Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi ke Pasar
Setelah membenarkan resleting milik sang istri, Zayen segera masuk ke kamar untuk mandi. Sedangkan Afna mulai memoles wajahnya, dan memakai lipstik yang tidak terlalu terang dan juga tidak terlihat tebal.
Afna masih fokus di depan cermin, tatkala memperhatikan penampilannya sendiri. Takut, jika terlihat buruk dimata orang lain. Afna berkali kali menepuk nepuk wajahnya dan tersenyum mengembang.
Tanpa Afna menyadarinya, Zayen yang sudah berada didepan pintu kamar mandi ikut tersenyum saat memperhatika istrinya.
"Kamu berdandan untuk siapa?" celetuknya mengagetkan konsentrasi Afna yang masih fokus didepan cermin. Disaat itu juga, Afna dibuatnya kikuk. Malu, pastinya.
"Aku berdandan untuk....." jawabnya terhenti seketika. Afna bingung harus menjawab dengan kalimat seperti apa, pikirnya.
"Katakan, untuk siapa kamu beradandan secantik itu." Masih dengan serius Zayen menanyakannya.
"Untuk diriku sendiri, iya untuk diriku sendiri. Kenapa, tidak boleh?" jawabnya balik bertanya.
"Bagaimana caranya kamu akan memandangi wajahmu di pasar, hah? kamu mau bawa cermin? yang benar saja."
Afna semakin bingung dan juga kikuk, dirinya bingung harus berkata apa kepada suaminya. Apa iya, dirinya harus menjawab berdandan untuk suami. Ucapan seperti itu hanya akan terasa seperti pengemis cinta, pikir Afna sambil menyusun kosa kata yang pas untuk diucapkannya.
"Tidak juga, memang berdandan untuk diri sendiri itu harus memandangi dirinya sendiri. Yang benar saja, aku rasa cukup merasakannya saja."
"Iya. Lalu orang lain yang menikmati kecantikan kamu, begitu. Aaah! sudahlah, terserah kamu saja. Cepatlah untuk bersiap siap, nanti keburu kesiangan kita pergi ke pasarnya.
Afna hanya mengangguk, setelah itu langsung menyambar tisu didepannya. Kemudian segera mengelap bagian wajahnya dan juga bibirnya. Zayen sambil mengenakan bajunya sambil melirik kearah Afna yang sedang sibuk mengelap bagian wajahnya. Zayen hanya tersenyum sambil merapihkan penampilannya.
"Kenapa kamu menghapusnya, nanti tidak terlihat cantik loh."
"Biarin saja, toh! aku sudah bersuami ini. Tidak penting untuk dandan di luar rumah, 'kan?" jawabnya beralasan.
"Oooh, sudah bersuami. Aku rasa kamu belum sepenuhnya bersuami, hanyavmasih dalam status saja."
"Sudahlah, ayo kita berangkat ke pasar." Ajak Afna, agar bisa menghindar dari pertanyaan suaminya.
"Kamu yakin? aku takut kamu akan mendapat cibiran lagi."
"Biarin saja. Aku tidak takut, toh! aku sudah mempunyai suami."
"Pegang tongkatnya, aku akan menggendongmu.Jangan protes, dan jangan banyak bicara."
Afna hanya mengangguk, dan tidak berani untuk bersuara. Takut, jika akan kalah dalam beradu argumen.
Setelah sampai didepan rumah, Zayen segera menurunkan Afna di tempat duduk. Tepatnya di teras rumahnya, Zayen langsung mengunci pintunya.
Tin tin tin tin... gendang telinga Zayen terasa panas mendengarkannya. Zayen segera membalikkan badannya kearah sumber suara.
"Bos, mau kemana?" tanyanya sambil turun dari mobilnya.
"Aku mau pergi ke pasar, ada apa?" jawabnya bertanya balik.
"Anu, itu, Bos."
"Anu, anu, apa Vik."
"kita jadi berangkat tidak, Bos?" tanyanya sedikit takut. Afna yang menangkap ekspresi Viko semakin penasaran, dengan serius dan sebisa mungkin Afna dapat menangkap apa yang tengah dibicarakan oleh Zayen dan Viko.
"Nanti malam, sekarang aku mau menemani istriku pergi ke pasar. Kalau kamu tidak keberatan, jaga rumahku. Nanti aku berikan sarapan pagi, aku tahu kamu belum sarapan." Jawabnya, sedangkan Viko hanya tersenyum malu.
"Bos tahu saja, jika aku belum makan."
"Ya sudah, ini kuncinya. Aku sudah mengganti kuncinya, karena aku sudah beristri. Aku sudah tidak membiarkan kamu masuk rumah ini semaumu seperti dulu. Sekarang sudah banyak larangan untuk kamu tanpa seizinku."
"Ok, Bos. Siap! aku akan menunggu Bos sampai pulang."
"Bagus, mana kunci mobilnya."
"Ini, Bos." sambil menyerahkan kunci mobil Viko bergeleng geleng kepala. Bagaimana tidak, Zayen saja memegang kunci mobilnya. Tetapi tetap memintanya kepada Viko.
'Bos ini aneh, kunci mobil saja sudah ada padanya. Kenapa mesti memintanya lagi kepadaku, lagian itu mobil juga miliknya. Tajir, tapi tidak berani menunjukkan kepada istrinya.' Gumamnya sambil garuk garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Vik, buka pintu mobilnya. Jangan melamun saja kamu, cepetan." Perintah Zayen yang sudah menggendong istrinya.
"Iya, Bos." Viko langsung cepat cepat membuka pintu mobilnya.
"Jangan lupa, ambilkan tongkat penyangga milik istriku." Perintahnya lagi, dengan sigap Viko langsung mengambilkannya.
"Ini, Bos. Kenapa tidak pakai kursi roda saja, Bos. Kasihan dengan istrinya Bos, jika harus berjalan menggunakan tongkat penyangga. Lagian juga, Bos naik mobil. Apa susahnya membawa kursi roda, iya 'kan?" Viko sedikit takut saat mengingatkan Bos nya.
"Biarin saja, aku rasa istriku bisa berjalan dengan tongkat penyangga. Sudahlah sana masuk rumah. Jika ada yang mencariku, kamu jangan memberitahunya."
"Siap, Bos." Jawabnya, kemudian langsung masuk kedalam rumah.
Sedangkan Zayen segera menyalakan mesin mobilnya, kemudian melajukannya dengan kecepatan sedang. Afna merasa heran dengan sang suami, dirinya merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya. Ditambah lagi dirinya tidak mengetahui pekerjaannya, Afna semakin penasaran dengan sosok Zayen yang tidak lain adalah suaminya.
"Kenapa kamu diam, ada masalah?" tanyanya sambil fokus dengan setianya.
"Tidak, ini mobil bagus." Jawabnya asal.
"Oooh, kirain kenapa. Iya, mobil Viko sangat bagus. Karena dia pekerja keras. Tapi sayangnya Viko pemboros, uangnya selalu untuk berfoya-foya. Berbeda denganku, karena aku berpikir akan memiliki istri. Jadi, aku tabung untuk masa depan anak anak. Tapi aku tidak tahu, bagaimana caranya agar aku bisa mempunyai anak. Aaah! sudahlah, kamu jangan ikut membahasnya. Pikiran kamu belum sampai, kita fokus kesembuhan kaki kamu itu jauh lebih penting." Ucapnya fokus pandangannya lurus kedepan, Afna hanya berdiam diri sambil menyandarkan kepalanya di jendela kaca mobil.
Berkali kali Afna merasa terpojok, ditambah lagi suaminya kalau bicara selalu melancong kemana mana. Hingga membuatnya terasa geli, Afna menyadari akan pernikahannya yang terbilang dadakan. Namun, mau bagaimanapun Afna akan berusaha untuk mengikuti jalan cerita hidupnya dengan lapang dada.
Karena tidak mendapati respon dari sang istri, Zayen tetap fokus pada setirnya dan fokus pada pandangannya lurus kedepan.
Tidak lama kemudian, Afna telah sampai di pasar tradisional. Afna celingukan melihat sana sini, ditambah lagi dipadati banyak orang.
"Ramai sekali pasarnya, apakah setiap hari seperti ini ramainya? atau beberapa pekan sekali." tanya Afna membuka suara sambil melepaskan sabuk pengamannya.
"Setiap hari, pasar tradisional selalu buka sampai malam." Jawabnya sambil melepaskan sabuk pengamannya juga.
"Pasti semua dagangannya segar segar, jadi tidak sabar ingin segera turun."
"Kamu yakin? aku takut kamu akan jatuh, karena banyak orang yang lalu lalang."
"Aku tidak takut, karena kamu akan berada di sampingku."
"Baiklah, ayo kita turun." Ajaknya, kemudian segera turun dan membantu sang istri untuk berdiri sambil menggunakan alat bantu penyangga pada tubuhnya.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik