Oca tidak tahu kalau ternyata Rey sudah bertunangan dengan wanita lain, hingga ia setuju menikah dengan Rey. Tapi, ketika Oca hamil muda mertuanya datang mengancam akan menyakiti bayi yang ada di dalam kandungannya. Oca yang merasa ditipu oleh Rey tidak punya pilihan lain selain merahasiakan kehamilannya dan melarikan diri. Delapan tahun kemudian takdir mempertememukan mereka lagi. Rey mengikat Oca dengan perjanjian kontrak kerja hingga Oca tidak bisa melarikan diri lagi.
Bukan itu saja, Reyhan yang malam itu dikuasai api cemburu melakukan tindakan fatal sampai Oca mengandung anaknya lagi.Apakah Oca akan melarikan diri lagi?
"Paman, jangan menikah dengan wanita penyihir itu!" ucap Tifany pada pria dewasa yang belum lama ia kenal.
"Kenapa?"
"Karena, pria yang baik harus menikah dengan wanita yang baik. Paman lebih cocok menikah dengan mamaku!"
Lantas pria ini pun tertawa, bagaimana mungkin dirinya menikahi istri orang?
Pertemanan antara dua generasi yang berbeda usia itu pun terjalin semakin akrab. Bahkan, jika diperhatikan wajah mereka terlihat mirip. Hingga rahasia besar yang ditutupi ibu Tifany selama ini merubah persahabatan menjadi ikatan darah.
"Kenapa kau sembunyikan darah dagingku? Pantas kami mirip ternyata Tifany memang anak kandungku!"
Jawaban apa yang diberikan Oca kepada Rey? Masih adakah KESEMPATAN KEDUA untuk mereka kembali membina rumah tangga seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon violla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benih
Sudah punya KTP?
Sudah Vaksin?
Kalau belum ... harap diskip saja.
Bocil diharapkan bijak menyikapi bacaan, ya.
...***...
"Kamu gila? Kenapa kamu bawa aku kesini? Ini bukan kamarku, Rey?" Oca mengubah posisi, duduk gelisah di atas ranjang yang dilapisi selimut warna putih.
Wajah Reyhan masih mengetat, ia berbalik arah dan mengunci pintu.
Oca turun dari tempat tidur brusaha merebut kunci dari tangan Reyhan.
"Buka pintunya atau aku teriak biar semua orang datang menangkapmu!" Oca memukul lengan Reyhan tapi, tenaganya tetap kalah membuat Reyhan dengan mudah mendorongnya kembali ka atas ranjang.
"Teriak sepuasmu tapi jangan harap kau bisa keluar dari sini!"
"Memangnya apa salahku? Aku sudah berusaha mengikuti aturanmu! Kenapa kamu bisa semarah ini? Tolong ... jangan melampaui batasanmu, Rey!" Oca berteriak dan melemparkan bantal ke arah Reyhan.
Reyhan tergelak, ia suka melihat Oca ketakutan. Padahal, beberapa hari ini Oca begitu berani bicara lantang dan mengabaikannya.
"Kenapa kau takut denganku tapi, berani menggoda mereka?" Reyhan menyeringai mesum, tangannya bergerak cepat membuka satu persatu kancing kemejanya.
"Apa maksudmu, huh? Siapa yang menggoda mereka? Kamu mau ngapain buka baju?" Oca semakin meringsut sampai punggungnya menyandar di kepala ranjang.
"Aku mau memberimu pelajaran, sudah cukup aku mengulur waktu. Aku menunggu kau berubah dan minta maaf padaku tapi ternyata, kau semakin menjadi! Lihatlah gaunmu ini, kau terlihat seperti wanita penggoda!"
"Tutup mulutmu! Tidak ada yang salah dengan gaunku. Pikiranmu yang harus diberi pelajaran supaya nggak seenaknya menuduh orang!"
"Menuduh katamu? Sudah jelas kau sengaja mempertontonkan lekuk tubuhmu ini untuk menarik perhatian Boby. Kau tidak lihat bagaimana Boby dan yang lainnya melihatmu?"
Reyhan naik ke atas ranjang, ia dikuasai api cemburu, ia tidak perduli kalau saat ini Oca sudah memiliki pria lain di hatinya. Persetan dengan apa yang sudah dilakukan Oca dengan pria lain hingga mereka memiliki anak. Reyhan tidak menampik kalau masih ada sedikit cinta di hatinya. Terbukti, hatinya berkobar melihat mata para lelaki mesum menatap Oca.
Reyhan membuang kemejanya ke sembarangan arah, tubuhnya sudah polos hanya menyisahkan celana yang ia kenakkan.
Oca semakin gemetaran melihat tubuh kekar yang pernah ia miliki. Pikirannya masih jernih ia berusaha menghindar namun, gerakkannya kalah cepat dari Reyhan. Reyhan menarik kakinya hingga ia berbaring seperti semula.
"Lepasin, kamu jangan gila, Rey!"
Telinga Reyhan seakan menuli ia menghimpit kedua paha Oca dan mencekal pergelangan tangannya.
"Kau tidak merindukan sentuhanku?" Reyhan mengendus cengkuk leher Oca, menghirup aroma tubuh yang semakin membangkitkan gairah yang sudah tidur cukup lama.
Hembusan nafas Reyhan berhasil membuat Oca meremang dan merinding. Namun, Oca masih berusaha melawan, meronta dan selalu menggerakkan kepalanya.
Reyhan semakin menggila, bibirnya menyusuri leher Oca dan meninggalkan jejak merah di permukaan kulitnya.
"Stop ... hentikan, Rey ...."
Reyhan menegakkan punggung dan menatap mata sayu Oca. "Mulutmu menolak tapi, tubuhmu menginginkan lebih dari ini. Kau sudah tau apa arti tatapan mereka padamu?"
Oca menggeleng dan membuang muka.
SREK!!!
Hanya dengan satu kali tarikan, Reyhan berhasil merobek gaun Oca sampai membuat dada Oca terpampang di depan mata.
Sontak, Oca terkejut dan melihat Reyhan lagi, tangan yang sudah bebas ia gunakan untuk menutupi aset miliknya. "Kau keterlaluan, Rey! Kenapa kau semakin merendahkan dan menghinaku?"
"Kau sendiri yang membuat dirimu terhina! Asal kau tahu, mereka membayangkan bisa mencumbu, memegang dan menguasai tubuhmu!" Reyhan mere mas dada Oca. "Sekarang kau sudah tau, kan? Apa kau memang sengaja menggoda mereka?"
"Menyingkir dariku, Rey!" Oca memukul dan mencakar punggung Reyhan. "Terserah apa yang kau pikirkan tentangku. Yang pasti kau tidak bisa mencampuri urusanku! Kau tidak berhak melarang dan mengaturku! Kau tidak bisa seenakmu begini!"
Mendengar itu Reyhan semakin tertantang, ia lantas turun dari tempat tidur dan membuka celananya.
Oca memicingkan mata, ia turun dari tempat tidur tapi Reyhan menarik gaunnya.
"Lepaskan aku sia*an!" Oca menyubit tangan Reyhan yang melingkari pinggangnya.
"Kenapa mulut ini semakin liar?" Reyhan menarik gaun Oca sampai jatuh di kakinya. Tubuh Oca nyaris polos membuat permukaan kulit mereka saling bersentuhan.
Reyhan menjatuhkan Oca ke atas ranjang, menindih dan mencumbu Oca tanpa bisa dihindari wanita itu. Reyhan seperti singa lapar yang menguliti mangsanya.
"Jangan, Rey! Kau akan menyesalinya! Jangan sentuh perempuan penggoda ini!" Oca tidak mampu melawan dan menghindari Reyhan. Gerakan tangan dan cumbuan Reyhan berhasil melemahkannya. Oca marah dan kecewa tapi, tubuhnya seperti mendambakan sentuhan Reyhan.
Reyhan tidak perduli, saat ini ia hanya ingin menuntaskan hasratnya. Gejolak tubuhnya menggelora tidak mau lepas dari Oca.
Reyhan sedikit memejamkan mata saat berusaha menyatukan tubuhnya dengan Oca. Aneh, kenapa susah menerobos benteng Oca?nm Kenapa sulit menembus pertahanan wanita ini? Bukankah Oca sudah sering melakukannya dengan pebinor itu?
Namun, Reyhan menyampingkan berbagai pertanyaan di benaknya, ia terus mencoba hingga berhasil merasakan kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan. Reyhan berhenti bergerak, ditatapnya mata Oca yang sudah mengeluarkan air mata. Reyhan tidak tega tapi, tidak mungkin juga berhenti di tengah jalan. Akhirnya Reyhan berpaling muka, menghindari sorot mata tajam yang bisa melemahkannya.
Melawan pun percuma hanya akan membuang tenaganya, Oca tidak menangis lagi, ia pasrah di bawah kungkuhan Reyhan yang masih menguasai tubuhnya. Oca membenci ucapan dan tuduhan Reyhan tapi, kenapa tubuhnya menerima perlakuan laki-laki itu? Apa karena masih ada cinta di hatinya?
Tubuh Reyhan seperti tersengat aliran listrik, menegang dan berdiam diri di atas tubuh Oca, nama Oca keluar dari bibirnya. Namun, senjata miliknya masih berada di dalam menumpahkan benih di sana. Beberapa saat kemudian Reyhan menjatuhkan tubuhnya di samping Oca.
Tangan Oca mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya, mulutnya masih tertutup rapat, matanya menatap nanar langit-langit kamar itu, pikirannya berkecamuk hebat.
'Bagaimana kalau benih ini tumbuh di dalam rahimku? Tidak ... nasibnya bisa sama seperti Tifany yang tidak diketahui keberadaannya.'
Wajah Tifany seperti menari di mata Oca. Membuyarkan lamunan dan kekhawatirannya. Oca tidak mau mengambil resiko, ia berusaha turun dari tempat tidur.
"Akh," rintih Oca merasakan sakit ketika menurunkan kakinya.
Mendengar itu membuat Reyhan membuka mata, dilihatnya Oca sudah duduk memunggunginya.
"Mau ke mana?" Reyhan menyentuh bahu Oca, menyingkap rambut yang menutupi leher jenjangnya, menghitung jejak merah yang ia tinggalkan di sana. Ada kepuasan sendiri di hatinya.
Oca mendesahkan nafas, memilih diam tidak tahu harus bagaimana menghadapi Reyhan sekarang.
...Reyhan duduk dibelakang Oca. "Tidurlah di sini, kau tidak mungkin kembali ke kamarmu dalam keadaan kacau seperti ini." ...
"Nggak ... berikan kuncinya!" Oca menengadahkan tangan. "Aku mau mencegah benihmu agar tidak tumbuh di rahimku!"
Reyhan tergelak mendengarnya. "Kenapa kau takut? Hanya sekali dan untuk malam ini, dulu saja kita sering melakukannya tapi, kau tidak hamil."
'Kau tidak tahu kalau anakmu sudah besar, Rey.' Rasanya ingin sekali Oca mengatakan itu. Tapi, apa mungkin Reyhan akan percaya padanya?
Dering ponsel menarik perhatian Reyhan, masih dalam keadaan polos, ia turun dari tempat tidur dan mengambil benda pipihnya di dalam saku celana yang terletak di dekat kaki Oca.
Oca langsung memalingkan muka dari Reyhan yang tidak tau malu.
'Tara?' Reyhan melirik Oca sekilas mungkin, Tara sudah mendapatkan informasi akurat tentang Oca. Reyhan masuk ke kamar mandi dan menjawab panggilan Tara di sana.
semoga bisa dilanjut lagi ya.
semoga cpt up y