Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 | Notifikasi Like
"So, bukannya itu yang lo harapan hm. Dia mulai goyah, pertunangan itu cuma bisa dibatalin sepihak sama keluarga Baskara, Saka," tutur Boy, remaja sebaya dengan Saka itu mengerutkan dahinya.
Saka terdiam tidak langsung menjawab perkataan Boy, embusan napas berat sang sahabat mengalun.
"Lo mulai aneh, what wrong with you, Bro?" Boy berkacak pinggang menghadap Saka.
'Ya, apa yang terjadi sama gue?' Saka dibuat bertanya-tanya jauh di dalam hatinya, sungguh sangat menjengkelkan di saat Elea tiba-tiba saja sayang menghancurkan kehidupan Saka.
Saka yang tengah berjuang mendapatkan hati Rania sepenuhnya, Elea yang menjadi batu sandungan di hubungan mereka. Bahkan membuat Rania—gadis yang dia cintai celaka, ia tidak menyukai Elea. Lantas sekarang mengapa hati Saka mendadak kacau, di saat ia menangkap keraguan di hati Elea.
"..., gue ngerasa kayak dicampakkan. Harga diri gue terluka," sahut Saka, kepala mengangguk-angguk setelahnya seakan-akan tengah meyakinkan dirinya sendiri.
Boy mencibir, "Lo lagi ngibulin siapa, Saka? Gue ini sahabat lo dari orok. Kita selalu bersama, gue tau lo. Lo mulai beralih hati Saka, dan lo berusaha buat mendustai perasan lo sendiri, huh?"
Kedua kelopak mata Saka berkedip dua kali, Boy menurunkan kedua tangan yang berada di kedua sisi pinggangnya. Kedua tungkai kaki panjang Boy bergerak ke arah sofa, duduk di samping Saka. Tangannya merogoh saku jaket mengeluarkan smartphone, jari jemari panjang Boy bergerak di atas layar. Sosial media yang baru saja dibuat langsung memenuhi layar ponsel, Boy mengutak-atik layar.
"Pria mana yang nggak bakalan jatuh hati liat cewek secantik ini, kalo gue sih nggak bakalan bisa beralih buat nggak liatin dia," celetuk Boy memancing rasa ingin tahu Saka.
Bibir Boy menyeringai, ia beringsut mendekat ke arah Saka. Layar ponsel menampilkan foto Elea tersenyum ke arah kamera, dengan lantar belakang laut di belakang tubuhnya. Manik mata tajam Saka melirik layar dengan tatapan ganjil, Boy menatap Saka dari ekor matanya.
"Kalo lo emang nggak ada niat, dan emang nggak jatuh cinta sama Elea diam-diam. Gue boleh dong, deketin Elea. Toh, kalian nggak serius satu sama lain. Soal David, gue juga bisa menghadapinya. Dia berusaha keras, dan gue bakalan berusaha semaksimal mungkin. Rugi kalo lepasin cewek secantik ini," goda Boy, matanya masih memperhatikan setiap perubahan di raut wajah Saka.
"Lo gila, huh!" seru Saka tanpa sadar menaikan intonasi nada suaranya menghardik Boy.
Boy terkekeh, "Why? Kok lo tiba-tiba kesal sama gue, hm?"
Saka berdecak ia bangkit dari posisi duduknya, jari jemari tangan Saka menunjuk-nunjuk ke arah Boy dengan tatapan tajam. Tidak ada satu pun kata-kata yang bisa ke luar dari bibir Saka, seakan sulit untuk ia jujur pada dirinya sendiri.
"Gengsi,"cibir Boy, "kalo emang suka ngomong, Bung! Lo itu punya peluang paling gede buat dapatin banyak saingan. Elea adalah putri satu-satunya Baskara, terlepas dari seberapa angkuhnya dia. Banyak cowok yang bakalan ngejar dia, meskipun tau dia udah punya tunangan sekali pun."
"Gu—gue udah punya Rania," tukas Saka lantang, lagi-lagi ia mencoba mengingatkan dirinya sendiri jika ia sudah memiliki gadis yang dia cintai.
"Rania, gadis yang udah jelas banget selingkuh di belakang lo. Lo maupun gue tau jelas, yang dia suka dari lo itu apanya lo, Ka. Jika lo bukan siapa-siapa, lo kira dia masih mau buat bertahan di sisi lo. Dia bahkan bisa ninggalin Gala yang dia sukai, buat harta. Jika Gala lebih dari lo, gue berani jamin dia bakalan lari ke Gala."
Apa yang dikatakan oleh Boy seakan menguliti Saka hidup-hidup, lidah Saka kelu tidak bisa membantah apa yang dikatakan sang sahabat. Faktanya demikian, Saka mengerang tertahan. Boy menggelengkan kepalanya, dan terkekeh mencemooh.
...***...
Dua ketukan di daun pintu mengalihkan fokus Elea dari cermin meja rias ke arah pintu, suara Mawar di balik pintu terdengar jelas.
"Buka aja, Nanny!" seru Elea keras.
Pintu ruangan kamar terbuka lebar, Mawar membawa nampan berisikan susu hangat ke dalam ruangan kamar nona mudanya. Ia membungkuk meletakkan gelas susu hangat di atas meja rias, Elea meraih gelas susu menyesapnya perlahan hingga tandas. Diletakkannya kembali gelas di atas meja, Mawar menatap nona mudanya dengan tatapan rumit.
"Kenapa, Nanny?" tanya Elea tanpa mendongak menatap Mawar.
"Anu..., soal bekas luka di tubuh Non Elea. Apakah tidak dilakukan pengobatannya untuk menutupinya?" tanya Mawar hati-hati saat berbicara, ia masih ingat jelas seberapa menakutkan bentuk luka yang tertinggal di punggung Elea.
Keturunan Baskara satu ini terlihat santai, tangan Elea menyentuh punggung belakangnya. Bukti cinta dari masa lalu, penderitaan bak mimpi buruk. Elea tidak bisa menghapusnya atau menyamarkannya begitu saja, ia akan lupa bagaimana wanita itu membentuknya di masa lalu.
Terkadang diperlakukan dengan lembut seolah-olah Elea seperti vas bunga kaca yang bisa pecah namun, ada pula saatnya Elea menjadi samsak untuk melampiaskan emosi dan rasa sakitnya kehilangan.
Kepala Elea menggeleng sekilas, "Jika bekas ini menghilang, tidak akan ada yang berubah Nanny. Semuanya akan tetap sama, rasa sakitnya terlanjur mendarah daging."
Mawar menatap Elea dengan tatapan sendu, penderitaan yang tidak bisa Mawar banyangkan seberapa menakutkannya itu. Seberapa menyakitkannya di setiap cambuk melayang, yang membuat Mawar lebih sakit lagi adalah ekspresi wajah Elea yang terlihat datar seakan tidak ada emosi apapun.
"Pasti sakit sekali," gumam Mawar lirih, "maafiin Nanny Non, andaikan Nanny lebih cepat menemukan Non Elea. Pasti Non Elea nggak akan menderita ini."
Elea menatap lurus ke arah kaca menatap lambat dirinya sendiri, sentuhan lembut Mawar pada punggung telapak tangan Elea terasa begitu hangat. Selama ini ada tiga orang yang menunggu kepulangannya, salah satu dari ketiganya sudah pasti ibu asuhnya ini.
"Tidak apa-apa Nanny, tidak ada rasa sakit yang tersisa," sahut Elea pelan. 'Karena hanya ada kehampaan dan dendam yang tersisa di hati ini.'
Mawar mengusap air mata yang menetes di pipinya, ia mengulas senyum lembut. Tangan Mawar meraih gelas kosong, meletakan kembali ke atas nampan.
"Nanny bisa ke luar sekarang, aku ingin istirahat," tutur Elea pelan.
Kepala Mawar mengangguk, ia melangkah ke luar dari ruangan kamar Elea tak lupa menutup pintu kamar dengan rapat. Elea bangkit dari posisi duduknya, melangkah menuju ranjang derit ponsel di atas nakas menarik perhatian Elea.
Elea meraih smartphonenya, notifikasi dari sosial medianya. Jari jemari lentik Elea menari-nari di atas layar, dahi Elea berlipat di saat ia melihat suka dari username baru. Ibu jari tangan Elea mengetuk username, bibir merah merekah itu terbuka.
"Saka menyukai foto gue?" Elea mengerutkan dahinya.
Bersambung...