NovelToon NovelToon
Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Mengubah Takdir
Popularitas:46.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wafi_Shizukesa

Peristiwa meteorit jatuh yang anehnya hanya bisa dirasakan oleh Yamasaki Zen, seorang pelajar SMA berusia 15 tahun selepas aktivitas belajarnya di sebuah Akademi Matsumoto. Kejanggalan itu membuatnya terkejut dan bingung setelah suara dentuman keras berhasil membuat telinganya kesakitan. Namun anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak merasakan dampak apa pun.

Di suatu tanah lapang di bukit rendah, dirinya melihat kilau meteorit dari kejauhan. Setelah selesai memeriksa meteorit itu, suatu hal absurd, kini ia menemukan sebuah pedang di dalam meteorit yang sesaat sebelumnya lapisan luarnya telah hancur dengan sendirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wafi_Shizukesa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 017 : Mengunjungi Tempat Kerja Ayah

Bagian 1

Yamasaki melangkahkan kakinya dengan hati-hati, menuruni satu per satu anak tangga yang hanya diberi pencahayaan sinar bulan.

Hari sudah gelap dan ini kali pertama dirinya pulang larut.

“Selain itu, waktu sudah cukup gelap juga, ya?”

Di tengah langkahnya, Yamasaki tiba-tiba berhenti lalu memutuskan untuk mengambil ponselnya di saku seragamnya.

Membuka layar ponsel, dirinya melihat waktu sudah menunjukkan pukul “7:15 PM”, lalu “Eh…” dirinya hanya bisa mengeluh.

“…ternyata sudah jam segini?”

“Ada apa, Zen?”

“!!”

Tubuhnya tiba-tiba saja tersentak seketika itu membuat badanya dalam posisi bersiap.

Beberapa saat telah berlalu, setelah mencoba untuk memalingkan pandangannya beberapa kali, di saat itu juga, dirinya sadar kalau pikirannya untuk sesaat melupakan kehadiran Natech 002 yang saat ini masih berwujud sebuah gelang.

Saat mengingat kalau suara barusan adalah milik Natech 002\, “*Huft*” Yamasaki akhirnya lega dan menenangkan dirinya dengan menghela kecil napasnya.

“Ternyata itu kamu… ya? Kamu membuatku kaget, tahu?”

“Apa mungkin… Zen, kamu takut hantu?”

“…”

Diam-diam, Yamasaki Zen memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku seragamnya. Lantas dirinya pun melanjutkan perjalanannya sambil membalas pertanyaan yang diberikan:

“Ya-yah, begitulah. Hanya sedikit saja!”

“Hai, kamu tahu? Di duniaku yang sebelumnya, sesuatu yang kalian sebut ‘cerita horor’ juga ada loh, di duniaku!”

Langkahnya tiba-tiba kembali dihentikan.

Dengan cepat sampai hampir di mana mata manusia tidak dapat mengikuti gerakan spontannya itu. Yamasaki melepas gelang di tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi—sebuah ancang-ancang untuk melempar gelang itu jika Natech 002 masih meneruskan perkataannya.

“Hai, Natech 002! Kamu tahu? Kalau di Bumi ada makhluk yang namanya burung! Kemampuannya yaitu bisa terbang ke mana pun dia mau. Kalau kamu masih ingin melanjutkan perkataanmu, bersiap-siap saja kamu akan terbang ke mana pun aku mau!”

“Sebuah tindakan yang akan sia-sia bagimu!”

Meski perkataan Yamasaki terdengar tegas. Namun, itu tidak membuat “niat setengah hati” untuk melemparkan gelang digenggamannya menjadi tertutup. Semua bisa dengan mudahnya diketahui oleh sang lawan bicaranya.

Mendengar reaksi yang berlawanan dengan apa yang diharapkannya.

Seketika membuat peluh mengalir dari ujung kedua pelipisnya. Sebuah tanda yang membuktikan kalau keraguannya nyata adanya, dan itu semakin jelas terlihat.

“Suatu hari…”

Hanya berdasarkan kepadanya, Natech 002 ingin sekali memberitahunya, jatuhnya terkesan mencoba mempermainkan sang pemiliknya itu.

Sementara Natech 002 telah menyelesaikan bagian awal pembukaan cerita, Yamasaki hanya mengeraskan genggaman tangannya, kini keinginan untuk melempar jauh sebuah gelang di dalam genggamannya sudah sirna dalam pikirannya.

Coba saja reaksi yang dapat ditebak dengan mudah di awal tidak ditunjukkan.

Mungkin perbincangan ini tidak akan pernah terjadi.

Di samping itu, apa yang disebutkan dengan ‘cerita horor’ oleh Natech 002 adalah memang benar adanya.

***

Pada akhirnya, setelah sedikitnya konflik terjadi antara Yamasaki dan Natech 002 sebelumnya.

“Aku pulang!”

Yamasaki akhirnya sudah sampai di dalam rumahnya setelah dirinya menutup pintu rumah, lalu dilanjutkan dengan melepas sepatu sekolahnya dalam keadaan berdiri.

“Selamat datang kembali! Jarang sekali kamu pulang di jam segini, Zen? Aktivitas klub?”

“Bukan, aku masih belum menentukannya.”

“Jadi apa, kencan?”

Pertanyaan yang dilontarkan tanpa peringatan itu berhasil membuat Yamasaki tersedak dengan ludahnya sendiri setelah kata ‘kencan’ ditujukan kepadanya.

“Bukan! Tentu saja bukan hal yang seperti itu! Aku hanya mampir ke rumah seorang kakek yang tinggal di kuil dekat sini!”

“Seorang kakek…?”

“…?”

Yamasaki memperhatikan wajah ibunya jelas dalam kebingungan setelah mengetahui, kalau ekspresi wajah beliau tiba-tiba saja berubah tertawa kecil sambil tangan kanannya diletakkan dekat dengan mulutnya—ibunya mencoba untuk menutupi tawa kecilnya itu.

Di saat itu, pikirnya bertanya-tanya.

“Ke-kenapa ibu tiba-tiba saja tertawa?”

“Maaf! Ibu hanya terpikirkan ucapan sebelumnya dan mengaitkannya dengan sebuah kencan yang ibu tanyakan.”

Jawaban ibunya malah semakin membuat dirinya bingung.

Yamasaki tidak mendapatkan konteks yang dimaksud oleh ibunya.

“Aku benar-benar tidak paham!”

(Singkatnya, ibumu ingin mengatakan kalau kamu baru saja berkencan dengan seorang kakek.)

Natech 002 berkata, membantu menjelaskan maksud dari perkataan itu.

“…!!”

Penjelasan itu tidak butuh waktu lama untuk membuat Yamasaki Zen mengerti. Sesegera mungkin Yamasaki berpaling mencoba untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang hendak tertawa. Entah kenapa semenjak ibunya mulai menertawakan hal itu, sesuatu seperti candaan yang tidak sengaja terbentuk oleh beliau, kini mulai dirasakan efeknya oleh Yamasaki setelahnya.

Seperti halnya bergantian ekspresi wajah.

Beliau kini menjadi bingung melihat Yamasaki Zen yang berpaling dari dirinya.

“Hem? Ada apa, Zen?”

Masih mencoba untuk tidak terlihat kalau dirinya sedang tertawa di hadapan ibunya. Dengan bergegas Yamasaki berlari dan pergi dari tempat itu sambil membalas, “Bukan apa-apa!” lantas dirinya pun menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

Yamasaki menutup pintu kamarnya, dengan heran Yamasaki lantas menilai dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki humor receh, bahkan dirinya masih mempertanyakan alasannya tertawa sebelumnya.

Selagi memikirkannya, Yamasaki hanya bisa tersenyum.

“Dasar konyol sekali, diriku!”

Mengatakannya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya, dirinya pun berjalan menuju kasur.

Ketika mengeluarkan ponsel dari dalam saku seragam sekolahnya. Tepat bersamaan dengan itu, “..!” sebuah notifikasi email masuk dari ponselnya.

Pesan email itu ternyata dari ayahnya.

Tanpa sepatah kata pun, Yamasaki langsung membuka isi pesan yang dikirimkan ayahnya.

Ayahnya terbilang cukup jarang untuk sekadar mengirimkan sebuah pesan email, jika itu terpaksa maka sudah dipastikan pesan itu berisikan hal-hal yang bersifat informatif. Satu pesan pun tidak pernah beliau tuliskan untuk sekadar basa-basi.

Kemudian, Yamasaki pun lantas membaca isi pesan ayahnya.

.

(Hai, Zen, ini ayah! Sepertinya ayah masih belum bisa pulang lagi. Ini mengenai sampel meteorit yang kamu kasih tahu ke ayah. Sebenarnya, ayah masih sangat penasaran untuk menelitinya lebih dalam. Yah, singkatnya sampel itu merupakan sebuah nanoteknologi. Oh, iya! Untuk besok kamu mau nggak, datang ke perusahaan ayah untuk menceritakan kronologinya kepada atasan ayah? Hemm, baiklah kalau begitu. Ayah akan jemput kamu besok pakai pakai mobil. Ayah.)

.

Seperti itulah isi dari pesan emailnya.

“Duh, Ayah. Hanya karena besok aku libur, seenaknya saja memutuskan.”

“Ada apa, Zen?”

Natech 002 bertanya dalam wujud gelangnya.

“Bukan apa-apa, besok ayah aku ingin mengajakku pergi ke perusahaan tempatnya bekerja. Persoalan sampel meteorit yang sampai saat ini masih diteliti dan aku di minta untuk menjelaskan ulang kronologinya kepada atasan ayah aku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa gugup sekali.”

“Bagaimana dengan sekolahnya?”

“Oh… besok ada acara perayaan ulang tahun sekolah. Makanya, besok semua murid akan diliburkan.”

“Ulang tahun sekolah? Ternyata, di zaman ini masih ada saja acara itu.”

“Begitulah. Ha... mau bagaimana lagi. Mau tidak mau, aku harus pergi mengunjungi tempat kerja ayah. Aku hanya harus bersiap untuk besok!”

Sempat menghela napas, Yamasaki tidak ada pilihan lain selain harus menuruti perkataan ayahnya.

1
Wafi_Shizukesa
syapp!
Not Found
semangat kak 😊❤️
Ananda
sangat keren dan menginspirasi
Hibr 'Azraq
11, 12 sama si Taewoon wkwkwk.
Hibr 'Azraq
Fufufu, Tidak baik menolak rezeki Zen...
Hibr 'Azraq
Anak pintar....
Wafi_Shizukesa
lah, kamu mampir dong 😅
Hibr 'Azraq
gila novelnya keren..! semangat Thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!