Setiap perempuan yang berstatus seorang istri pasti menginginkan dan mendambakan memiliki seorang keturunan itu hal yang wajar dan masuk akal.
Mereka pasti bahagia dan antusias menantikan kelahirannya, tetapi bagaimana jadinya kalau seorang anak remaja yang berusia 19 tahun yang statusnya masih seorang gadis perawan hamil tanpa suami??
Fanya Nadira Azzahrah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dia harus memilih antara masa depannya ataukah kehidupan dan keselamatan kedua saudaranya.
Apakah Caca bersedia hamil anak pewaris Imran Yazid Khan ataukah harus melihat kakaknya mendekam dalam penjara dan adiknya meninggal dunia karena tidak segera dioperasi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21
“Gini nih akibatnya kalau harus hidup dalam kebohongan. Sepintar-pintarnya tupai melompat pasti akan jatuh juga pada saatnya,” cicitnya Caca.
Imran salah tingkah dan berusaha untuk menormalkan sikap dan perasaannya karena seperti sedang menjadi terdakwa sekaligus tersangka utama dari kebohongannya sendiri.
“Aku hanya memikirkan keadaan istriku gimana kalau dia juga ngidam sedangkan aku nggak ada di sisinya.” Imran menghela nafasnya untuk menormalkan kegugupannya, “Makanya aku salah bicara tadi karena keinget Selina istriku yang paling aku sayangi dan cintai,” kilahnya Imran.
Dia terlihat gugup dan grogi karena kembali harus berbohong dan menutupi kebohongan lama dengan kebohongan baru.
Semua tatapan orang-orang masih tertuju kepadanya, baru kali ini tuan rumah sekaligus majikan dalam posisi terzolimi. Emak Daeng, Rendy dan Caca auto ngakak diam-diam.
Imran mengusap tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal, “Hahaha! Entahlah kenapa aku salah bicara seperti itu. Mungkin ini efek aku sudah tidak sabar menantikan kelahiran buah hati kami yang insha Allah kembar juga seperti calon bayinya Caca. Selina istriku aku sangat merindukannya makanya akhir-akhir ini aku kurang fokus.”
“Ya Allah, Tuan Muda Imran begitu malang nasibmu Tuan, demi masa depan calon bayinya harus berpisah sementara waktu dengan Nyonya Selina,” ucap Pak Ado yang terlihat sendu karena prihatin dengan nasibnya Imran.
“Owalah karena itu toh makanya Tuan Muda keseringan salah ucap, pantesan Tuan Muda saya perhatiin suka melamun gitu pasti karena rasa rindunya sama Nyonya Selina,” ujarnya Bi Minah yang ikut sedih.
“Iya, kalau begitu aku pamit yah. Caca selamat dinikmati buah salaknya semoga kamu menyukainya. Aku ke atas dulu,” pamitnya Imran yang berjalan tergesa-gesa ke arah dalam rumah utama.
Imran akhirnya bisa bernafas lega ketika sudah jauh dari para asisten rumah tangannya.
“Ya Allah, sampai kapan kami harus berbohong!? Andaikan bisa waktu diputar lebih cepat sesuai dengan keinginan kami, aku ingin Caca secepatnya melahirkan anak kembar kami.”
Imran menapaki satu persatu anak tangga yang dilaluinya sambil sesekali ngedumel dengan sikon yang dihadapinya saat ini.
“Makasih banyak atas buahnya Tuan Imran!” Teriaknya Caca sembari berjalan ke arah kursi kesayangannya.
Tiga bulan lebih sudah berlalu tanpa terasa sudah memasuki jadwal persalinannya Caca yang sudah diatur tanggal dan hari operasi cesarnya.
Waktu terus berlalu, Caca menjalani sisa waktunya di rumah itu dengan ceria dan tidak pernah terlihat murung lagi.
Caca menikmati masa kehamilannya dengan suka cita dan eksaitik. Hampir setiap hari, Bu Maryam mengirimkan barang-barang kebutuhannya dan keperluan persalinannya serta perlengkapan baby twins tentunya.
Kamarnya sudah mirip toko perlengkapan bayi saja. Karena hampir semua barang-barang yang ada di toko ada di dalam sana.
Beberapa hari kemudian…
Semua art semakin dibuat bahagia dan tak sabar menantikan kelahiran bayinya Caca yang diprediksi awal bulan depan.
Caca bahagia karena tidak lama lagi akan terbebas dari dalam sangkar emas. Tetapi, disatu sisi dia juga sedih karena dia otomatis akan berpisah dengan orang-orang yang selama ini selalu baik, care dan perhatian padanya.
“Kalian sangat baik kepadaku selama aku ada di sini. Entahlah apa kita masih bisa bertemu kembali di lain waktu,” gumamnya Caca.
Ia menyeka air matanya ketika melihat satu persatu asisten rumah tangga yang selalu ada menemaninya selama kurang lebih delapan bulan terakhir.
“Kak Rendy, bisa anterin ketemuan nyonya besar Maryam ngga?” Pintanya Caca yang sudah berpakaian rapi dan anggun.
Walaupun bentuk tubuhnya semakin gemuk dan perutnya besar membuncit tidak mengurangi kecantikan alami gadis berusia 19 tahun itu.
“Boleh, memang ketemuannya dimana?” Tanyanya balik Rendy seraya menyudahi kegiatan olahraganya pagi itu.
“Di Mall Xx jalan X,” jawabnya Caca sambil menunjukkan layar ponselnya karena Bu Maryam mengirimkan alamatnya melalui pesan chat.
“Sebentar kakak mandi dulu, kamu bisa menunggu di depan saja,” pinta Rendy yang mengusap wajahnya yang basah mengkilap karena keringatan setelah nge-gym.
“Oke, aku jalan ke depan,” pamit Caca sambil berjalan sangat pelan-pelan ke arah depan.
Caca memindai seluruh rumah yang tidak lama lagi akan ditinggalkannya untuk selama-lamanya.
“Alhamdulillah nggak sampai sebulan lagi ya Allah aku akan bertemu dengan kedua saudaraku. Abang Zacky, dek Zidan, Annisa gue akan balik ke rumah,” cicitnya Caca karena dia semakin bahagia setelah mengetahui hari taksiran lahirannya semakin dekat.
Tiba-tiba Emir berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah kue tar black forest yang dihiasi dengan buah ceri dan strawberry. Dan ada sebuah kotak hadiah yang sangat besar diangkat oleh Pak Acok dan Pak Ado.
“Selamat ulang tahun… happy birthday to Fanya Nadira Azzahra,” ucapnya Emir dengan senyuman lebarnya seperti kebiasaannya kalau bertemu dengan Caca dan kepada orang lain senyuman itu terbilang langka dan mahal.
Caca sampai-sampai kaget karena hari kelahirannya sendiri sampai dilupakannya saking fokusnya memikirkan kepulangannya dan juga kelahiran anak-anaknya.
Caca menutup mulutnya karena tak disangka-sangka dia mendapatkan surprise party dari pria yang selama delapan bulan terakhir dekat dengannya dan hampir setiap hari menemuinya.
Air matanya menetes membasahi pipinya karena ini adalah perayaan hari jadinya yang paling meriah dan terkesan.
Boro-boro ia merayakan secara besar-besaran dan mewah. Untuk makan saja terkadang kesulitan, selama ibunya Bu Widyawati menghilang ketika bekerja menjadi TKW di Kuala Lumpur Malaysia tidak ada lagi perayaan apa pun karena rezeki yang mereka dapatkan hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari mereka bertiga.
“Berdoa dong jangan cuman nangis doang,” ucapnya Emir sambil menyeka air matanya Caca saking gembira dan terharunya mendapatkan kejutan yang paling istimewa.
Biasanya ibunya merayakan ulang tahun anak-anaknya yaitu membuat nasi tumpeng dan merayakan syukuran atas kelahirannya.
Caca kemudian memejamkan matanya dan mengucapkan banyak doa dan harapan. Dia melangitkan doa-doa terbaik untuk kehidupannya secara pribadi, kehidupan ketiga calon anak-anaknya dan kehidupan kedua saudaranya serta hubungannya dengan Emir.
“Makasih banyak atas kenangan indah ini ya Allah, andaikan bisa dan inginku jangan biarkan kebahagiaan ini cepat berlalu,” lirih Caca.
“Amin ya rabbal alamin,” ucap Emir.
Csca memotong kue tersebut dan potongan pertama diserahkan kepada Emir tentunya dan yang kedua untuk Rendy yang sudah hadir di tengah-tengah mereka.
Rendy memberikan kode kalau Caca tidak boleh mengatakan bahwa mereka akan pergi menemui Bu Maryam. Caca paham dengan maksud kode kedipan mata dari Rendy.
“Semoga kamu semakin dewasa, bijaksana dan lahiran nanti selamat dan normal begitupun juga dengan calon anak kembarmu,” ujarnya Emir setulus hatinya.
“Amin, thanks banget kakak sudah memberikan hadiah terindah dalam hidupku. Tapi, ngomong-ngomong kok bisa tau hari ini adalah ultahku, taunya darimana?” Tanyanya Caca yang masih tidak percaya kalau misalnya Emir berbicara hanya nebak saja.
“Aku tanpa sengaja melihat kalender di dalam kamarmu, kamu tandain disitu tanggal ulang tahunmu kan. Maaf sudah lihat-lihat kamarmu tanpa seijin kamu terlebih dahulu,” ngaku Emir.
Caca bisa bernafas lega karena untungnya dia tidak pernah menyimpan hal-hal yang berbau rahasia di dalam kamarnya, apapun itu sehingga aman-aman saja rahasia besarnya dari orang lain.
Emir tersenyum simpul seraya mengusap ujung bibirnya Caca yang terdapat krim cokelat yang tersisa di sana.
“Kamu masih kayak anak kecil padahal sudah mau jadi seorang Mama,” Emir terkekeh melihat tingkahnya Caca.
“Hemph! Tuan Muda Emir, Caca ada janji dengan dokter kandungannya. Jadi kami harus segera pergi,” tuturnya Rendy.
“Apa aku boleh ikut nemenin kalian? Aku ingin melihat apa calon anak-anak sambungku apakah mereka sehat-sehat dan tumbuh kembang mereka normal saja,” pintanya Emir.
Caca dan Rendy saling bertukar pandang, mereka terkadang dibuat takjub, terheran-heran sekaligus kebingungan dengan ulah anak bujang satu ini.
“Maafkan kami Tuan Muda, ini pemeriksaan agak sensitif dan diharapkan dan dianjurkan kalau keluarga kandung saja yang bisa menemani,” tolaknya Rendy secara halus.
“Bisa gawat kalau kakak Emir ngotot dan ngeyel mau ikut barengan kami. Ya Allah, jangan biarkan rencana dan rahasia kami kebongkar sebelum anak-anakku lahir ke dunia ini,” batinnya Caca.
Emir menelisik raut wajahnya Caca yang nampak tenang padahal dalam hatinya sangat ingin berteriak lantang tidak boleh saking gemesnya dengan bujang gendeng satu ini.
“Kalau Kakak ikut, bisa saja Papa kandungnya anak-anakku akan mempermasalahkan kehadirannya Kakak,” ucap Caca pelan-pelan agar Emir tidak semakin curiga.
“Oh gitu yah, nggak apa-apa mungkin di lain hari baru bisa. Mungkin dengan anak kandung kami sendiri saja yah kan Caca,” ucapnya Emir sambil mengerlingkan sebelah matanya seraya tersenyum lebar.
Caca dan Rendy bisa bernafas lega karena Emir tidak memaksa kehendaknya seperti yang lalu tapi selalu tetap gagal.
Keduanya sudah di dalam perjalanan menuju mall tempat mereka akan bertemu dengan Bu Maryam.
Rendy menghentikan laju kendaraannya ketika lampu merah menyala. Caca yang duduk tepat di jok sebelah kirinya Rendy menolehkan kepalanya ke arah samping.
Matanya terbelalak dan melotot melihat orang yang sangat dikenalnya duduk di atas sepeda motornya.
Caca menyentuh kaca jendela mobilnya,” Abang Zacky, dek Zidan. Aku sangat merindukan kalian berdua.”
Air matanya jatuh seketika itu juga ketika tersadar siapa orang yang berboncengan sepeda motor yang dilihatnya.
Rendy yang mendengar gumaman dan isak tangisnya Caca sontak menolehkan kepalanya ke arah samping.
“Bersabarlah, satu bulan lagi kalian akan bertemu dan berkumpul seperti dahulu,” seru Rendy.
Air matanya semakin membanjiri wajahnya untungnya makeup yang dipakainya ada make-up jenis waterproof sehingga anti badai apapun termasuk anti badai prahara rumah tangga.
Lampu hijau menyala membuat Caca tak melihat kedua saudaranya lagi. Dia mengikuti kemanapun perginya motor yang dikendarai keduanya hingga tak terlihat dari pandangan matanya lagi.
Rendy melajukan mobilnya menuju ke Mall tujuannya mereka. Rendy berjalan beriringan bersama dengan Caca, tapi memakai masker wajah agar tidak ketahuan.
Mereka tidak ingin tiba-tiba ada seseorang yang mengenalnya berjalan bebas dalam keadaan hamil.
Bu Maryam yang melihat kedatangan Rendy dan seorang perempuan hamil memakai masker tersenyum sumringah. Ia gegas menyambut kedatangan Caca dan memperlakukan Caca melebihi menantunya sendiri.
“Maafkan ibu sudah memaksamu untuk bertemu di tempat umum seperti ini,” sesal Bu Maryam.
“Nggak apa-apa kok Nyonya Besar, santai saja. Lagian aku juga ingin menghirup udara bebas dan melihat suasana kota Jakarta sebelum meninggalkannya,” balasnya Caca dengan entengnya.
Seperti kebiasaannya, Caca selalu mencium dengan takzim punggung tangan wanita paruh baya yang masih cantik diusianya yang tidak muda lagi.
“Duduklah, kamu nggak boleh lama-lama berdiri,” titahnya Bu Maryam.
“Makasih banyak,” balasnya Caca.
Tanpa berlama-lama Caca mengutarakan niatnya untuk meminta bertemu dengan Bu Maryam.
Bu Maryam tersenyum dan manggut-manggut mendengarkan penjelasannya Caca bergantian dengan Rendy.
“Baiklah, saya akan melakukan seperti yang kalian inginkan. Terkadang saya heran dengan putraku itu kenapa bisa jatuh cinta kepada perempuan yang karakter dan peringainya seperti itu kayak nggak berpendidikan dan tak pernah dididik oleh kedua orang tuanya,” sahutnya Bu Maryam yang tanpa sungkan menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap Selina.
“Aku meminta tolong kepada ibu, apakah aku boleh mengatur dan memilih jadwal kelahiran anak-anakku karena aku tidak ingin merasakan rasa sakit yang teramat sakit apalagi, aku akan melahirkan anak kembar dan dokter Rebecca saja yang tetap melakukan tindakan operasinya nanti,” pintanya Caca yang sedikit sungkan tetapi tidak ada jalan keluar lainnya.
“Oh ho itu bisa diatur cantik, gampang lagian kata dokter Rebecca seminggu sebelum hpl juga udah bisa dilakukan tindakan operasi cesarnya,” ujarnya bu Maryam.
Caca bisa bernafas lega karena rencananya satu persatu berjalan mulus sesuai dengan yang diinginkannya.
“Alhamdulillah,”
siapa yaa???
🤔🤔🤔🤔🤔