Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 29 - Bisakah sembuh?
"Ada apa ini?!"
Belum hilang rasa tegang di dada semua orang ketika sebuah suara berat terdengar dari pintu utama.
Semua kepala pun menoleh bersamaan dan melihat Adrian sedang berdiri di ambang pintu besar vila dengan mengenakan setelan formal gelap yang membuat aura kewibawaannya semakin dominan.
Matanya tajam menyapu ruangan, lalu tertuju pada Rangga yang kini bersandar lemas di pelukan Azura, dan keluarga Azura yang berdiri kaku di sisi ruangan.
Lalu, salah satu asisten mendekat dengan cepat dan membisikkan sesuatu ke telinga Adrian.
Sekejap kemudian wajah Adrian mengeras, sorot matanya pun berkilat penuh amarah.
"Oh, jadi begitu..." gumamnya, sementara matanya menyapu para penjaga dan asisten satu per satu.
"Jadi kalian TIDAK BECUS menjalankan perintahku? Aku sudah bilang dengan jelas, jangan izinkan sembarangan orang masuk ke vila ini tanpa seizinku!," bentak Adrian meledak, hingga membuat semua orang di sana tersentak.
Para penjaga dan asisten spontan menunduk, bahkan sebagian dari mereka tubuhnya gemetar karena ketakutan.
Tak seorang pun berani menyahut, karena udara disana semakin menekan seolah hujan besar akan segera mengguyur.
Berbeda halnya dengan Rita yang langsung tersenyum penuh kepura-puraan dan segera menghampiri Adrian seolah tak terjadi apa-apa.
"Pak Adrian… Anda sudah datang." Suaranya dibuat semanis mungkin lalu menoleh ke Azura. "Kami hanya ingin mengunjungi anak dan menantu kami. Tentu itu bukan hal yang salah, bukan?."
Namun Adrian tidak menggubris. Ia hanya melangkah begitu saja melewati Rita, seolah wanita itu tak lebih dari bayangan di balik kaca jendela.
Adrian berjalan menuju Azura dan Rangga, lalu berjongkok di hadapan mereka.
"Azura… Apa kau baik-baik saja?," tanya Adrian.
Azura menjawabnya dengan mengangguk, meski wajahnya masih terlihat lelah. Sedangkan Rangga masih bersandar di pelukannya dengan mata yang sayu dan kepala yang terus menempel di pundaknya.
Adrian lalu memberi isyarat pada dua penjaga dan memberi perintah. "Bawa Tuan Muda ke kamarnya. Lakukan dengan hati-hati."
"Baik, Tuan."
Dua penjaga itu segera membantu Rangga berdiri. Tapi Rangga menatap Azura sambil bergumam, "Jangan pergi... Azura... jangan tinggalkan aku..."
"Aku akan segera menyusul. Tenanglah," balas Azura sambil tersenyum dan menyentuh pipi Rangga dengan lembut.
Rangga akhirnya menurut dan iapun dibawa masuk ke lantai atas dengan langkah pelan dan kepala yang tertunduk di iringi beberapa asisten yang mengikuti di belakang.
Kini Adrian berdiri kembali, lalu mengalihkan pandangannya pada Rita dan Nadine dengan tatapan yang tajam seperti pedang.
"Kalau kalian datang hanya untuk menciptakan keributan, mempermalukan menantuku dan memperolok suaminya, maka kunjungan kalian bukan hanya tidak diterima… tapi KUTOLAK sepenuhnya."
"Pak Adrian, kami—"
Rita berusaha menyela tapi Adrian langsung mengangkat tangan dan menyuruhnya diam.
"Jangan bersikap seolah kau peduli. Aku sudah cukup tahu bagaimana kalian memperlakukan Azura dulu. Dan hari ini, kalian kembali datang untuk membuatnya terluka?."
"Aku hanya—"
"Cukup!," bentak Adrian. "Jika kalian tidak punya urusan lain, aku minta kalian angkat kaki dari vilaku sekarang juga. Dan ingat, aku tidak akan membiarkan seorang pun mengganggu keluargaku. Tidak lagi."
Rita dan Nadine pun membeku. Nadine memegangi lengannya yang masih sakit karena hampir ditarik Rangga tadi. Wajah mereka merah padam antara malu, takut, dan kesal.
Kemudian Adrian memberi isyarat pada penjaga. "Antar mereka keluar. Pastikan gerbang dikunci rapat."
"Dengan senang hati, Pak," jawab salah satu penjaga seraya menahan senyumnya seolah merasa puas.
"Dasar sombong. Kalau bukan karena kita—" dengus Rita sambil mengayunkan tasnya ke bahu.
"Simpan kebencianmu itu. Dunia ini terlalu kecil untuk orang seperti kalian menyebarkan racun," potong Adrian dingin.
Dengan berat hati dan wajah penuh kekesalan, Rita dan Nadine pun digiring keluar vila menemui Wirawan yang menunggu mereka di mobil.
Ya, karena saat Rita dan Nadine kembali memasuki vila, Wirawan tidak ikut masuk bahkan melarang mereka. Namun mereka tidak menggubrisnya.
Dasar para wanita...!! Hehe kita kembali lagi ke cerita di dalam rumah...
Adrian berbalik dan mendapati Azura masih berdiri di tempat yang sama sambil menahan air matanya.
Ia lalu mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Azura. "Mulai sekarang, kau tidak sendirian, Azura. Aku akan melindungi kalian berdua… dengan cara apa pun."
**
Setelah memastikan keluarganya benar-benar telah pergi, Azura berjalan cepat menuju kamar untuk menemui Rangga. Tapi langkahnya terasa berat… seolah setiap injakan di lantai marmer itu bergema bersamaan dengan satu kalimat yang terus berputar di pikirannya.
"Ingat! Kau tidak bisa macam-macam. Ayahmu masih ada dalam genggamanku. Tentunya kau tidak ingin terjadi sesuatu pada ayahmu itu, jika kau tidak menuruti keinginanku…"
Azura menggigit bibirnya sendiri dan mencoba mengusir suara itu dari kepalanya. Tapi sulit.
Ancaman Rita tadi begitu nyata. Sorot matanya yang penuh licik… senyum miringnya… dan tatapan Nadine yang penuh hinaan. Semuanya sangat menusuk hati.
"Apa maksudnya? Kenapa Bu Rita mengancam dengan cara seperti itu? Apa ayah baik-baik saja?," batin Azura, bahkan tangannya sampai gemetar saat menyentuh gagang pintu kamar.
Ceklek!
Perlahan ia membuka pintunya dan langsung melihat Rangga di atas ranjang, duduk menyender di headboard sambil memeluk lututnya.
"Rangga… ini aku."
Rangga tidak menjawab. Matanya hanya sedikit bergerak melirik ke arah Azura, lalu kembali menunduk. Azura pun mendekat, lalu duduk di tepi ranjang.
"Maafkan aku. Aku seharusnya tidak membiarkan siapa pun datang dan membuatmu takut," ucap Azura lirih dan penuh penyesalan.
Rangga lalu memiringkan kepalanya seperti anak kecil yang tidak paham, lalu menggumam, "Mereka jahat… mereka tertawa… Azura sedih…"
Azura tertegun dan hatinya pun mencelos. "Kau… kau melihatnya? Kau tahu aku sedih?," tanyanya.
Rangga pun mengangguk perlahan, lalu meraih tangan Azura dan meletakkannya di dadanya sendiri. "Jangan pergi… di sini ada Azura… aku tenang kalau Azura ada."
Air mata Azura pun akhirnya menetes karena tidak terbendung.
"Aku di sini, Rangga. Aku tidak akan kemana-mana. Tapi…" ucap Azura menggantung sambil menunduk, lalu matanya menatap jari-jarinya sendiri. "Bagaimana jika orang yang penting dalam hidupku… terancam? Apa aku harus diam saja? Apa aku harus menyerah… dan kembali ke hidup yang dulu?."
Rangga lalu mengangkat wajahnya dan mengelus rambut Azura dengan gerakan yang canggung tapi tulus. "Jangan bersedih…."
Azura semakin terisak, lalu menunduk dan memeluk Rangga dengan erat.
"Aku janji… aku akan melindungi kamu. Tapi kamu juga harus bantu aku ya, Rangga."
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong