NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ke Tubuh Selir Yang Tak Di Anggap

Transmigrasi Ke Tubuh Selir Yang Tak Di Anggap

Status: tamat
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Tamat
Popularitas:117.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!

Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.

Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.

Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Qin Mo tentu saja ikut. Dengan wajah waspada dan tangan selalu dekat dengan pedang.

Mereka menginap di rumah kepala desa. Saat makan malam, hidangan seadanya terhidang. Sayur asin, bubur jagung, dan segelas air bening yang… agak keruh.

Mei Lin mengaduk perlahan. “Apa ini air dari sumur utama?”

Kepala desa tampak ragu. “Ya, tuan. Air sungai besar tak lagi sampai ke irigasi kami. Kami hanya bisa ambil air dari sumur.”

Kaisar diam. Tapi tatapannya tajam.

“Kami dengar sungai besar masih mengalir. Tapi kenapa airnya tak bisa sampai ke desa?”tanya kaisar yang menyamar

Kepala desa menunduk gugup. “Mungkin ada tanah longsor. Atau... roh sungai marah?”

Mei Lin mencubit lengan suaminya—eh maksudnya, Kaisar Pejabat Wu—di bawah meja. “Kalau roh sungai marah, sebaiknya kita cek sungainya langsung.”

Penyelidikan Diam-Diam pun di lakukan

Keesokan harinya, mereka berjalan menyusuri hulu sungai. Tapi semakin mendekat, Mei Lin mencium kejanggalan.

Ada suara gemericik kecil dari hutan samping sungai.

“Qin Mo,” bisiknya. “Kau dengar itu?” tanya Mei Lin

Sang pengawal mengangguk, lalu menyelinap lebih dahulu. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan wajah masam.

“Yang Mulia. Selir Mei Lin. Kalian harus lihat sendiri.”

Mereka berjalan ke balik rerimbunan pohon dan mendapati sebuah kanal kecil yang dibangun diam-diam. Air dari sungai utama dialihkan masuk ke terowongan buatan.

Mei Lin menganga. “Ini… kanal ilegal?”

Qin Mo menambahkan, “Dibuat dengan batu yang bagus. Butuh tenaga kerja dan biaya. Jelas bukan kerjaan rakyat biasa.”

Kaisar mengepalkan tangan. “Ada pejabat tinggi yang mengalihkan air untuk keuntungan pribadi.”

Mei Lin mengangguk. “Mungkin untuk perkebunan pribadi? Atau tambak ikan?”

Kaisar menoleh pada Mei Lin, senyumnya tipis. “Kau benar. Kita tidak akan tahu kalau datang sebagai rombongan istana.”

Setelah menyelidiki lebih dalam dan mengumpulkan beberapa bukti serta kesaksian diam-diam dari warga desa, Kaisar dan Mei Lin kembali ke istana.

Dua minggu setelah perjalanan itu, seorang pejabat tinggi daerah timur dipecat dan harta kekayaannya disita. Kanal ilegal dibongkar, dan sistem irigasi lama dipulihkan.

Kaisar menerima laporan itu sambil tersenyum kecil. “Berkat saran istri simpanan pejabat rendahan, istana bisa menyelamatkan ratusan sawah.”

Mei Lin yang baru saja masuk membawa teh menyipitkan mata. “Kalau begitu, aku layak dapat gelar.”

“Gelar apa?” tanya kaisar

“Istri simpanan paling berjasa.” jawab Mei Lin dan tertawa

Kaisar ikut tertawa terbahak.

...----------------...

Langit istana mendung sore itu, seakan menyambut kembalinya sosok yang selama ini dirindukan banyak orang… atau ditakuti, tergantung siapa yang ditanya.

Ibu Suri, ibunda Kaisar yang telah lama berkelana ke wilayah barat untuk ziarah dan menyepi, akhirnya pulang ke Istana Langit Jing. Usianya telah lanjut, wajahnya teduh namun memancarkan wibawa yang membuat semua pelayan menunduk lebih dalam dari biasanya.

Kaisar sendiri menyambut dengan haru, mencium tangan ibunya dan memeluk erat.

“Aku rindu, Ibu,” ujarnya tulus.

“Begitupun ibu padamu, anakku,” jawab Ibu Suri lembut.

Namun setelah itu… kabar ganjil mulai berhembus.

Ibu Suri Mogok Makan

Selama tiga hari setelah kepulangannya, Ibu Suri tidak menyentuh satu pun makanan. Para tabib datang dan pergi, menggeleng pelan. Bukan karena sakit. Namun karena…

“Aku… tidak berselera,” katanya pelan kepada Kaisar.

Para koki istana putus asa. Sup mewah, bubur dari beras pilihan, daging yang dimasak lembut—semuanya hanya disentuh ujung sumpit.

Kaisar mulai cemas. “Apa yang bisa membuat selera makan Ibu kembali?”

Ajang Cari Muka Dimulai

Kabar bahwa Ibu Suri tidak makan menyebar bagai api ke seluruh bagian istana.

Selir-selir mulai berdatangan, tak ingin kehilangan kesempatan unjuk bakat—dan tentunya... posisi di hati Kaisar.

Selir Lan membawa ayam rebus yang katanya dimasak dengan air bunga dari gunung selatan.

Selir Ying menyuguhkan kue beras yang katanya resep turun-temurun dari nenek buyutnya yang pernah memasak untuk raja naga.

Selir Hua bahkan menyewa tabib dari luar untuk meracik sup khusus penuh rempah penggugah selera.

Namun hasilnya?

Ibu Suri hanya tersenyum sopan, lalu menggeleng lemah.

“Aku... tidak ingin makan.”

Kaisar yang melihat langsung menjadi makin gelisah. Wajahnya tampak letih.

Mei Lin: Yang Tak Ikut-Ikutan

Di Paviliun Anggrek Putih Selir Mei Lin justru sedang santai mengisi tinta dan menyalin puisi tua sambil sesekali berceloteh dengan Qin Mo dan Lian, sang pengawal.

“Semua orang seperti terjun lomba memasak, padahal Ibu Suri bukan sedang lapar mata, tapi hati,” katanya, mengusap tinta dari ujung jari.

Qin Mo menyeringai. “Kenapa tidak ikut saja, Selir Mei Lin? Siapa tahu buburmu menyelamatkan negara.”

Mei Lin mengangkat alis. “Aku? Tidak suka cari muka. Aku lebih suka cari... akal sehat.”

Namun malam itu, saat melewati aula utama dan melihat Kaisar duduk sendirian sambil mengelus dahi, Mei Lin berhenti. Wajah lelaki itu… tampak sangat lelah. Tak seperti biasanya yang dingin tapi kuat. Kini seperti seorang anak kecil yang khawatir ibunya akan lenyap.

Mei Lin menggigit bibir. “Baiklah. Mungkin sudah waktunya aku... turun tangan sedikit.”

Keesokan pagi, dapur kecil di belakang paviliunnya sibuk.

Mei Lin tidak memasak makanan mewah. Tidak memakai jamur dari lembah barat atau ayam jantan berumur tiga tahun. Ia hanya membuat bubur beras putih lembut, ditambahkan sedikit jahe segar, ditaburi irisan daun bawang, dan minyak wijen tipis.

“Bubur orang sakit,” gumamnya.

Namun yang paling penting, Mei Lin membuatnya sendiri. Dengan sabar. Mengaduk perlahan. Menjaga api kecil. Tidak mengandalkan pelayan.

Ia membawanya sendiri ke ruang Ibu Suri. Menunduk dalam, lalu meletakkan mangkuk di meja kecil.

“Ini bukan makanan mewah, Yang Mulia Ibu Suri,” katanya lembut. “Hanya bubur sederhana yang biasa dibuat ibuku dulu saat aku demam. Tapi... aku membuatnya dengan sabar dan niat agar orang yang kucintai sembuh.”

Ibu Suri memandang wajah Mei Lin. Tak mengenalnya baik, karena selama ini nama selir ini tak pernah menonjol seperti yang lain. Tapi ada sesuatu dari tatapan gadis ini yang terasa… hangat.

Ia mengambil sendok. Satu suap.

Mei Lin menahan napas.

Ibu Suri mengunyah perlahan.

Lalu satu suap lagi.

Dan satu lagi.

Hingga mangkuk itu kosong.

Kaisar yang tiba-tiba masuk tanpa suara langsung tercengang. “Ibu... makan?”

Ibu Suri mengangguk pelan. “Akhirnya... ada rasa yang kutemukan. Rasa... ketulusan.”

Kaisar menatap Mei Lin. Matanya menenangkan. “Kau yang memasak ini?”

Mei Lin menjawab santai. “Kalau dibilang memasak, mungkin terlalu berlebihan. Tapi, ya... aku yang mengaduk.”

Malam itu, Paviliun Mei Lin dipenuhi harum bunga krisan yang dikirim langsung dari taman Kaisar. Dan sebuah surat tulisan tangan Kaisar berbunyi:

"Buburmu sederhana. Tapi menyelamatkan Ibu dan hatiku sekaligus. Terima kasih, Selir Mei Lin.

Mei Lin menutup surat itu, tersenyum tipis. Lalu bergumam sendiri:

“Kalau tahu begini, harusnya aku buka warung bubur saja di istana ini.”

Qin Mo dari luar pintu menyahut, “Kalau itu terjadi, antreannya pasti para menteri!” dan mereka tertawa disana

Bersambung

1
kurnia rahayu
👍👍👍💪💪💪
mong air
sesuai untuk bacaan santai2...tiada intrik berat..
myukai pwatakan Pemaisuri mei lin.jarang2 sbegitu..Author,,tbaik..😚
Asihfitr
endingnya mei lin hamil LG brarti anaknya 5 tp blm melahirkan udh end
Asihfitr
endingnya mei lin hamil LG brarti anaknya 5 tp blm melahirkan udh end
Hastin71
sayang kalau di lewatkan setiap episodenya...ceritanya pembelajaran sekali,Thor
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 👍👍👍👏👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒐𝒌 𝒂𝒏𝒆𝒉 𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒏 𝒚𝒈 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒊𝒕𝒖 𝑹𝒖𝒆 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒕𝒑 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒋𝒅 𝒀𝒖𝒏 𝒁𝒉𝒊 𝒅𝒏 𝒅𝒖𝒂"𝒏𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒕𝒓𝒖𝒔 𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒓 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝒋𝒈 𝒈𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒊 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒊𝒏 𝒌𝒂𝒊𝒔𝒂𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒅𝒂𝒉𝒖𝒍𝒖 𝒕𝒑 𝒌𝒐𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒋𝒖𝒋𝒖𝒓 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒔𝒌𝒓𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒈𝒂𝒌 𝒏𝒚𝒂𝒎𝒃𝒖𝒏𝒈 𝒅𝒓 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝒑𝒅𝒉𝒍 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒓𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒑𝒂𝒔 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒂𝒄𝒂 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒋𝒅 𝒃𝒊𝒌𝒊𝒏 𝒂𝒎𝒃𝒚𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒉 𝒃𝒂𝒄𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒉𝒓𝒔 𝒂𝒏𝒋𝒍𝒐𝒌 𝒈𝒂𝒓𝒂" 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒄𝒂𝒖 🤦‍♀️🤦‍♀️😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝑳𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒊𝒏 𝑹𝒖𝒆 𝑭𝒆𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑱𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒋𝒅 𝒎𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒍 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒃𝒐𝒅𝒐𝒉 😒😒
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 𝒃𝒆𝒏𝒆𝒓" 𝒚𝒂 😄😄
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒌𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒌𝒂𝒌 𝒊𝒕𝒖 𝑹𝒖𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒚𝒂 𝒌𝒐𝒌 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒓𝒕 𝒊𝒏𝒊 𝒚𝒈 𝒌𝒂𝒌𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉 𝑳𝒊𝒂𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 🤔😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒊𝒓𝒂𝒊𝒏 𝒕𝒓𝒊𝒑𝒍𝒆𝒕 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒏𝒚𝒂 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒓 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒚𝒂 😄😄
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒍𝒈 𝒏𝒊𝒉 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒄𝒊𝒓𝒊 𝒌𝒉𝒂𝒔𝒏𝒚𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒑𝒊𝒏𝒕𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑹𝒖𝒊 𝑭𝒆𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝑳𝒊𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝒊𝒏𝒈 𝒀𝒖𝒆 👍👍👏👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!