Anak kuliahan itu bervariasi dan selama gue kuliah. Gue udah menemukan bahkan bertemu langsung sama tipe-tipe Mahasiswa dan Mahasiswi yang menghiasi kehidupan kampus tercinta. Mulai dari Mahasiswa/i kurang tidur, Mahasiswa/i Stylish, Mahasiswa/i Casual, Mahasiswa Aktivis, Mahasiswi Online Seller dan terakhir yang paling sering gua temui adalah Mahasiswa tak kasat mata. Itu baru tipenya aja, belum lagi para dosen serta penderitaan yang gue dan Mahasiswa/i alami selama kuliah. Penasaran nggak sama kehidupan gue selama dikampus? Kalau penasaran silahkan dibaca dari awal sampai akhir tapi sebagai syarat pendaftaran, kalian cukup bilang 'Hanung Ganteng' karena tingkat kegantengan gue diatas ambang batas, intinya muka gue gantengnya kebangetan melebihi pacar-pacar kalian semua (Bagi yang mau muntah silahkan jangan sungkan-sungkan).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bluerianzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenzo
Selesai kuliah, dan nganterin Wati ke rumah dengan selamat, gue sempat mampir dulu ke minimarket sebentar buat beli sepuluh bungkus mie instan sebagai persediaan kalau tengah malem kelaparan, oiya. Ngomongin tengah malem, masalah yang terjadi beberapa hari yang lalu udah selesai.
Jadi, di indekos emang ada dedemit. Nah, dedemitnya itu ngikutin si Jeri, waktu dia pulang dari rumah temennya jam sebelas malem dan kebetulan itu pas dia lewat jalan pintas si Jeri ngelewatin kuburan dan terjadilah peristiwa mistis beberapa hari yang lalu.
Kalau kata anak indomie alias indihome alias indigo, yang merupakan tetangga sebelah di indekos. Si Jeri dan bang Bagas diganggu karena si dedemit yang berwujud mbak-mbak berdaster putih dan berambut panjang meminta bantuan mereka buat dianter pulang.
Taulah, gue sendiri nggak ngerti kenapa bisa dia lupa jalan pulang. Mungkin penyebab meninggalnya mbak-mbak berdaster putih karena ketabrak mobil, sempat koma beberapa hari, pas sadar ternyata amnesia, dan beberapa hari kemudian meninggal karena lupa gimana caranya makan? Itu sih yang ada dipikiran gue mengenai kematian mbak-mbak berdaster putih yang sekarang udah nggak ada di indekos, karena udah dianter pulang sama tetangga gue yang punya indra keenam.
Lupakan soal mbak-mbak berdaster putih yang udah balik ke tempat asalnya. Gue yang udah selesai belanja di minimarket dan tanpa banyak basa-basi gue sama bagong langsung balik ke kosan.
Sesampainya di tempat tujuan, dan memarkirkan bagong di garasi indekos. Gue melihat ada motor berotot alias motor gede yang terparkir di sebelah motornya bang Yuvin, sontak hal tersebut membuat gue bertanya-tanya sama diri sendiri.
Karena baru pertama kali ini gue lihat motor itu. Dan seketika gue punya dua asumsi, pertama motor itu adalah motor temennya salah satu penghuni indekos alias lagi kedatangan tamu, dan kedua motor itu adalah motor yang baru dibeli sama salah satu anak indekos.
Dan ketika kaki gue melangkah mendekati pintu depan indekos, asumsi gue mengenai ada yang baru beli motor langsung terpatahkan, karena di dekat pintu ada sepasang sepatu kets yang disumpel kaos kaki di sana. Berarti asumsi gue yang satu lagi bener, kalau di kosan lagi kedatangan tamu. Dan gue sendiri nggak tahu, siapa yang bawa temennya ke kosan.
Baru beberapa gue melangkah, dari arah tangga penghubung lantai dua. Ada seorang cowok yang pake kaos lengan panjang, celana jeans, dan bertas punggung berwarna merah lagi turun tangan bersama bang Yuvin yang ada di belakangnya.
Melihat mereka turun tangan dan sempat mengobrol sebentar, gue langsung mengetahui kalau pemilik motor gede itu adalah temennya bang Yuvin.
"Eh, udah pulang ngampus lo, Nung?" tanya bang Yuvin saat melihat gue berdiri di dekat tangga, karena gue mau ke kamar tapi nungguin mereka turun dulu.
Sebenernya pertanyaannya bang Yuvin itu adalah jenis pertanyaan yang nggak seharusnya ditanyakan, karena kalau dia tahu gue habis pulang kuliah kenapa harus ditanya? Kan capek-capekin mulut doang.
Dan dengan ngelanturnya gue pun menjawab, "Belum, saya tukang servis kompor."
Temennya bang Yuvin yang denger jawaban gue sedikit ketawa. Kalau bang Yuvin sih malah nyengir-nyengir. "Tukang servis kompor, ya? Saya kira tukang servis payung."
"Bercanda mulu lo, Bang." Gue berkata sembari memukul pelan lengan bang Yuvin yang kebetulan berdiri di depan gue.
"Elo duluan, ya. Yang mulai," bela bang Yuvin diiringi cengiran.
Ya, emang sih gue duluan yang mulai. Tapi kalau bang Yuvin nggak menanyakan sebuah pertanyaan yang harus dipertanyakan, jawaban gue pasti nggak bakalan ngelantur.
"Oiya, Nung. Kenalin nih temen gue, namanya Kenzo." Bang Yuvin berkata sambil noleh ke arah temannya.
Pandangan gue yang ikut teralih menatap temannya bang Yuvin, membuat orang itu senyum sambil julurin tangannya, gue yang tahu maksudnya dia yang mau kenalan, gue pun menyambut juluran tangan tersebut.
"Kenzo."
"Hanung."
Usai mengetahui nama gue, jabatan tangan antara gue dan dia terlepas.
"Dia senior gue di kampus, tapi sekarang dia udah kerja di rumah sakit," ucap bang Yuvin sebagai tambahan, dan gue nanggapinya dengan anggukan singkat.
"Lo mau ke atas, kan?"
Pertanyaan bang Yuvin itu bikin gue anggukin kepala untuk kedua kalinya.
"Iya, gue mau ke kamar."
"Yaudah, sana minggir. Jangan halangin jalan gue." Selesai ngomong, bang Yuvin dengan teganya dorong bahu gue buat menjauh. Dan dia bersama temennya pergi ke arah pintu depan.
Sebelum naik kelantai dua, gue sempat mengamati temennya bang Yuvin dari belakang, ternyata lebih tinggi bang Yuvin daripada dia.
Dan bukan cuma itu aja. Entah kenapa, cuma sekedar perasaan gue atau bukan. Gue memiliki firasat nggak bagus mengenai temennya bang Yuvin yang namanya Kenzo itu.
.
Malemnya sekitar jam delapan, cacing-cacing yang ada di dalem perut lagi main keroncong yang efeknya bikin perut gue keroncongan alias laper, dan berhubung tadi gue beli mie instan, maka sebagai penghilang rasa laper satu bungkus mie instan bakalan gue makan.
Awalnya gue kira, di dapur lagi nggak ada orang. Namun dugaan gue salah, di tempat yang sama ada bang Yuvin lagi ngerebus mie dan Juna yang lagi bikin kopi.
"Emih teroossssss!"
Omelan gue yang kayak emak-emak setelah ngeliat anaknya lagi bikin makanan mengandung micin, membuat bang Yuvin noleh. Awalnya mukanya biasa aja tapi saar matanya ngeliat sebungkus mie instan yang gue pegang dia langsung mencibir.
"Sebelum komentar, harusnya lo ngaca dulu di comberan!" sewot bang Yuvin saat lagi ngaduk-ngaduk mie.
"Ngapain? Orang ganteng nggak butuh ngaca," tutur gue penuh percaya diri.
"Najis," celetuk Juna tiba-tiba, saat cowok itu lagi ngaduk kopi.
Gue yang udah kebal nerima hujatan, memilih untuk nggak menyahuti celetukan Juna.
"Lo bikin mie apaan, Bang?" tanya gue saat melihat mie yang mulai melunak karena direbus di air panas yang mendidih.
"Mie goreng."
"Tapi kok bikinnya direbus bukan digoreng?"
Sempat diem sesaat dan melirik gue sebentar, bang Yuvin pun menjawab sambil mengangkat bahunya.
"Enggak tahu, sengaja aja. Biar rasanya beda." Gue tahu bang Yuvin emang sengaja jawabannya ngelantur, karena gue juga sih yang nanya begitu ngelantur juga, wkwkwk.
"Gini nih, ketika manusia bodoh berbicara dengan manusia to*lol, maka terciptalah botol." Buat kedua kalinya Juna menyahut, kalau sebelumnya tuh bocah sambil ngaduk kopi, sekarang lagi ngaduk semen. Wkwkwk, bercanda. Maksud gue sambil jalan terus bawa kopinya tanpa noleh sedikit pun ke arah gue maupun bang Yuvin.
"Eh iya, Bang. Temen lo yang namanya Kenzo itu kerjanya di rumah sakit apa?"
"Itu lho rumah sakit yang ada di Cipinang," jawabnya sambil meniriskan mie yang udah mateng.
"Terus, kalau rumahnya di mana?"
Bang Yuvin jawab pertanyaan gue, sambil ngaduk mie-nya yang dia taruh di atas piring bersama bumbu-bumbunya.
Mendadak gue jadi terdiam, setelah denger alamat rumah temennya bang Yuvin. Karena alamatnya sama persis sama nama kompleks yang Wati tempatin.
***
Kim Kookheon as Kenzo Aprilio
kangen sama Hanung dan Wati 🤩🤩🤩🤩🤩
SEMANGAT KAK! FIGHTING!
😍
Realitanya : Gustiii T_T Hanung aja kalah ganteng.