Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO Bab 32 - Pakai Uangmu Saja
Hari berlalu.
Pagi ini Dinda bangun lebih dulu dari pada Aleia, tetapi dia sedikitpun tidak beranjak dari tempat tidur. Diantara diamnya itu banyak sekali yang Dinda pikirkan.
Tentang sang ibu dan tentang hidupnya sendiri. Mau sampai kapan dia akan pura-pura amnesia di rumah ini?
Dinda menatap langit-langit kamar itu, bahkan langit-langit itu pun terlihat begitu mewah di matanya.
Sejak kemarin dia selalu mendapatkan perawatan yang terbaik, jujur saja saat ini Dinda merasa sudah lebih kuat, ibarat dia sakit dan kini sudah pulih. Hanya tinggal lecet-lecet di lengan dan kakinya saja yang belum begitu kering.
Saat Dinda merasakan Aleia yang menggeliat, buru-buru dia kembali memejamkan mata. Membuat seolah-olah diantara mereka Aleia lah yang lebih dulu bangun.
"Leia, ayo bangun, ini sudah lagi," ucap Aleia, membangunkan gadis malang itu. Sesaat dia merasa lucu ketika memanggilnya namanya sendiri. Namun kemudian dengan cepat dia sadarkan diri dan tidak boleh tertawa. Gadis ini telah banyak mengalami kemalangan, tak seharusnya jadi bahan candaan.
Mendapati Aleia yang membangunkan dia, Dinda pun membuka mata. Membuat tatapan diantara mereka bertemu.
"Aku akan membantu mu mandi," ucap Aleia lagi, seraya bangun lebih dulu dan turun dari atas ranjang.
Dinda hanya menurut, pagi itu dia dimandikan oleh Aleia, menggunakan baju Aleia pula sebagai gantinya.
Diperlakukan sebaik ini membuat Dinda merasa bersalah karena telah berbohong. Rasanya dia tak sanggup lagi untuk membohongi semua orang lebih dalam.
Apalagi Jia dan Alex sudah sangat baik.
"Leia, apa yang kamu pikirkan? dari tadi ku lihat melamun terus," tanya Aleia, dia tengah menyisir rambutnya dan menatap gadis malang itu dari dalam cermin. Saat ini Dinda tengah duduk dipinggiran ranjang.
Dinda hanya menjawab dengan gelengan kepala kecil, artinya tidak ada apa-apa.
"Dari semalam kamu sedikitpun tidak bicara, apa ada sesuatu yang membuat mu takut? kamu tidak nyaman tinggal bersamaku?"
Dinda menggeleng cepat bahkan berulang kali dengan tatapan mata yang dalam. Mengartikan bahwa ucapan Aleia itu salah, bukan tak nyaman, namun dia merasa tak enak hati.
"Kalau begitu ayo bicara? katakan apa yang kamu rasakan? apa yang kamu inginkan?" tanya Aleia lagi, seraya memutar badan dan kini menghadap pada gadis malang itu.
Tapi Dinda malah bingung harus menjawab apa.
"Ya sudah kalau tidak mau bicara, sebaiknya sekarang kita turun. Mommy pasti sudah menunggu di meja makan."
Dinda mengangguk.
Tepat jam 7 pagi semua orang telah berkumpul di meja makan. Sesaat Arion dan Aaron sempat terpana ketika melihat gadis asing itu. Mereka semua terlihat sebaya.
"Leia, kamu cantik sekali," ucap Arion, memuji Leia.
"Terima kasih Rion," jawab Aleia pula dengan menundukkan kepala kecil sebagai bentuk rasa terima kasih khas nona muda.
"Bukan kamu Aleia, tapi Leia," tegas Arion, membuat bibir Aleia seketika mencebik.
Apalagi saat melihat Arion dan Aaron membuat gerakan tangan Tos.
Alex dan Jia hanya tersenyum saja melihat tingkah anak-anaknya. Aleia adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga ini. Meski dia sebenarnya anak kedua, namun lebih terlihat seperti anak bungsu.
Dinda pun diam-diam mengukirkan senyumnya tipis.
Hari itu tak banyak yang Dinda lakukan di rumah ini. Dia hanya menghabiskan waktunya di kamar Aleia.
Sampai malam tiba dan semua orang mulai sibuk untuk entah mau melakukan apa.
"Malam ini kakakku yang kedua akan membawa calon istrinya ke rumah ini, jadi kami akan bersiap untuk menyambutnya," terang Aleia seraya merias dirinya sendiri.
"Setelah aku merias diri, aku juga akan merias mu juga, kata mommy kamu pun harus ikut."
"Tidak!" tolak Dinda, akhirnya dia buka suara setelah hampir 2 hari tidak membuka mulut itu untuk berucap.
Aleia bahkan cukup terkejut ketika mendengar suara lembut itu.
"Kenapa?" tanya Aleia.
"Ini acara keluarga kalian, aku tidak mau kehadiranku menganggu. Aku akan menunggu di kamar, aku akan makan malam di kamar, aku tidak akan keluar," terang Dinda buru-buru dan mendeggar itu Aleia jadi gusar sendiri. Dia langsung bangkit dan memeluk Leia erat. Aleia tau, Leia masih belum sembuh dari trauma yang di deritanya. Kekerasan seksual yang di alami Leia pasti membuatnya tak ingin bertemu dengan banyak orang.
"Baiklah, kamu akan tetap disini. Nanti aku akan menemani kamu makan malam di kamar."
"Terima kasih Aleia."
"Jangan sungkan Leia."
Di tempat lain Alden datang tepat waktu, jam 7 dia menjemput Liora tepat di depan rumahnya.
Alden datang menggunakan motor yang biasanya. Melihat motor itu Liora hanya mampu tersenyum kecut. Dia sudah dandan cantik sekali, masa harus menggunakan motor itu?
"Al, lebih baik kita pakai mobil ku saja."
"Tidak Lio, kita akan pergi menggunakan motor ku."
"Tapi_"
"Cepatlah, keluargaku sudah menunggu."
Dengan perasaan kesal, akhirnya Liora pun menurut, dia mengangkat gaun malamnya dan duduk di atas motor itu. Tidak memakai helm karena Alden bilang dia lupa.
Malam itu Alden melajukan motornya dengan kecepatan tinggi dan melewati gang-gang sempit demi menghindari polusi.
Liora benci sekali, sangat benci dengan perjalanan ini. Tubuhnya sakit semua dan rambutnya jadi berantakan.
Saat tiba di depan rumah utama keluarga Carter tampilannya sudah tak karuan.
Namun kekesalan Liora seketika sirna saat dia lihat rumah megah ini. Diantara rambutnya yang berantakan dia mengukirkan senyum lebar.
"Ini rumah mu Al?"
"Bukan, ini rumah kedua orang tua ku."
"Apa setelah menikah kita akan tinggal disini?"
"Tidak, kita akan tetap tinggal di apartemen ku atau bahkan menyewa kos-kosan yang lebih kecil. Gaji ku sepertinya belum cukup untuk kita berdua tinggal di apartemen itu, uang sewanya pasti naik."
Mendengar itu Liora menganga, sangat terkejut. Bagaimana bisa Alden jadi perhitungan?
"Apa?" ulang Liora seolah tak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Kamu tidak mau? kalau begitu pakai uangmu saja untuk menyewa apartemen yang lebih besar." balas Alden lagi dengan senyum kecil, tersenyum seperti benalu yang siap menempel pada inangnya.
Dan mendengar itu Liora sungguh merasa tak suka.