Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22. Penyesalan
Bu Ratu menangis tersedu-sedu karena anaknya adalah lelaki penyebab kehancuran menantunya yang paling disayangi itu.
“Mama doakan yang terbaik untuk rumah tangga kalian. Semoga cinta kalian tak terpisahkan dan semakin besar dengan ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kalian berdua,” cicitnya Bu Ratu sebelum meninggalkan ruang pantry dapur.
Bara berjalan gontai ke arah kamarnya sambil membawa sebuah cangkir yang berisi kopi yang masih mengepul asapnya.
Air matanya masih sesekali menetes membasahi pipinya.”Ya Allah ijinkan dan berikanlah aku waktu dan kesempatan untuk mengubah duka ini menjadi kebahagiaan.”
Di luar sana masih terdengar suara rintikan hujan yang turun membasahi atap rumahnya.
Pintu kamarnya berderit ketika dia membuka pintu bercat putih itu. Dia memindai setiap sudut kamarnya dan tatapannya tertuju kepada seorang perempuan muda yang bergelung di dalam selimutnya.
Bara menyimpan cangkir kopinya di atas meja nakas kemudian berjalan ke arah ranjangnya. Ia memperhatikan dengan seksama wajah teduh sang istri, beberapa jam lalu menangis dan berteriak histeris ketakutan.
Bara mengecup keningnya Rara,” maafkan suamimu ini, karena kesalahanku kamu harus hidup dalam trauma. Maaf aku tidak bermaksud untuk menyakitimu apalagi untuk melukaimu. Semuanya terjadi begitu saja.”
Bara mengusap perutnya Rara yang sudah kelihatan membesar di usia kehamilannya yang baru tiga bulan lebih itu.
“Makasih banyak kamu sudah hadir di tengah-tengah kami meskipun kamu hadir dengan cara yang tidak baik, tapi ayah janji akan memberikan segalanya yang terbaik untuk kamu dan bunda,” cicitnya Bara sambil mengusap cairan bening yang menumpuk di kelopak matanya.
Bara berjalan ke arah lemari karena belum mengantuk, tapi tiba-tiba suara getaran terdengar dari ponselnya Rara. Bara berjalan ke arah samping dan melihat ada dua buah ponsel. Baru hari ini, dia mengetahui kalau Rara memakai dua HP sekaligus.
Bara mengerutkan keningnya melihat hp tersebut,” siapa yang mengirim chat ke nomornya malam-malam begini? Aku baru nyadar kalau dia pake dua hp rupanya kirain cuman satu.”
Iseng-iseng Bara yang penasaran mengambil ponsel itu kemudian membuka layar ponselnya dan ternyata terkunci. Tapi, bukan Bara namanya kalau tidak kepo dengan hp pasangannya sendiri.
Bara membuka pola kunci dan ternyata mudah membukanya hanya dengan sekali saja yaitu menggunakan tanggal ulang tahunnya Rara.
Dia melihat ada beberapa pesan dari orang yang bernama kak Dewa, hatinya mendidih, di dalam dadanya bergemuruh karena rasa cemburunya menguasai dirinya ketika membaca pesan chat itu.
“Rara, aku masih sangat mencintaimu, kenapa kamu begitu tega menikah dengan pria lain. Sedangkan aku masih berstatus kekasihmu.”
“Azzahra Elara Sofia hanya kamu gadis yang aku cintai dan sayangi di dunia ini. Aku nggak mencintai Hani dan gue punya alasan khusus kenapa aku berselingkuh dengan wanita yang sama sekali nggak aku suka.”
Bara mencengkram kuat benda pipih yang ada di dalam genggaman tangannya saking marahnya membaca pesan chat yang ditujukan untuk istrinya.
“Gue nggak bakalan ngijinin dan biarkan pria lain mendekati perempuan yang menjadi milikku!” geramnya Bara yang hampir saja meremukkan ponselnya Rara seandainya tidak cepat-cepat menyadari apa yang sedang diperbuatnya.
Bara beristighfar beberapa kali agar tidak kalap dan menyakiti dirinya sendiri.”astaghfirullah aladzim.”
Dia kemudian membuka layar ponselnya Rara yang baru dan ternyata kunci layarnya berbeda dengan ponsel pertama.
Kali ini ponselnya menggunakan kode kunci tanggal pernikahannya mereka. Bara tersenyum karena Rara memakai tanggal hari jadi mereka.
“Ternyata istriku memakai tanggal pernikahan kami. Apakah dia sudah bisa melupakan pria brengsek itu?”
Dia duduk di tepi ranjangnya, kemudian mengecek satu persatu pesan chat yang isinya hanya nomor bapak, ibu dan kedua adiknya dan satu nomor lagi sangat diketahuinya siapa pemilik nomor itu.
Bara sampai menganga lebar dan melongok keheranan melihat pesan chat yang dikirim oleh nomornya sendiri.
“Jadi dia adalah Ela yang beberapa minggu terakhir sering gue chat. Ya Allah ternyata istriku sendiri yang telah berbaik hati menolong mama. Jadi aku mulai nyaman dan jatuh cinta kepada satu orang yang menggunakan dua identitas,” Bara mengusap wajahnya saking banyaknya kejutan yang diketahuinya hanya dalam semalam.
Bara membuka galery fotonya Rara dan dua-duanya hp itu tidak terdapat foto cowok selain fotonya. Foto-foto teman kuliah dan kerjanya pun semuanya rata-rata foto bersama.
Hanya ada fotonya seorang, tetapi Bara mengerutkan keningnya karena merasa tidak pernah berfoto dengan gaya yang ada di dalam foto itu.
“Ini foto kapan diambil, tapi gue pake baju seragam olahraga,” Bara mengingat-ingat kapan dia berpakaian seperti itu.
Berselang beberapa menit, barulah dia teringat ketika sekitar sebulan lalu waktu itu dia selesai mengajar di kelas 6.
“Ingat, ini waktu mengajar di kelasnya kan, ya Allah istriku ternyata penggemar setia dan rahasia gue rupanya,” terlihat seulas senyuman terbit dari sudut bibirnya.
Setelah dirasa cukup mengecek ponselnya sang istri, dia diam-diam mengambil nomornya pria yang bernama Aditya Dewangga.
Bara naik ke ranjangnya karena sudah mengantuk ketika jam menunjukkan pukul satu dini hari.
Keesokan paginya, Rara terbangun sendiri karena memang setiap hari menggunakan alarm alami untuk bangun dari tidurnya.
Rara mengucek matanya karena sedikit sulit terbuka, dia mengarahkan pandangannya ke arah jam dinding menunjukkan pukul empat lewat lima puluh tiga menit.
“Sudah pagi, aku harus buru-buru shalat takutnya terlambat,” gumamnya.
Tapi, pergerakannya terganggu karena tangannya Bara melingkar tepat di atas perutnya. Rara menolehkan kepalanya ke arah suaminya yang masih tidur pulas.
Ia memandangi wajah itu, rahang bawah yang tegas, hidung mancung bak perosotan, kulit putih bersih seperti kulit perempuan yang rajin perawatan, alis tebal, bibir tebal khas orang Makassar dan kelopak mata yang sipit khas keturunan Tionghoa. Sungguh mahakarya Sang Pencipta yang luar biasa dimatanya Rara.
Rara tidak menampik jika dia mengangumi ketampanan suaminya yang paripurna disaat pertama kalinya mereka berjumpa ketika upacara waktu itu.
“Aku nggak nyangka kalau guru olahraga favorit gadis-gadis adalah suamiku,” cicitnya Rara.
“Hemph, apa belum selesai mengagumi wajah suamimu ini?” Tanyanya Bara yang tiba-tiba sudah membuka matanya.
Rara sontak terkejut mendengar perkataannya Bara hingga tubuhnya terkesiap karena kaget.
“Sia-pa juga yang mengagumi Mas Bara, aku hanya melihat ada belek sama ileran di wajahnya mas Bara kok,” elak Rara yang tidak mungkin jujur di hadapan suaminya.
“Oh gitu toh, kalau begitu kita shalat subuh bareng yah nanti waktu shalat subuhnya keburu habis lagi,” tawarnya Bara yang mengajak istrinya melaksanakan shalat subuh berjamaah.
Rara buru-buru menyibak selimutnya dan kembali dibuat terkejut melihat pakaiannya yang cukup seksi, transparan dan pres body.
“Ahhh kenapa aku pakai pakaian kurang bahan kayak ginian?” gerutu Rara.
Bara mendelikkan matanya mendengar ucapan dari istrinya itu,” astaganaga! Kamu sendiri yang memilih untuk memakai lingerie lah sekarang malah teriak-teriak histeris gitu,” sarkas Bara.
Rara yang mendengarnya seketika wajahnya memerah saking malunya dengan sikapnya sendiri.
“Maaf lupa soalnya,” Rara gegas ngacir terbirit-birit meninggalkan Bara dan berjalan ke arah toilet lebih duluan.
Bara tersenyum geleng-geleng kepala melihat tingkah laku istrinya yang lucu dan menggemaskan dimatanya.
“Mulai detik ini, gue berjanji akan melakukan apapun agar kamu bahagia asalkan jangan memintaku meninggalkanmu,” lirih Bara kemudian bangun dari posisi duduknya dan membersihkan tempat tidurnya terlebih dahulu seperti kebiasaannya setiap harinya dimanapun dia berada.
Berselang beberapa saat kemudian…
Kedua pengantin baru itu sudah melaksanakan shalat subuh berjamaah di dalam kamarnya sendiri.
Rara meraih punggung tangan suaminya kemudian diciumnya dengan takzim. Bara mengecup keningnya Rara untuk kedua kalinya selama mereka resmi dan sah menjadi suami istri.
“Rara, sebelum balik ke rumah, kita mampir ke dokter praktek untuk memeriksa kandungannya kamu yah. Aku ingin melihat perkembangan baby kita,” ucapnya Bara hati-hati.
Rara tanpa banyak bicara langsung mengangguk setuju kemudian mengusap perutnya.
“Iya Mas, aku juga pengen banget melihatnya apakah di dalam sana baik-baik saja dan jenis kelaminnya apa, aku penasaran banget,” balasnya Rara antusias.
Bara tersenyum bahagia melihat Rara karena masalah semalam ketika traumanya muncul sudah bisa dilupakan Rara pagi ini sehingga lebih terlihat segar, meski matanya bengkak gara-gara terlalu lama menangis tapi tidak mengurangi kecantikannya.
“Kalau gitu bersiaplah kita sarapan terlebih dahulu atau mungkin kamu pengen makan di luar atau ada request khusus kamu dan calon bayi kita,” ujarnya Bara.
Hatinya Rara berdesir seketika itu mendengar Bara mengatakan bayinya, bayi kita. Ada perasaan bahagia yang membuncah di dadanya saking bahagianya mendengar kata kita.
“Aku cuman pengen masakannya mama, nggak tau kenapa tiba-tiba pengen makan makanan yang dimasak langsung oleh tangannya Mama bukan orang lain,,”
Rara menjeda ucapannya sejenak sebelum melanjutkannya karena takut kalau Bara komplen dengan permintaannya itu. Bara mengerutkan keningnya mendengarnya.
“Apa Mas nggak keberatan kalau aku meminta Mama memasak nasi kuning?” Tanyanya Rara dengan hati-hati.
Bara tersenyum lebar sebelum menjawab permintaan Rara,” kenapa mama harus keberatan memasak makanan untuk calon cucunya sendiri. Mama pasti senang mendengarnya. Kalau gitu Mas ke bawah untuk menyampaikan kepada Mama, kamu beresin kamar yah karena belum sempat soalnya.”
Bara gegas membuka peci, dan sarung habis pakai shalatnya dan menyimpannya setelah melipat rapi di lemari khusus alat sholat.
Rara memperhatikan intens kepergian suaminya hingga tak terlihat setelah pintu kamar tertutup rapat.
“Ya Allah, betapa bahagianya diriku mendengar segala perhatian yang diberikan oleh mas Bara untukku dan khusus untuk anakku. Andaikan Mas Bara adalah ayah biologisnya mungkin semakin bahagia diri ini, tapi itu tidak mungkin terjadi,” lirih Rara yang terlihat sendu karena kembali harus mengingat sejarah dan insiden yang mengharuskannya hamil di luar nikah.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!