NovelToon NovelToon
Kau Hanya Milik ARUNA

Kau Hanya Milik ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aru_na

"aku pernah membiarkan satu Kalila merebut milik ku,tapi tidak untuk Kalila lain nya!,kau... hanya milik Aruna!"
Aruna dan Kalila adalah saudara kembar tidak identik, mereka terpisah saat kecil,karena ulah Kalila yang sengaja mendorong saudara nya kesungai.
ulah nya membuat Aruna harus hidup terluntang Lantung di jalanan, sehingga akhirnya dia menemukan seorang laki laki tempat dia bersandar.
Tapi sayang nya,sebuah kecelakaan merenggut ingatan Aruna,sehingga membuat mereka terpisah.
Akankah mereka bertemu kembali?,atau kah Aruna akan mengingat kenangan mereka lagi?
"jika tuhan mengijinkan aku hidup kembali, tidak akan ku biarkan seorang pun merebut milik ku lagi!"ucap nya,sesaat sebelum kesadaran nya menghilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aru_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30.mempertahankan milik nya

Pagi itu, mentari baru saja merangkak naik, menyinari rumah Arza dengan kehangatan lembut. Aruna sudah rapi, selesai sarapan seorang diri. Arza sudah berangkat ke Puskesmas lebih awal, ada jadwal kunjungan desa pagi itu. Aruna sedang membereskan meja makan ketika sebuah ketukan pelan terdengar di pintu. Ia mengernyitkan dahi. Siapa pagi-pagi begini? Tidak biasanya ada tamu sepagi ini selain Kalila.

Aruna melangkah menuju pintu, dan saat membukanya, ia mendapati Munira, perawat bawahan Arza, berdiri di sana dengan senyum canggung.

"Munira? Ada apa?" tanya Aruna, sedikit terkejut. Dia memang sudah mengenal Munira,suami nya banyak bercerita.

Munira tampak ragu sejenak, lalu tersenyum tipis. "Maaf, Aruna, mengganggu pagi-pagi. aku... aku hanya ingin mengantar ini. Ada beberapa berkas dari Puskesmas yang tertinggal di rumah." Munira menyerahkan sebuah amplop cokelat.

Aruna mengambil amplop itu, tangannya tanpa sengaja menyentuh tangan Munira. "Terima kasih, Munira. Tapi, Mas Arza sudah berangkat."

"Iya,. aku tahu. Makanya aku ke sini," Munira menunduk sebentar, lalu mengangkat kepalanya. Ada raut cemas di wajahnya. "Sebenarnya, ada hal lain yang ingin aku sampaikan, Aruna. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana."

Aruna merasakan firasat buruk kembali mencubit hatinya. Ia memegang amplop itu erat. "Ada apa, Munira? Masuklah dulu."

Munira melangkah masuk dengan ragu, matanya melirik sekeliling. Aruna mengajaknya duduk di sofa ruang tamu. "Silakan, Munira. Ada apa? Jangan sungkan."

Munira menghela napas panjang. "Begini, Aruna. aku tidak bermaksud mencampuri urusan rumah tangga kalian. Tapi... aku merasa tidak enak jika tidak memberitahu mu." Munira tampak gugup, jari-jarinya saling bertaut.

"Katakan saja, Munira," desak Aruna, jantungnya mulai berdebar lebih cepat.

"Ini tentang Kalila," ucap Munira pelan, suaranya hampir berbisik. "Akhir-akhir ini, dia semakin sering datang ke Puskesmas. Hampir setiap hari. Padahal dia tidak ada urusan langsung dengan Puskesmas. Dia bukan staf kami."

Aruna menatap Munira lekat. "Lalu?"

"Dia selalu mencari Mas Arza. Membantunya ini itu, membawakan makanan, bahkan sampai ikut menemani Mas Arza memeriksa pasien di luar Puskesmas," lanjut Munira, kini suaranya terdengar lebih berani. "Kemarin saja, dia ikut Mas Arza sampai sore di Puskesmas, padahal pekerjaan Mas Arza bisa aku bantu selesaikan."

Dada Aruna terasa sesak. Jadi, firasatnya benar. Itu bukan sekadar perasaannya saja. Aroma parfum Kalila di kemeja Arza, kelelahan Arza saat pulang, semua mulai masuk akal.

"Apa Mas Arza tidak menyadarinya?" tanya Aruna pelan, suaranya tercekat.

Munira menggelengkan kepala. "Mas Arza itu orangnya terlalu baik. Terlalu polos. Dia selalu menganggap Kalila seperti adiknya sendiri, yang selalu membantunya." Munira menarik napas dalam-dalam. "Tapi aku sudah mengenal Kalila sejak kecil, dan aku mengerti apa maksud dari sikap nya ini. Dan sekarang,Kalila bersikap seolah-olah dia adalah... ya, seolah-olah dia adalah istri Mas Arza di Puskesmas."

Wajah Aruna memerah menahan amarah dan sakit hati. Jadi selama ini, saat ia berusaha percaya pada Arza, di luar sana Kalila justru bertindak begitu jauh.

"Apa ada hal lain yang dia lakukan?" tanya Aruna, suaranya kini lebih dingin.

Munira ragu sejenak, lalu mengangguk. "Dia pernah... dia pernah bertanya tentang pernikahan kamu dan Mas Arza. Dan dia juga sering menceritakan kenangan dia bersama Mas Arza, seolah ingin menunjukkan betapa dekatnya mereka."

Aruna mengepalkan tangannya. Ia mencoba menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam. "Terima kasih, Munira. Terima kasih sudah memberitahuku."

"Sama-sama, Aruna. aku... aku hanya merasa ini perlu kamu ketahui," Munira berkata, kini sedikit lebih lega. "aku permisi dulu, aruna. Selamat pagi."

"Selamat pagi, Munira." Aruna mengangguk, mengantar Munira sampai ke pintu. Setelah Munira pergi, Aruna kembali ke sofa, duduk termangu. Amplop berisi berkas yang dibawa Munira kini terasa sangat berat di tangannya. Hatinya campur aduk antara kecewa pada Kalila, iba pada kepolosan suaminya, dan marah karena merasa dimanfaatkan.

"Jadi ini yang selama ini Mas tidak lihat," gumam Aruna, menatap kosong ke depan. Keputusannya untuk bersikap ramah pada Kalila terasa seperti sebuah lelucon sekarang. Ia harus melakukan sesuatu. Tidak bisa dibiarkan terus seperti ini.

Aruna duduk termenung, amplop di tangannya terasa dingin, namun hatinya mendidih. Ia teringat kembali semua percakapan Arza tentang Kalila, betapa polosnya suaminya itu. Rasanya ingin sekali Aruna berteriak dan menyadarkan Arza, namun ia tahu itu tidak akan mudah. Arza terlalu memercayai Kalila, menganggapnya adik sendiri. Jika ia langsung menyerang Kalila, Arza mungkin akan menganggapnya cemburu buta, atau lebih buruk lagi, tidak memercayainya.

"Tidak, aku tidak bisa begitu," gumam Aruna. Ia harus cerdik. Ia harus punya bukti, atau setidaknya cara yang membuat Arza melihat sendiri.

Aruna bangkit dari sofa, berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Otaknya berputar cepat, menyusun strategi. Ia tidak akan lagi bersikap pasif. Ia akan menghadapi Kalila, tapi dengan caranya sendiri. Cara yang elegan, namun tegas, dan yang paling penting, cara yang bisa membuka mata Arza.

Rencana pertama adalah mengamati. Aruna memutuskan untuk lebih sering mengunjungi Puskesmas, tentu saja dengan alasan yang masuk akal. Ia akan melihat sendiri bagaimana Kalila berinteraksi dengan Arza dan juga dengan staf Puskesmas lainnya. Ia ingin melihat sejauh mana Kalila berani melangkah di depan umum.

Rencana kedua adalah mencari tahu lebih banyak tentang Kalila. Aruna yakin, jika Munira saja sudah curiga, pasti ada hal lain yang bisa ia gali dari orang-orang desa atau bahkan dari Munira sendiri. Ia akan mencoba berbicara lebih dalam dengan Munira, tanpa membuat Munira merasa ia sedang dimanfaatkan.

Dan yang terakhir, Aruna akan lebih sering datang ke Puskesmas saat jam pulang Arza. Ia ingin memastikan bahwa Arza tidak sendirian lagi dengan Kalila di sana. Ia akan menjadi "bayangan" Arza, seperti Kalila selama ini, namun dengan niat yang murni melindungi.

"Aku akan buat perhitungan denganmu, Kalila," bisik Aruna penuh tekad. Matanya memancarkan api yang tak terlihat oleh Arza. "Kau sudah berani mengusik ketenangan rumah tanggaku, dan itu tidak akan kubiarkan."

Aruna menatap amplop di tangannya. Berkas-berkas Arza yang tertinggal ini bisa menjadi alasan bagus untuknya datang ke Puskesmas nanti. Ia akan membawa berkas ini sendiri, mengantarkannya langsung kepada Arza, dan sekaligus memulai rencana pengamatannya.

Siang itu, Aruna memutuskan untuk menjalankan rencana pertamanya. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan memastikan semuanya rapi, ia berganti pakaian. Bukan daster rumahan lagi, melainkan gaun terusan sederhana namun elegan yang menonjolkan siluet tubuhnya yang langsing.

Ia memulas sedikit lipstik dan merapikan rambutnya, menampilkan aura seorang istri yang percaya diri dan berhak atas tempatnya. Amplop berkas Arza ia pegang erat, alasan yang sempurna untuk kehadirannya di Puskesmas.

Sesampainya di Puskesmas, suasana cukup ramai. Beberapa pasien sedang menunggu di lobi, dan perawat Munira terlihat sibuk melayani.

Aruna melangkah masuk dengan tenang, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia melihat Arza sedang berbicara dengan seorang pasien di salah satu ruangan, dan Kalila... Kalila sedang duduk di meja resepsionis, seolah-olah dialah yang bertugas di sana, berbicara akrab dengan seorang ibu-ibu pasien.

Melihat Aruna datang, senyum di wajah Kalila sedikit memudar,

"Aruna..."

1
Aruna
runa nya takut di culik di jalan 😁
kalea rizuky
pergi aja runa
kalea rizuky
bodoh bgt pergi aja Aruna suami mu bloon
Aruna: sabar sabar😄
total 1 replies
kalea rizuky
g tau malu uler
kalea rizuky
pelacur gatel kalila
kalea rizuky
gt donk mun g usa ganggu suami orang
kalea rizuky
cewek gatel ulet bulu ganggu aja
kalea rizuky
jd arza uda tau Aruna kembaran Kalila kah
kalea rizuky
Walid astaga ngakak/Curse//Curse/
Zudiyah Zudiyah
,hemmm sangat mirissss
rofik 1234
Perasaan campur aduk. 🤯
Aruna: benarkah?😁
total 1 replies
Shinichi Kudo
Aku udah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu. Keep writing! 💕
Aruna: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!