Seoson 1.
Cilla Andini harus berjuang seorang diri membesarkan anaknya, Aji Putra. Tapi siapa yang sangka jika Aji kecil ternyata adalah seorang anak yang genius. Berkat kegeniusannya, Aji sering membantu mamanya terbebas dari suatu masalah.
Suatu hari, takdir mempertemukannya dengan seseorang yang ternyata dia adalah ayah biologis Aji.
Bagaimana sikap Aji pada orang tersebut?
Apakah Aji bahagia atau amarah dan dendam lebih menguasai hatinya?
Seosen 2.
Aji hilang ingatan saat pesawat terbang yang dia tumpangi meledak karena dibajak para mafia. Luka diwajahnya yang terlalu parah, mengharuskannya untuk operasi plastik.
Saat datang ke Indonesia, samar-samar ingatannya kembali lagi tapi belum sempurna. Dia merasa pusing dan kesehatannya menurun, sehingga harus di rawat di rumah sakit.
Akankah ingatan Aji kembali?
Bagaimana nasib keluarga Aji di Indonesia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tompealla kriweall, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman
Aji dan Cilla masih berusaha untuk membuka pintu dengan kawat yang mereka temukan di kamar mandi kamar tersebut. Tapi sepertinya mereka belum juga berhasil membukanya. Cilla sudah mulai putus asa dan membiarkan Aji yang memutar-mutar kawat tersebut pada lubang kunci pintu.
"Kalau tidak bisa, jangan dipaksakan Sayang. Nanti malah patah dan kita benar-benar tidak bisa keluar dari kamar ini." Cilla mengingatkan Aji.
Aji akhirnya melepaskan potongan kawat yang masih dia pegang. Keduanya sama-sama terduduk, dengan nafas yang memburu karena lelah. "Aji capek Ma. Mau minum," kata Aji pada mamanya.
Cilla mengedarkan pandangannya mencari botol atau apapun itu, yang mungkin ada didalam kamar tersebut. Untungnya, penculik itu masih memiliki hati. Dia meletakkan sebotol air mineral dalam ukuran sedang dengan dua roti diatas meja dekat tempat tidur.
Cilla segera mengambil botol air mineral tersebut dan membukanya dengan cepat. Dia membantu Aji untuk minum. "Aji mau makan? Itu ada roti juga disana," kata Cilla menawarkan pada Aji.
Aji mengeleng pasti. Dia memang tidak lapar. Dia hanya ingin segera keluar dari kamar tersebut dan bisa bertemu lagi dengan papanya.
"Ma. Apa papa mencari kita?" tanya Aji tiba-tiba.
"Tentu saja Sayang. Papa pasti kebingungan saat kita tidak ada di rumah sakit tadi. Begitu juga dengan Oma. Mereka berdua pasti merasa bingung dengan kepergian kita yang tiba-tiba tanpa pamit," jawab Cilla menjelaskan pada anaknya.
"Tapi siapa orang yang bicara diluar tadi. Terus siapa yang diajak bicara dan tidak boleh lapor polisi juga?" Aji terus bertanya pada mamanya, Cilla, yang sudah pusing dan semakin pusing, karena belum bisa menjelaskan tentang apa yang ditanyakan anaknya itu.
"Mama tidak tahu Sayang. Kita beroda saja ya, semoga secepatnya kita bisa keluar dari kamar ini," kata Cilla memberikan penjelasan pada Aji, bahwa di juga sama, tidak tahu apa-apa.
*****
Di rumah sakit saat Gilang membuat laporan di pos Security. Gilang sudah menghubungi beberapa temannya yang berprofesi sebagai polisi. Dia juga mengirimkan foto Aji dan Cilla pada mereka. Bahkan, dia juga meminta pihak kepolisian menghubungi pihak bandara untuk mencegah penculik tersebut membawa kabur Aji serta Cilla keluar negeri.
"MI. Sebaiknya mami pulang saja ya!" Gilang mengusulkan agar maminya pulang ke rumah, demi kelancaran dirinya saat pencarian ini.
"Tapi Mami cemas Gilang. Pasti Mami juga tidak akan tenang di rumah," jawab mami Rossa dengan wajah yang tidak karuan cemasnya.
"Tapi kalau Mamibijut malah menjadi tambsh repot juga nantinya," kata Gilang memberikan alasan.
"Baiklah. Mami akan pulang. Tapi tetap beri Mami kabar ya jika ada apa-apa!"
Akhirnya mami Rossa setuju untuk pulang terlebih dahulu. Gilang segera mengantar maminya itu ketempat parkir dimana supir masih setia menunggu.
"Pak. Langsung pulang ya. Jangan mampir ke mana-mana!" Gilang memberikan instruksi pada supir maminya.
"Ya Den," jawab supir tersebut patuh.
Setelah mobil mami Rossa keluar dari halaman parkir rumah sakit, Gilang kembali ke pos Security untuk melihat lebih teliti tangkapan layar CCTV yang mengarah pada lorong tempat mereka berada tadi.
"Bagaimana Pak?"
"Bagaimana Pak. Ada yang mencurigakan?" tanya Security dan ahli IT hampir bersamaan.
"Sebentar," jawab Gilang mengangkat tangannya untuk memberikan instruksi agar layar CCTV di perlambat.
"Lihat. Dari arah lorong itu, anakku masih bisa terlihat. Tapi setelah itu tidak ada lagi tangkapan sosoknya di lorong yang lain-lainnya, tidak ada lagi tangkapan mereka berdua di pintu keluar juga. Lalu bagaimna bisa mereka berdua hilang dan tidak ditemukan di rumah sakit ini?" Gilang tidak bisa mencerna keganjilan yang ada di layar CCTV itu.
"Lihat. Hanya ada mobil sampah yang tampak keluar di jam menghilangnya mereka. Sedangkan mobil yang masuk hanya ambulans dan beberapa mobil penggunjung serta pasien. Tidak ada satupun mobil yang keluar dari antara jam itu. Jadi bisa dipastikan jika mereka berdua ada di mobil sampah tersebut!"
Analisa Giang bisa diterima oleh Security dan juga ahli IT rumah sakit. Kini Gilang meminta copyan rekaman tersebut untuk dibawa ke kantor polisi sebagai bahan penyelidikan selanjutnya.
"Baiklah. Terima kasih atas kerjasama ini. Saya akan diam selama anak dan istri saya belum ketemu. Saya tidak ingin berita ini menjadi santapan publik. Jaga rekaman aslinya, jika saya membutuhkan lagi, saya akan menghubungi kalian berdua."
Gilang meminta keduanya, Security dan ahli IT, untuk diam dan tidak menyebarkan berita penculikan itu. Tentunya mereka berdua juga mau bekerja sama. Mereka tidak ingin reputasi rumah sakit jatuh dan mendapatkan citra buruk di mata masyarakat. Apalagi mereka pasti akan mendapatkan sangsinya juga.
Gilang segera pamit dengan membawa copyan rekaman tersebut. Dia segera pergi kekantor polisi tempat temannya bertugas. Di sana, temannya sudah menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk penyelidikan ini.
Tapi sebelum Gilang memasuki halaman kantor polisi, ada seseorang yang menelponnya, dan itu nomer yang tidak dikenal.
..."Hallo," jawab Gilang begitu sambungan telepon terhubung pada orang di seberang sana....
..."Ya, hallo," jawab seseorang yang tadi menghubungi Gilang....
..."Siapa ini?" tanya Gilang curiga....
..."Seseorang yang sedang bersama anak dan istrimu," jawab orang tadi dengan nada sinis....
..."Dimana Kamu? Jangan jadi pengecut!" Gilang sudah mulai jengkel dan emosi....
..."Tenang saja. Mereka berdua baik-baik saja. Kamu bisa datang menjemput mereka dengan syarat," kata orang itu menjelaskan....
..."Syarat? Apa syaratnya?" tanya Aji cepat. Dia sudah menduga jika penculik tersebut pasti akan meminta imbalan....
..."Datanglah sendiri. Aku hanya butuh tanda tanganmu saja. Ini bukan soal tebusan," kata penculik itu mematahkan pemikiran Gilang....
..."Hanya itu?" tanya Gilang tidak percaya dengan apa yang dikatakan penculik tadi. Ini tidak mungkin semudah yang dia pikirkan....
..."Iya, hanya itu. Tapi ingat! Kamu harus datang sendiri tanpa melapor pada polisi!"...
..."Lalu?" tanya Gilang tidak sabar....
..."Ya, nanti aku akan kirim alamatnya. Tapi ingat, kamu datang sendiri. Jika kamu melanggar aturan ini, meskipun aku tertangkap, kamu tidak akan bisa menemukan mereka berdua dalam keadaan selamat!"...
Penculik tadi kembali mengingatkan pada Gilang jika dia tidak diperbolehkan untuk melapor pada polisi dan diharuskan untuk datang ke tempat yang sudah ditentukan seorang diri.
Gilang menghela nafas panjang. Dia sudah hampir sampai di kantor polisi dan harus kembali tanpa melapor? Padahal temannya sudah menunggunya. Apakah dia sedang di intai? Jika iya, bisa jadi orang tadi memiliki mata-mata untuk mengawasi semua aktivitasnya, termasuk jika dia sampai melanggar persyaratan dan melaporkan ke polisi.
Gilang menjadi ragu antara melapor dan tidak ke kantor polisi. Jika melapor, dia takut ancaman itu benar terjadi dan akan mengakibatkan sesuatu yang tidak dia inginkan pada Aji dan juga Cilla. Tapi jika tidak melapor, bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan bantuan untuk mengatasi semua permasalahan ini. Gilang meremas rambutnya sendiri dengan perasaan yang kesal dan juga cemas.
Akhirnya Gilang menelpon seseorang untuk segera menemuinya di rumah. Dia berharap, apa yang dia lakukan kali ini tidak menjadi perhatian penculik tersebut, sehingga Aji serta Cilla tetap selamat sampai pada waktu ditemukan nantinya.