NovelToon NovelToon
Jodoh Jalur Orang Dalam

Jodoh Jalur Orang Dalam

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Menikah Karena Anak
Popularitas:240
Nilai: 5
Nama Author: yesstory

Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Lain Riki

Ternyata dugaan Riki salah. Ia pikir Nira hanya marah sesaat gara-gara uang itu. Tapi nyatanya, selama dua hari, Nira terus mendiamkannya. Saat ia mengajaknya bicara, Nira hanya diam. Ia bahkan terus menghindari Riki.

Riki masih dengan kepura-puraannya. Berangkat kerja pagi dan pulang sore hari. Padahal dia menghabiskan waktu dengan main playstation di tempat rental atau kadang nongkrong bersama beberapa temannya yang tak bekerja. Itulah sebabnya ia membutuhkan uang dan mengambil tabungan Nira saat Nira memintanya mengambil dan mentransfer uang pada orang tua Nira.

Selepas Riki berangkat kerja pagi itu, Nira bersantai, menikmati secangkir kopi hangat. Arsa kembali tertidur setelah dimandikan dan diberi ASI. Nira mulai curiga pada Riki. Apa iya gajinya dibayar separuh?

Setahu Nira, perusahaan tempat Riki bekerja itu perusahaan besar. Penjualan obat-obatnya juga tinggi. Lantas mengapa gaji Riki tidak dibayar penuh?

Nira menegakkan tubuhnya saat ia teringat sesuatu. Riki pernah berkata ingin resign dari tempatnya bekerja. Dan Nira memintanya untuk bertahan setidaknya sampai ia melahirkan.

Yang menjadi pertanyaan Nira, benarkah Riki menurutinya untuk tak resign sebelum ia melahirkan?

Bagaimana jika Riki berbohong? Dan alasan gaji dibayar separuh itu hanya bualan belaka untuk menutupi alasan yang sebenarnya?

Maka, saat Riki pulang bekerja, Nira langsung mencecarnya dengan pertanyaan,” Dari mana aja kamu, hah?”

Riki tersentak. Ia baru saja menutup pintu depan saat suara Nira terdengar di belakangnya. Nira menatapnya tajam, berkacak pinggang.

“Apa-apaan sih kamu! Ngagetin aja! Pulang kerja tuh suami disambut pakai senyum manis! Bukan dengan bentakan!” Riki menggeser tubuh Nira yang menghalanginya lalu berjalan ke dapur. Mengambil minuman dingin lalu meneguknya hingga tandas.

“Beneran pulang kerja atau pulang main?” Nira mengikuti Riki.

“Apa sih? Kenapa nanyanya begitu? Kamu curiga sama aku?” Riki balas menatap Nira.

“Jujurlah, Rik. Kamu itu sebenarnya udah nggak kerja di perusahaan itu lagi ‘kan? Gaji kamu yang katanya dibayar separuh itu cuma akal-akalan kamu aja ‘kan?”

“Ngaco kamu. Mulai nggak percaya kamu sama suami kamu sendiri, hah?”

“Kalau gitu, coba lihat m-banking kamu. Aku mau lihat sendiri, benar enggak gaji kamu dibayar separuh doang. Sini.” Nira mengulurkan tangan, meminta ponsel Riki.

Riki menelan ludahnya. Sial.

“Mana HP-mu? Siniin. Aku mau ngecek sendiri.”

“HP-ku baterainya habis. Nanti aku charge dulu ya.”

“Bohong! Siniin dulu HP-nya. Biar aku yang charge.” Nira bersikukuh, masih mengulurkan tangan.

Riki duduk lemas di kursi. Percuma saja. Mau berdalih apapun juga, Riki tetap tak bisa membohongi Nira terus-terusan. Nira terlalu pintar untuk dia kelabui.

“Maaf, Sayang. Ya, aku bohong. Aku emang udah resign dari dua bulan yang lalu. Tapi aku nggak bermaksud apapun. Aku nggak cerita karena kamu pasti akan marah. Sedangkan aku udah nggak tahan lagi kerja di sana.”

Nira menurunkan tangannya. Napasnya terengah, menahan gejolak emosi.

“Aku udah nyari kerja kemana-mana. Aku pikir, dalam waktu dua bulan, sebelum kamu tahu yang sebenarnya, aku udah dapat pekerjaan baru. Tapi, ternyata susah banget nyari kerja.”

“Udah tahu susah nyari kerja kenapa kamu resign, Riki?!” Nira meninggikan suaranya, menatap tajam.

“Aku udah nggak betah!“ seru Riki.

Nira tersentak. Matanya nanar menatap Riki yang membentaknya.

“Aku nggak mau kerja kalau aku sendiri nggak betah kerja di sana! Ah. Percuma aku jelasin juga. Kamu itu nggak pengertian, Nira! Yang kamu pentingin tuh cuma uang dan uang aja! Kamu nggak ngerti gimana rasanya kerja tapi hati kamu nggak nyaman melakukannya! Kamu nggak akan ngerti!”

Nira menggeleng. “Kamu pikir aku kerja di rumah sakit itu nggak tertekan, hah?! Namanya kerja ikut orang, nggak ada yang nyaman, Rik! Tapi aku berusaha menyamankan diri karena aku butuh uangnya untuk kehidupanku! Aku bertahan karena uangnya! Yang namanya kerja ikut orang, nggak usah pakai hati. Pakai logika. Selama kamu butuh uangnya, kamu tahan semua kekesalan di hatimu.”

“Kamu punya anak istri, Rik. Kalau kamu menganggur gini, bagaimana kamu bisa menghidupi kami?” tanya Nira pelan.

“Uangmu ‘kan masih ada, Nir. Kita pakai dulu uangmu. Aku janji akan ganti semuanya nanti kalau udah dapat kerjaan baru.”

Nira tersenyum sinis. Menggeleng tak percaya dengan jawaban Riki yang santai. Tak merasa bersalah. Juga egois.

“Uangku itu bukan milik kita bersama. Uang itu hanya milikku. Uang yang aku kumpulin jauh sebelum aku menikah sama kamu. Jadi, jangan harap kamu bisa pakai uangku sesukamu.”

“Kenapa kamu perhitungan banget sih? Baru punya uang segitu, kamu lantas sombong nggak mau ngasih aku. Kita ini lagi diuji, Nira. Harusnya kita saling berbagi.”

Nira tertawa sinis. “Siapa yang nguji kita? Tuhan? Bukan, Rik! Kamu yang nguji kesabaranku! Kamu sendiri yang membuat ujian ini! Dan kamu harus menyelesaikan ujian ini sendiri.”

Nira berdiri, hendak melangkah ke pintu. “Bagaimanapun caranya, kamu harus ganti semua uangku secepatnya. Bayar sewa bulan depan, dan bayar baby sitter buat Arsa saat aku mulai bekerja nanti. Itu kewajibanmu sebagai seorang suami, Rik.”

“Tunggu, Nira!”

Nira menghentikan langkah. Ia berbalik.

“Kamu itu perempuan! Nggak berhak nginjek-injek harga diriku sebagai suami! Mentang-mentang gajimu besar, lantas kamu merendahkanku, begitu?!”

Riki mendekat, mencengkram lengan Nira. Nira meringis kesakitan.

“Yang minta sewa rumah dua lantai siapa? Kamu. Seharusnya yang tanggung jawab bayar sewanya ya kamu. Karena itu permintaan kamu. Dan untuk Arsa, kenapa kamu nggak kirim dia ke kampung aja biar diurus kakek dan neneknya? Atau dikirim ke rumahku. Bapak dan Ibuku pasti bisa mengurusnya. Kalau kamu mau pakai jasa baby sitter, ya kamu lah yang bayar. ‘Kan kamu yang mau. Bukan aku.”

Plak!

“Arsa anak kamu, Riki! Semudah itu kamu bilang ingin mengirimkan dia ke orang tuaku atau orang tuamu!” engah Nira.

Plak!

Riki balas menampar Nira. Wajah Nira tertoleh. Napasnya terengah. Tak sampai sana, Riki menarik rambut Nira, mendongakkan wajahnya. “Beraninya kamu nampar aku, hah! Perempuan sialan!” Riki mendorong Nira sampai Nira terduduk di lantai. Meringis, menahan sakit di tubuhnya dan juga hatinya.

Riki menurunkan setengah tubuhnya, mengangkat wajah Nira. “Sekali lagi kamu berani nampar aku atau nglawan aku, aku akan membuatmu tersiksa dalam kenikmatan yang kubuat. Tanpa menunggu masa nifasmu habis, aku akan menggempurmu! Tak peduli kamu kesakitan ataupun memohon. Jadilah perempuan dan istri yang menurut, Nira! Kamu tak tahu apa yang bisa aku perbuat saat aku emosi!”

Riki mendorong wajah Nira dan berlalu dari sana.

Nira lemas. Jiwanya terguncang. Ia menyentuh pipinya yang terkena tamparan. Air mata meleleh begitu saja. Bahunya terguncang, menangis tanpa suara.

Ia memeluk tubuhnya sendiri. Terkejut. Tak percaya dengan perlakuan Riki barusan. Untuk pertama kalinya, Nira takut sekaligus benci pada lelaki itu.

1
Miu miu
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
ZodiacKiller
Ga sabar nunggu kelanjutannya thor, terus semangat ya!
yesstory: Terima kasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!