Hidden Ceo

Bab. 33

Andai saja ia bisa cuti kuliah selama bu Mawar tidak hadir dan digantikan dengan orang itu, pasti akan Dilla lakukan dari hari pertama kemarin lusa.

"Lo kenapa sih Dill? Bukannya seneng kalau itu dosen datang, ini malah semakin lesu," tanya Amira yang belum mengetahui apa hubungan di antara dirinya dan pria yang sekarang ini sedang berdiri di samping meja kerjanya.

Dilla menggeleng. Malas untuk bercerita saat ini. Daripada sampai terdengar anak lain, malah yang ada dirinya dicecar dengan begitu banyaknya pertanyaan. Hal yang paling malas Dilla jelaskan.

Meskipun Dilla tidak masalah sama sekali jika orang lain mengetahui dirinya sudah tidak lagi virgin, atau sedang mengandung di luar nikah. Toh, banyak cewek jaman sekarang yang seperti itu. Malah dengan bangganya mereka memamerkan apa yang mereka lalukan.

Hanya saja, untuk kasus Dilla sedikit berbeda. Dalam artian bukan perbuatan yang mereka lakukan. Melainkan yang menjadi pasangan Dilla melakukan hal tersebut.

Sudah pasti akan gempar dan seluruh kampus bakalan heboh membicarakan dirinya. Belum lagi ia akan mencoret nama baik bu Mawar.

Tidak tidak. Ini tidak boleh terjadi, atau kalau tidak ia akan benar-benar membuat bu Mawar kecewa kepadanya. Ia tidak mau menyakiti hari wanita itu. Walaupun yang sebenarnya terjadi dan secara tidak langsung Dilla sudah menyakitinya dengan memaksa putranya melakukan hubungan satu malam dengan dirinya. Atau kasarannya bisa disebut Dilla memaksa membeli bibit dari putranya bu Mawar.

Kalau untuk urusan papanya, juga sudah beres. Dilla sudah mengatakannya semalam. Asal jangan tahu siapa orangnya saja. Walaupun itu sulit Dilla halangi. Sebab papanya akan melakukan berbagai cara, untuk mengetahui siapa yang sudah menghamili dirinya. Walaupun belum pasti hamil sih.

Sementara Dilla yang begitu malas mengikuti kelas dosen pengganti yang sekarang berdiri di depan dan siap membagikan kertas ulangan, sungguh berbeda dengan apa yang dosen itu rasakan.

Sekarang ini Kendra selalu menanti pagi hari itu datang lebih cepat. Dan kalau bisa, pagi itu waktunya di perlama. Agar dirinya bisa puas menatap calon masa depannya yang duduk paling ujung.

Dari pertama bertemu dengan Dilla, meskipun sempat menganggapnya wanita aneh, namun Kendra sudah terpatri dalam pesona wanita itu. Lebih lagi tingkahnya yang di luar nalar.

"Selamat pagi semua!" sapa Kendra. "Sesuai dengan apa yang saya sampaikan di grup chat tadi, saya ingin tahu sejauh mana kalian semua mengerti dan paham akan penjelasan saya dari awal," imbuhnya lagi.

Kemudian Kendra memanggil mahasiswa yang ada di depannya, menyuruhnya untuk membagi lembaran soal tersebut kepada yang lain.

Sedangkan dia menyisa satu soal di tangannya.

"Lah, gue mana lembaran soalnya?" tanya Dilla pada Amira yang baru saja menerima lembar soal dari alex.

"Tuh, masih di bawa dospen (dosen pengganti)," jawab Amira sembari menunjuk ke arah pria yang sekarang ini berjalan ke arah mereka.

Dilla mengikuti arah yang ditunjuk oleh Amira. Betapa terkejutnya saat Dilla mengetahui jika posisi orang itu tepat berada di depannya.

'Ck! Ngapain dia malah ke sini, sih! Bikin lambe turah makin lemes aja.' kesal Dilla di dalam hati. Wanita itu menunduk, berusaha menutupi keberadaannya walaupun itu sangat lah mustahil sekali.

"Kerjakan dengan benar," ujar Kendra seraya memberikan kertas ke arah Dilla. Namun, tatapan pria itu mengedar ke seluruh ruangan. "Waktu hanya dua puluh menit dan di mulai dari sekarang." tekannya lagi seraya menekan jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Kemudian Kendra berjalan ke arah belakang Dilla. Berdiri tepat di belakang wanita itu. Tentu saja, membuat Dilla semakin merasa kurang nyaman.

Beruntung juga Alex pindah di tempatnya tadi. Sehingga kini ia duduk di kursi paling belakang.

'Siaall!' umpat Dilla di dalam hati.

Ingin rasanya dirinya mengumpat keras-keras dan menonjok pria yang kini tangannya menyentuh punggungnya. Mengusap dengan gerakan memutar lembut di sana. Membuat Dilla tidak bisa konsentrasi dengan apa yang ada di lembar soal tersebut.

Sementara Kendra menahan tawa, di kala melihat Dilla menggenggam bolpennya dengan begitu erat. Ia tahu apa yang Dilla rasakan saat ini.

'Kita lihat saja, sampai mana kamu bertahan, Dilla,' gumam Kendra dalam hati.

Pria itu tetap menggerakkan tangannya begitu nakal di sana. Bahkan sesekali menarik sebuah tali yang ada di atas pinggang Dilla. Benar-benar mencuri kesempitan di dalam kesempatan yang ada.