamanya pun sudah tidak bisa dihubungi lagi.
Zaya pun bertekad untuk mencarinya.
Kara adalah satu-satunya orang yang peduli padanya dulu. Tapi kemudian Zaya menghilang dan tidak pernah menghubunginya lagi. Zaya merasa bersalah dan berhutang maaf padanya.
Zaya harus menemukan gadis itu, bagaimanapun caranya.
___________________________________________
Zaya turun dari mobilnya dengan sedikit ragu-ragu. Lalu dilangkahkan kakinya menuju sebuah rumah kontrakan sederhana yang saat ini terlihat sepi.
Rumah kontrakan yang telah usang itu adalah adalah tempat tinggal Kara tujuh tahun lalu.
Sebelumnya Zaya telah mendatangi restoran tempat mereka bekerja dulu, tapi ternyata Kara sudah tidak lagi bekerja disana sejak lama. Dia juga mendatangi beberapa orang yang dikenalnya saat ia masih bekerja bersama Kara. Tapi mereka semua tidak ada yang tahu dimana Kara bekerja sekarang. Mereka juga tidak punya nomor kontak Kara.
Lalu disinilah Zaya sekarang. Ia datang kekontrakan lama Kara, berharap gadis itu masih tinggal disana. Meskipun besar kemungkinan Kara juga telah lama pergi dari kontrakan itu. Tapi Zaya ingin memastikannya. Tempat itu adalah tempat terakhir yang ada dipikirannya untuk mencari Kara. Setelah ini ia tak tahu lagi mesti mencari kemana.
Zaya melangkah mendekat dengan harap-harap cemas.Didalam hati ia terus merapalkan do'a agar temannya itu masih ada disini. Lalu saat tangan Zaya terulur hendak mengetuk pintu, pintu itu tiba-tiba terbuka dan tampak seorang gadis berdiri dengan membawa dua kantong sampah ditangannya.
Mereka berdua berhadapan dengan tubuh yang membeku. Mata mereka sama-sama saling menatap dengan tatapan yang tak bisa dijabarkan.
Bruukkk!!!
Tiba-tiba saja kantong sampah yang dibawa gadis itu terlepas dari tangannya, membuat isi didalamnya berantakan memenuhi lantai teras. Mulutnya sedikit ternganga karena tak percaya. Matanya pun membulat tak berkedip.
"Zaya?" gumamnya tak percaya.
"Kara...." Zaya menyapa sahabatnya itu dengan mata berkaca-kaca.
"Zaya... Kamu benar Zaya?" tanyanya lagi.
Zaya hanya mengangguk dengan airmata yang mulai merembes.
"Zaya..."
Kara menubruk tubuh Zaya dan memeluknya erat tanpa peduli dengan sampah-sampah yang diinjaknya. Tangisnya pecah. Kara tersedu sambil memeluk Zaya hingga tubuhnya tergoncang. Zaya pun membalas pelukan Kara dan menangis tak kalah keras. Mereka berdua sama-sama larut dalam perasaan haru.
Kemudian keduanya saling mengurai pelukan.
Kara memperhatikan Zaya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kedua tangannya masih erat memegang bahu Zaya.
"Kamu benar-benar Zaya, temanku, kan? Bukan arwah gentayangan?" tanyanya kemudian.
Sontak Zaya tertawa disela isakannya. Gadis dihadapannya itu tetap tak berubah. Tujuh tahun ternyata tak menghilangkan sedikitpun kekonyolannya. Zaya tetap saja mendengar kalimat ajaib dari mulut Kara meski saat ini mereka sedang berada dalam suasana yang mengharu-biru.
"Mana ada arwah gentayangan disiang bolong begini, Kara." sergah Zaya.
Kara justru mendelik galak.
"Kamu menghilang selama tujuh tahun lebih, Zaya. Aku mencarimu kesana kemari tapi tetap tidak bisa menemukanmu. Aku kira kamu sudah mati..." ujarnya sambil kembali terisak.
"Ternyata kamu masih hidup dan sehat, tidak kekurangan apapun. Tega sekali kamu tidak memberiku kabar dan membiarkan aku kebingungan mencarimu. Dasar gadis jahat!" tambahnya lagi dengan nada marah.
Zaya terdiam dan merasa bersalah.
"Maaf..." lirihnya.
Kara mendengus kesal. Kemudian ia melepaskan pegangannya dari bahu Zaya dan berjongkok memunguti sampah-sampahnya yang berserakan.
"Sudah, masuk sana. Aku mau buang sampah-sampah ini ke penampungan sampah dulu. Kamu harus menjelaskan semuanya padaku. Awas ya, kalau sampai bohong lagi, tamat riwayatmu!" Kara membentak Zaya dengan galak.
Zaya tersenyum meringis mendengar bentakan Kara.
Ternyata Kara masih menganggapnya teman. Zaya senang mendengar kalimat galak dari Kara, karena itu berarti Kara masih tetap peduli padanya seperti dulu. Tadinya Zaya sempat khawatir Kara akan bersikap formal dan sopan layaknya saat gadis itu memperlakukan orang asing. Dan ternyata kekhawatirannya itu tidak terjadi. Zaya benar-benar lega.
Kemudian dengan cepat Kara memasukkan kembali sampah-sampah yang tadi sempat ia dijatuhkan, lalu dibawanya ke arah bak penampungan sampah untuk dibuang.
Sedangkan Zaya menuruti kata-kata Kara yang menyuruhnya untuk masuk kedalam. Ia pun duduk dikursi tamu sambil mengamati seisi ruangan dengan seksama.
Tak ada yang berubah. Suasana kontrakan Kara masih sama seperti tujuh tahun lalu, seakan ruangan ini tak mengalami pergantian waktu.
Hati Zaya perlahan menghangat. Rasa nyaman langsung menjalar pada tubuh dan pikirannya. Bertemu pada Kara membuatnya seolah kembali pada yang dinamakan 'rumah'. Zaya menyadari jika memang Kara lah keluarga yang sesungguhnya bagi dirinya.
Kara akan memarahinya tanpa ampun jika ia melakukan kesalahan. Tapi disisi lain, Kara juga yang menjadi satu-satunya orang yang sangat peduli padanya saat ia dalam kesulitan. Kara yang selalu mengomelinya sekaligus Kara yang rela melakukan apa saja untuk membantunya.
Begitulah hubungan persahabatan mereka dulu. Hangat dan tulus. Zaya bersyukur masih diberi kesempatan bertemu sekali lagi dengan sahabatnya ini. Setidaknya untuk kedepan ia tidak perlu merasa sendirian lagi. Ada orang yang bisa ia ajak untuk berbagi.
Bersambung...
Buat yang ga sabar Zaya dan Aaron ketemu lagi, sabar ya. Author tahan dulu bentar, nunggu rindu Aaron berkarat dulu wkwkwkwk...😅😅😅
Next part baru mereka bakal author ketemuin deh, jadi penasaran reaksinya bakal kayak gimana😁
Btw, hari ini cuma satu part y, besok mudah-mudahan bisa up 2 part lagi.
jgn lupa like, komen sama vote, plisss😅
Happy reading❤❤❤
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma