Aku wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan pengabdian pada seorang suami.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, aku merasa menjadi wanita paling bahagia karena di karuniai suami yang sempurna. Mas Dirga, dengan segala kelembutan dan perhatian yang selalu tercurahkan untukku, aku bisa merasakan betapa suamiku begitu mencintaiku meski sampai detik ini aku belum di beri kepercayaan untuk mengandung anaknya.
Namun pada suatu ketika, keharmonisan dalam rumah tangga kami perlahan sirna.
Mas Dirga diam-diam mencari kebahagiaan di tempat lain, dan kekecewaan membuatku tak lagi memperdulikan soal kesetiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Dirga POV
"Janji ya Mas pulang kantor mampir ke rumah,," Suara Ziva terdengar antusias di seberang sana. Bisa ku bayangkan bagaimana ekspresi wajahnya saat ini dengan kedua manik mata yang pastinya berbinar.
Setelah kemarin aku tidak bisa datang menemuinya karna memilih pergi berlibur bersama Bianca, hari ini aku menyempatkan waktu untuk pergi ke rumah Ziva setelah pulang kerja nanti.
"Hmm, tapi hari ini aku pulang jam 7." Aku menerima telfon dari Ziva sembari memeriksa laporan di meja kerjaku. Tadinya aku enggan mengangkatnya, tapi sejak kemarin aku sudah sering menolak panggil telfon darinya.
Dalam keadaan seperti ini, Ziva memang membutuhkan sosok yang bisa selalu ada untuk dirinya dan juga Rayyan.
"Kalau gitu nanti sekalian aku siapkan makan malam. Pokoknya Mas jangan makan di kantor ya, kita makan malam sama-sama." Ziva sedikit merengek manja. Sikapnya masih sama seperti 8 tahun yang lalu.
"Iya, terserah kamu aja."
"Mas lagi sibuk, nanti Mas kabari kalau mau jalan." Aku berniat mengakhiri panggilan telfonnya.
Sebenarnya bukan karna alasan sibuk, tapi lebih tepatnya aku ingin menelfon Bianca yang sejak siang tadi tidak menjawab chat dan panggilan telfon dariku.
Terakhir kali Bianca mengabari ku pada jam 10 pagi, dia menjawab chatku dan mengatakan kalau tidak ada kejanggalan ataupun hal yang mencurigakan di perusahaan Airlangga. Bianca menuturkan kalau pimpinan perusahaan mendadak di ganti dengan pimpinan yang baru, jadi membutuhkan sekretaris baru juga.
"Iya Mas,, sepertinya Rayyan juga bangun. Aku mau ke kamarnya."
Kami mengakhiri panggilan telfon dengan durasi hampir 30 menit. Ziva banyak bercerita dan berkeluh kesah saat kemarin Rayyan demam dan harus di larikan ke rumah sakit.
Mereka hanya tinggal berdua di kota ini setelah suami Ziva meninggal karna kecelakaan kerja 2 bulan yang lalu.
Ziva sebenarnya masih punya orang tua dan keluarga di Jakarta. Sayangnya sejak dia memutuskan untuk menikah dengan mendiang suaminya, kedua orang tua bahkan semua keluarganya tak mau lagi menganggapnya sebagai keluarga. Ziva di usir dan menetap di kota ini setelah menikah dengan mendiang suaminya.
1 bulan yang lalu, aku tak sengaja menabrak Ziva saat sedang membelikan makanan untuk Bianca setelah pulang dari kantor.
Pertemuanku dengan Ziva tentu saja membuatku kaget dan hampir tidak percaya. Setelah 8 tahun kita memutuskan untuk berpisah, takdir mempertemukan kita kembali dalam kondisi yang sudah berbeda.
8 tahun yang lalu, saat itu status kami masih sebagai sepasang kekasih. Ziva adalah cinta pertama ku saat aku baru saja datang ke Jakarta dan kuliah di sana. Hampir 4 tahun kami menjalin hubungan di saat usiaku baru 18 tahun. Banyak hal indah dan manis yang telah kita lalui selama 4 tahun itu.
Bahkan untuk pertama kalinya dalam hidup, kami telah melewati malam panas tepat pada malam anniversary kami yang ke 1 tahun. Ziva memberikan kesuciannya padaku.
Sungguh hal itu di luar kehendak kami, semuanya mengalir begitu saja seiring dengan gelayar dan gejolak yang tiba-tiba muncul begitu saja.
Kami sadar bahwa malam itu telah melakukan kesalahan besar karna sama-sama tidak bisa menahan diri.
Tapi sejak malam itu, hubungan kami semakin lengket. Antara cinta dan nafsu menyatu jadi satu dan membuat kita terus mengulangi kegiatan panas itu setiap kali ada waktu dan kesempatan.
Kami sudah sepakat akan menikah setelah lulus kuliah, tapi sayangnya ada masalah yang akhirnya membuat hubungan kami kandas dan berakhir begitu saja.
Kini saat takdir mempertemukan kami kembali, keadaan memaksaku harus mengasihani Ziva yang sedang terpuruk karna di tinggal sang suami untuk selama-lamanya. Tanpa ada keluarga disini, Ziva berjuang melawan kesedihan dan keterpurukannya bersama sang putra.
Aku benar-benar tidak tega membiarkannya melewati masa terberat itu seorang diri.
Karna bagaimana pun, Ziva pernah menjadi bagian dalam hidupku. Dia juga sudah memberikanku kebahagiaan selama 4 tahun kami menjalin hubungan.
"Kenapa nggak di angkat Dek,," Keluhku seraya menatap layar ponsel.
Sudah ketiga kalinya aku menghubungi Bianca, tapi tidak ada jawaban. Entah kenapa aku tidak tenang dan belum sepenuhnya percaya dengan pekerjaan yang di terima oleh Bianca.
Rasanya aneh karna semudah itu Bianca bisa diterima dan menjadi sekretaris. Hal itu membuatku menaruh curiga pada Agam.
...*****...
Bianca POV
"Sakit banget ya Mas.?" Aku menatap ngilu lengan Mas Agam yang robek akibat terkena pecahan kaca.
Saat ini kami berada di rumah sakit dan tangan kanan Mas Agam sedang di jahit.
Tadi sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, aku tak henti-hentinya memegangi tangan Mas Agam yang ku balut dengan sapu tangan agar darah yang keluar tidak semakin banyak.
"Nggak, biasa aja." Mas Agam menjawab dengan tenang. Ekspresi wajahnya juga tampak biasa saja. Malah aku yang terus meringis karna bisa merasakan seperti apa sakitnya luka di lengan Mas Agam.
"Tunggu di luar aja kalau kamu takut. Jangan sampe aku yang di jahit, tapi kamu yang pingsan." Ujarnya datar. Tapi aku tau kalau Mas Agam sedang meledekku.
Dokter dan perawat yang sedang menangani Mas Agam malah terkekeh.
"Kebanyakan memang seperti itu Pak." Dokter itu menimpali ucapan Mas Agam dengan menahan tawa.
Aku mencebikkan bibir karna mereka sedang meledekku, tapi Mas Agam malah mengulum senyum jahil.
Meski Mas Agam menyuruhku untuk menunggu diluar, tapi aku tetap menemaninya. Dan setelah hampir 20, akhirnya luka di tangan Mas Agam selesai di tutup dan di balut perban.
Aku benar-benar merasa bersalah dan berhutang budi padanya. Akibat berusaha melindungi ku , Mas Agam sampai terluka seperti itu.
Kalau tidak ada Mas Agam, mungkin aku yang terkena pecahan kaca tersebut.
Kami keluar dari ruangan itu untuk segera pulang.
Sementara itu, karyawan yang tadi mengantarkan kami ke rumah sakit, sudah di minta kembali ke kantor oleh Mas Agam.
"Kunci mobilnya udah sama kamu kan.?" Tanya Mas Agam. Aku mengangguk dan kami bergegas pergi ke basemen.
Ku bukakan pintu si samping kemudian untuk Mas Agam. Dengan tangan kanan Mas Agam yang terluka, tentu saja aku tak membiarkan Mas Agam yang menyetir.
"Maafin Bia ya Mas,," Ucapku setelah menyusul masuk ke dalam mobil. Entah sudah berapa kali aku minta maaf pada Mas Agam karna merasa sangat bersalah padanya.
"Kata maaf nggak bisa merubah apapun Bia. Santai saja, nggak perlu berlebihan seperti ini."
"Lagipula ini kecelakaan, bukan karna kesengajaan. Jadi jangan merasa bersalah." Ucapnya dengan nada bicara yang tenang dan lembut.
"Ayo pulang, aku harus mandi dan ganti baju." Katanya seraya menatap kemeja berwarna putih yang terdapat noda darah di bagian lengan.
Aku bergegas melajukan mobil menuju rumah. Harusnya 2 jam lagi kita baru keluar dari Kantor, tapi karna kejadian ini, Mas Agam memutuskan untuk pulang.
sesuai judul selimut tetangga...
kalo security yang datang kerumah Bianca... judulnya pasti rubah jadi selimut security /Smile/
klo bia membalas selingkuh dngn agam sama aja 11 12 dong