Anak Kuliahan : Hanung Dan Wati
Saat pertama kali gue menginjakkan kaki di kampus ini, ketika gue mau mendaftarkan diri sebagai salah satu mahasiswa. Sedangkan kedua kali gue menginjakkan kaki di kampus ini saat gue melakukan bermacam-macam tes agar terpilih menjadi salah satu mahasiswa, kalau ketiga kalinya gue menginjakkan kaki di kampus ini ketika hari pertama ospek dilaksanakan.
Orientasi studi dan pengenalan kampus atau ospek bisa dibilang sebagai awal kegiatan para peserta didik yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Selain itu ospek bisa dikatakan sebagai pintu ilmu bagi mahasiswa-mahasiswi, dalam artian sebagai kegiatan buat memperkenalkan kampus kepada mahasiswa-mahasiswi baru.
Kalau kata pak Budi–dosen yang membimbing selama ospek, beliau berkata jika ospek memiliki tujuan. Yang gue inget itu tentang mengenal dan memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya, menambah wawasan mahasiswa dan mahasiswi baru dalam penggunaan sarana akademik yang tersedia di kampus secara maksimal, mempersiapkan mahasiswa dan mahasiswi agar mampu belajar di perguruan tinggi serta mematuhi dan melaksanakan norma-norma yang berlaku di kampus—khususnya yang terkait dengan Kode etik dan tata tertib, menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru akan tanggung jawab akademik dan sosialnya sebagaimana tertuang dalam tri dharma perguruan tinggi, terakhir bisa saling beradaptasi antar sesama mahasiswa.
Ospek di kampus gue dilaksanakan sekitar empat hari. Selama ospek dilaksanakan gue harus bangun pagi-pagi buta dan untungnya gue nggak sampai telat dateng, kalau sampai telat bisa runyam deh dunia persilatan (Padahal nggak ada hubungannya).
Selama ospek gue harus memakai kemeja putih lengan panjang, dasi hitam, sabuk hitam, celana panjang warna hitam, kaos kaki putih, dan sepatu pantofel warna hitam. Dan jujur itu semua bukan gaya gue banget. Gue nggak terlalu suka memakai pakaian yang formal. Gue lebih suka pakai kaos putih polos lengan pendek, celana training atau bokser, serta sendal sejuta umat.
Beberapa atribut lain yang harus gue pake saat ospek adalah name tag dari kardus dihiasi permen sebanyak tanggal kelahiran, topi berbahan dasar dari setengah bola plastik, pita dengan warna yang berbeda-beda ditempel di kemeja lengan bagian kanan sebagai penanda masing-masing setiap fakultas.
Selama ospek kami melakukan berbagai macam permainan bahkan beberapa mahasiswa dipermalukan ada yang joget ala ulet keket, nyanyi macem nyamuk tawuran, pantun yang memancing amarah netijen, baca puisi yang bikin siapa aja pengen baku hantam, serta jadi tukang lawak dadakan. Tentunya mereka dipermalukan oleh kakak tingkat masing-masing fakultas dan gue salah satunya, korban dipermalukan di depan semua orang terlebih cewek-cewek cantik.
Sebenernya bisa aja gue nggak dipermalukan di depan umum, namun karena kakak tingkat yang gue liat dari name tag-nya bernama Raditya Anwar menyuruh gue untuk ke depan dan penyebabnya karena name tag yang gue pakai terlalu menarik perhatian.
"Kenapa gitu namanya Hanung 'Ganteng' Binsetya?"
Nama gue cuma Hanung Binsetya—bukan bintitan, kata 'Ganteng' sengaja gue tambahin karena faktanya gue emang ganteng.
"Kan katanya harus bikin name tag semenarik mungkin."
"Emangnya lo ganteng?"
"Iya, Bang. Soalnya kan saya laki-laki. Kalau cantik berarti perempuan."
Jawaban gue sepertinya bikin kakak tingkat bernama Radit mulai terpancing kekesalannya.
"Lo dari falkutas mana?"
"Teknik, Bang."
Bang Radit manggut-manggut, kemudian merangkul dengan sok akrab.
"Udah punya pacar?"
"Belum, Bang."
Jawaban gue bikin Bang Radit ketawa padahalkan nggak ada yang lucu, "Katanya orang ganteng, tapi kok belum punya pacar?"
"Belum dapet yang memikat hati, Bang," jawab gue jujur diakhiri cengiran sejuta kebodohan.
Buat kedua kalinya bang Radit manggut-manggut, kemudian pandangan matanya mengarah pada sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi baru yang lagi duduk berjamaah.
"Di sini banyak cewek-cewek cantik. Lo mau yang mana? Nanti gue suruh buat maju ke depan."
Mata gue melotot kemudian memandang bang Radit dengan sejuta pertanyaan yang mulai hinggap di otak.
"Buat apa, Bang?"
"Ngombalin lah, siapa tau aja lo langsung punya pacar."
Gue cuma bisa meringis meratapi bagaimana nanti reputasi gue selama belajar di kampus ini, bukannya nanti si cewek klepek-klepek tapi malah jijik soalnya gombalan gue tuh masih amatiran dan lagi gue suka geli sendiri kalau harus disuruh ngegombal tapi kalau tebar pesona baru gue ahlinya.
"Hahaha. Nggak usahlah Bang, entar ngerepotin," tolak gue secara halus.
Si abang Radit yang mukanya kayak bungkus nasi uduk senyum dengan sejuta kemisteriusan, "Nggak apa-apa, santai aja sama gue."
"Nggak usahlah, Bang."
"Dibilangin nggak apa-apa!" ulang bang Radit sekali lagi tapi kali penuh penekanan dan tepukan yang cukup keras di bahu gue.
"Tolong perhatian semuanya," ucapan bang Radit yang memakai pengeras suara bikin sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi baru yang tadinya sibuk ngobrol sekarang semuanya kompak memperhatikan gue, bang Radit, serta senior-senior lainnya yang ada di depan.
"Saya mau tanya untuk para perempuan, masih ada yang jomblo nggak?"
"BANYAK, KAKKKKKK!"
"Coba yang jomblo angkat tangannya."
Dalam hitungan tiga detik hampir semua mahasiswi baru angkat tangan mereka. Wow, ternyata banyak juga ya kaum-kaum kesepian.
"Tuh, banyak pilihan. Lo mau pilih yang mana?"
Gue diem sebentar penyebabnya karena bingung buat milih yang mana soalnya ceweknya pada cantik-cantik semua sih lama-kelamaan gue bingung sendiri karena nggak bisa milih.
"Mau pilih yang mana?"
"Terserah, Abang ajalah."
Buat ketiga kalinya bang Radit manggut-manggut, ini kalau dia manggut-manggut lagi. Fix, bang Radit bukan manusia tapi kucing pajangan buat di dalem mobil.
"Kamu yang di pojok kanan belakang, tolong maju ke depan," ucap Bang Radit pakai pengeras suara lagi.
Mata gue dan mata-mata milik orang-orang yang ada di sini langsung tertuju pada sosok cewek di pojok kanan belakang yang gue perhatikan cewek itu lagi kebingungan sambil nunjuk dirinya sendiri.
"Iya kamu," jelas bang Radit, membuat dia mau nggak mau bangkit dari duduknya dan perlahan jalan menuju keberadaan bang Radit sekaligus gue.
Dari name tag-nya yang gue baca, cewek itu namanya Indira Raisawati. Gue sempet nahan ketawa saat tau namanya, lucu. Kayak tampangnya sekarang ini.
"Ayo, Nung. Silahkan dimulai." Setelah itu Bang Radit mundur selangkah sambil mengarahkan pengeras suara yang dia pegang ke bibir gue.
Gue sempat berdeham sebentar meredakan debaran jantung, penyebabnya karena si cewek yang namanya Indira terlalu fokus natap gue tapi yang bikin deg-degan lagi saat semua mata tertuju padaku.
Dengan mengucapkan Bismillah, gue langsung mengutarakan gombalan receh yang seketika melintas dipikiran gue.
"Kamu tau nggak? Kalo bebek jadi kebo, kucing jadi kebo, ikan jadi kebo, kadal jadi kebo, ayam jadi kebo. Terus kebo jadi apa?"
Indira mengerjapkan matanya, dari tampangnya sih udah keliatan kalau dia nggak tau, "Jadi apa?"
"Ya, jadi kebolah."
Dan setelah gombalan nggak jelas yang terdengar hanyalah suara jangkring, kan gue jadi tambah malu. Tapi samar-samar gue ngeliat kalau cewek itu sempat senyum sebentar.
"Lagi. Nung," bisik Bang Radit dan mau nggak mau gue lanjutkan kembali aksi gombal-gembel ini.
"Senyum kamu kadar alkoholnya berapa persen sih?"
"Maksudnya?"
"Soalnya senyum kamu bikin aku mabuk."
Gombalan kedua gue kali ini sukses bikin heboh para penonton apalagi cewek-cewek, kayaknya sih mereka iri dan ke pengen gue gombalin juga. Reaksi Indira? Dia cuma senyum doang tapi kali ini agak lama.
"Gasss, Nung. Gassssss."
Lagi dan lagi gue cuma bisa nyengir saat bang Radit nyuruh gue buat ngegombal lagi, rasanya pengen gue sleding sang ketua, seenaknya aja nyuruh gue ngegas dikira gue ini motor apa? Dikira ngegombal itu segampang ngedipin mata?
"Sekali lagi ya, Bang."
Sebagai jawaban bang Radit ngangguk. Saat berpikir kebiasaan yang sering gue lakukan adalah liat kebawah, garukin kepala, atau meremin mata. Dari ketiga kebiasaan itu yang sering gue lakuin adalah garukin kepala sama kayak sekarang ini.
Setelah dapet bahan gombalan gue berhenti garukin kepala terus berdeham serta membaca Bismillah lagi kemudian berkata.
"Beli kedondong beli jamu."
"CAKEPPPPPPP!"
"Mau dong jadi pacar kamu."
Satu detik, dua detik, tiga detik, sampai detik keempat semuanya semakih heboh.
"WADAW! MAS HANUNG PINANG AKU DENGAN MAHAR DONG MASSSS!"
"HANUNG GANTENG EMANG GANTENG BANGET DAH AH!"
"TERIMA DONG TERIMAAAA!"
"JANGAN DITERIMA SI HANUNG BAU BAWANGGGG!"
Saat dipermalukan seperti ini gue cuma bisa menunduk sambil menghela napas dengan panjang, rasanya gue pengen sembunyi di warung remang-remang.
"Gimana Indira? Kamu mau jadi pacar dia?" pertanyaan bang Radit semakin memperkeruh suasana, para penonton ada yang teriak terima dan ada juga yang bilang jangan.
Saat gue melirik cewek itu dia tersenyum tipis kemudian menggelengkan kepala.
"Enggak Kak, makasih. Saya nggak suka cowok alay."
Dan suara sorakan mulai mendominasi, buat Indira gue cuma mau bilang kalau bukan karena terpaksa gue nggak akan mau ngegombal.
"Oke, kamu boleh kembali kebarisan kamu."
"Makasih, Kak."
Indira melangkah maju berjalan pelan buat balik ketempat asalnya, saat cewek itu udah duduk di tempatnya temen-temen di sekitarnya pada ngegodain dia.
Dirasa urusan gue udah kelar tanpa ragu dan penuh keyakinan gue melangkahkan kaki buat balik kebarisan, tapi saat dua langkah berjalan pergerakan kaki gue berhenti karena bang Radit.
"Eh, lo mau ke mana?"
"Mau balik ke tempat barisan saya."
"Siapa yang nyuruh? Gue nggak nyuruh lo buat balik kebarisan ya."
Gue tercengang karena hal gila apalagi yang harus gue lakukan setelah ini? Makan batu apa ngobrol sama rumput yang bergoyang?
"Terus saya ngapain lagi, Bang?"
Samar-samar gue ngeliat bang Radit tersenyum jail, "Goyang ngebor dulu lah kalau enggak goyang maut."
"Nggak bisa, Bang."
"Terus lo bisanya apa?"
"Goyang Shopee, Bang."
"Terserah lo aja dah, Nung. Capek gue ngomong sama lo!"
Dan setelah kejadian memalukan tersebut gue makin deket sama bang Radit beserta temen-temennya dan dari kejadian itu juga gue bisa mengenal lebih jauh siapa itu Indira Raisawati si cewek cerewet dan nyebelin yang sering gue panggil Wati atau Raisa versi ndeso.
***
**Hai... Alohaaaaaa.. pertama-tama aku mau mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, para pembaca, NovelToon/Mangatoon, dan tentunya diriku sendiri. Karena berkat semuanya aku bisa menulis cerita ini ehehehe.
Ini cuma cerita receh yang aku ketik dikala otak sedang stress dan pusing ehehehe.
Terima kasih untuk kalian yang sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya yang tidak karuan ini, tolong dimaklumi ya wankawan karena saya masih pemula ehehehe.
Oiya, satu lagi cuma mau kasih tau aja kalau 'Anak Kuliahan' ada versi chat story nya loh. Yang penasaran ayo dibaca juga...
Sekali lagi terima kasih dan maaf jika ada typo maupun salah-salah kata, sampai bertemu di chap berikutnya.. Byeeeee**
Lee Hangyul as Hanung Binsetya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewayu
bagus
2021-09-18
1
Tara
Wah visual Kaya gini boleh lah dibilang Guanteng yg alay.. 🥰🤭😉
2021-06-02
2
Cha_Cha
Bagus baguss karya kak Blue. Cuka ma karya2 nya. Semangat terus ya kak😊😘
2020-09-10
2