Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Duduk di atas kursi roda
"Lu-lumpuh?" Bintang menggelengkan kepalanya, ia tidak percaya apa yang baru saja dikatakan oleh Bulan.
"Gak, gak mungkin! Lo pasti bercanda kan Bulan?!" Bintang menatap Bulan dengan mata yang berkaca-kaca, seolah ingin mendengar fakta itu lagi dari mulut Bulan.
"Bintang... Gue gak bercanda, karena kecelakaan itu lo mengalami kelumpuhan, Bintang." Ujar Bulan pada akhirnya setelah didesak Bintang sedari tadi. Ia pun menitikkan air matanya, merasa sakit melihat keadaan Bintang saat ini.
Bintang lagi-lagi menggelengkan kepalanya, seakan ia tidak bisa menerima kenyataan yang dialaminya saat ini. Hidupnya yang sudah berantakan, kini harus dihadapkan dengan satu kenyataan yang pastinya membuat dirinya merasa semakin hancur.
"Aaarghhhh!!" Teriak Bintang frustasi sambil memukul-mukul kakinya sendiri.
Bulan yang melihat itu langsung menghentikan tangan Bintang, berusaha untuk menenangkannya.
"Bintang, Bintang... Jangan kayak gini. Gue tau ini pasti berat buat lo, please jangan kayak gini, Bintang!"
"Kenapa harus gue, Lan? Kenapa harus gue?!!" Bintang menjatuhkan tangannya di atas wajahnya, membiarkan air matanya keluar bersamaan dengan emosinya. Bulan yang memegangi tangan Bintang, akhirnya melepas pegangan tangannya karena tenaga Bintang jauh lebih kuat dari dirinya.
Bulan merasa sedih melihat keadaan Bintang yang benar-benar terpuruk saat ini. Ia hanya membiarkan sahabatnya itu meluapkan emosinya, karena ia tahu bahwa sangat sulit jika ada di posisi Bintang saat ini.
"Kenapa hidup gue seperti ini, Lan? Apa gue gak pantas hidup? Gue capek banget, sumpah." Ujar Bintang lirih dan suaranya terdengar tersedu-sedu karena guncangan emosinya.
Bulan langsung menggelengkan kepalanya, diikuti dengan air mata yang terus menetes dari pelupuk matanya. Bulan meraih tangan Bintang yang menutupi wajahnya, ia menarik tangan Bintang dengan lembut.
"Gak Bintang, lo gak boleh ngomong kayak gitu. Gue yakin semua ini akan berbuah manis di kemudian hari. Gue tau lo kuat, Bintang. Tuhan sayang sama lo, lo gak sendirian." Ujar Bulan lirih.
Bintang menatap Bulan dengan perasaan yang campur aduk, kilasan matanya pun masih terlihat jelas bahwa ia sangat lelah dengan kehidupannya. Bahkan, ia lagi-lagi menggelengkan kepalanya seakan tidak mempercayai perkataan Bulan.
Bintang terdiam tanpa kata, pikirannya jelas melayang jauh memikirkan kehidupannya yang tidak seindah remaja lainnya. Sementara Bulan, menatap sahabatnya dan itu dengan tatapan sedih, ia ingin membuat Bintang merasa sedikit lebih baik tapi ia tidak tahu harus melakukan apa.
Setelah beberapa saat, Bintang menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia berujar. "Ya, thanks." Ujar Bintang lirih setelah hening beberapa saat karena perkataan Bulan tadi.
Bulan mengangguk dengan tersenyum tipis, tapi senyumnya terlihat sangat sedih. Bulan tau bahwa Bintang butuh support darinya untuk saat ini.
"Gue akan bantu lo beradaptasi dengan keadaan lo sekarang, oke? Gue akan selalu ada disini buat lo." Ujar Bulan lembut.
Bintang hanya mengangguk singkat, ia tidak keberatan dengan bantuan Bulan. Terlebih persahabatan mereka yang sudah terjalin sangat lama, membuat Bintang bisa mempercayai Bulan sepenuhnya. Bahkan, Bintang terlihat menyeka air matanya dengan lengannya, kata-kata Bulan membuatnya merasa sedikit lebih baik.
"Thanks, Lan. Lo bener-bener sahabat terbaik gue. Gue gak tau harus balas kebaikan lo kayak gimana." Ujar Bintang.
"Ah udahlah gak usah ngaco. Lo mau ke toilet?" Ujar Bulan pada akhirnya.
Bintang hanya mengangguk singkat, memang benar ia ingin pergi ke toilet. Tapi, karena kakinya tidak bisa digerakkan, ia pun panik hingga akhirnya ia lupa dengan niat awalnya. Bulan pun langsung beranjak ke luar ruangan untuk meminta kursi roda pada perawat rumah sakit. Setelah beberapa saat, ia pun kembali dengan seorang suster dan membantu Bintang untuk mengantarkannya ke toilet.
Bulan merasa berat melihat Bintang yang harus duduk di atas kursi roda. Ia memandangi pintu toilet itu dengan tatapan kosong, seakan tidak rela melihat kondisi Bintang yang harus seperti itu dalam waktu yang lama atau mungkin selamanya.
Ia berharap bahwa Bintang akan kembali tersenyum dengan senyuman tampannya seperti saat bermain basket tempo hari. Tapi, ia tahu bahwa itu mustahil. Bintang baru saja mengetahui bahwa dirinya lumpuh dan itu pasti sangat sulit untuk diterima olehnya.
Tiba-tiba saja pintu terbuka, Bulan dan suster itu langsung membantu Bintang untuk kembali mendudukkannya di atas kursi roda. Lalu membantu Bintang untuk kembali berbaring di atas ranjang.
"Baiklah, saya pergi dulu. Kalau butuh apa-apa jangan ragu untuk menghubungi pihak rumah sakit. Permisi," ujar suster itu dengan seutas senyum sebelum akhirnya melangkah keluar meninggalkan Bulan dan Bintang di ruangan itu.
"Iya mbak, terima kasih." Ujar Bulan kepada suster itu.
Bulan kembali menoleh ke arah Bintang, ia pun tersenyum samar. "Kalo lo butuh apa-apa bilang aja ya? Gue pasti bantuin kok."
Bintang hanya mengangguk singkat tanpa kata, lalu ia menoleh ke arah lain seakan meratapi nasibnya. Bulan yang mengerti, tidak ingin mengganggu Bintang. Ia pun hanya duduk sembari membaca buku yang dibawakan oleh kakaknya tadi pagi.
Aksa seakan tahu bahwa adiknya itu membutuhkan bacaan sewaktu-waktu. Ternyata benar saja, buku itu memang diperlukan Bulan dalam keadaan seperti ini.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Sekitar pukul dua siang, Bulan masih setia menemani Bintang di dalam ruangan itu. Ia sempat keluar sebentar dari ruangan untuk sekedar membeli makanan dan minuman. Tapi ia tidak menikmatinya di kantin rumah sakit, melainkan di ruangan Bintang.
Bintang merasa tidak enak telah merepotkan Bulan. Andai saja ia tidak kabur dari rumahnya, mungkin kejadian ini pun tak akan dialaminya.
"Sorry, Lan. Gue jadi repotin lo." Ujar Bintang yang mendapati Bulan yang sedang menikmati makanannya di lantai ruangan itu.
Bulan langsung menoleh, setelah ia menelan makanannya ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak sama sekali kok. Jangan ngerasa gak enak gitu."
"Andai aja gue gak kabur, pasti gak bakal terjadi kayak gini." Ujar Bintang lirih penuh penyesalan.
Bulan yang mendengarnya tentu saja terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Bintang mengalami kecelakaan karena kabur dari rumahnya.
"Ka-kabur? Lo kabur dari rumah?" Ujar Bulan tidak percaya.
"Iya, gue kabur dari rumah. Gue gak tahan dengan sikap papa yang terus-menerus kasar sama gue. Terlebih dia tau gue bolos sekolah, kemarahan dia buat gue trauma." Jelas Bintang lirih mengingat kejadian itu.
Bulan menarik nafas karena terkejut. Ia pun langsung menghentikan makannya, merasa simpatik dengan Bintang.
"Lo liat kan? Di saat gue terpuruk kayak gini pun dia gak peduli sama gue. Sedetik pun dia gak kelihatan hanya untuk sekedar tau kondisi gue." Lanjut Bintang sebelum Bulan bisa berbicara.
"Gue tau ini pasti berat buat lo. Kata-kata semangat aja gue yakin itu gak cukup buat lo. Lo kuat Bintang, lo pasti bisa lewati semua ini." Ujar Bulan mencoba untuk menenangkan Bintang dengan kata-kata seadanya.
Bintang terdiam, baginya apa artinya kekuatan itu jika dirinya sendiri pun benar-benar rapuh. Bintang tidak bisa berpura-pura kuat di depan Bulan, meskipun ia berusaha untuk mencobanya seperti yang bisa ia lakukan pada dua temannya dan juga Reva. Tapi, jika di depan Bulan maupun Zai, Bintang tetap saja tidak bisa menyembunyikan kelemahan itu.
"Teman-teman lo dan Reva belum datang?" Tanya Bulan hati-hati, mengingat keempat orang itu tak ada satupun yang hadir untuk menjenguk Bintang.
"Entahlah, gue gak tau Lan. Gak ada balasan apapun dari mereka, kecuali Zai. Dia bilang mau jenguk nanti malam." Ujar Bintang.
Bulan mengernyitkan dahi, ia merasa aneh dengan pertemanan Bintang. Mereka bertiga membawa pengaruh buruk kepada Bintang, tapi dengan Zai Bintang seakan nyaman berteman dengan pemuda itu.
Bintang sendiri pun merasa menemukan teman hanya pada diri Zai. Terlebih diantara mereka bertiga, hanya Zai yang tau keluh kesah tentang permasalahan Bintang.
"Ya udah deh, sekarang istirahat aja gih. Gak usah mikirin yang lain-lain dulu." Ujar Bulan mengalihkan pembicaraan. Jujur saja, Bulan tetap tidak suka dengan Zai meskipun di mata Bintang ia memandangnya berbeda.
Bintang mengangguk perlahan, apa yang dikatakan Bulan ada benarnya juga. "Iya, thanks Lan. Gue istirahat sekarang."
Bulan hanya tersenyum dengan anggukan singkat, membiarkan sahabatnya itu untuk beristirahat. Ia pun melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
Bulan kembali menikmati makanannya, tapi matanya tetap saja melirik Bintang yang sudah memejamkan matanya. Di saat Bintang membutuhkan support dari orang-orang terdekatnya, tapi tak ada yang memperdulikan dirinya membuat Bulan merasa ingin selalu ada untuk sahabatnya itu.
Bulan menghela nafas pelan, mencoba untuk menenangkan diri. Tiba-tiba saja matanya kembali tertuju pada kursi roda di sudut ruangan itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Bintang harus duduk di kursi roda untuk kegiatan sehari-harinya. Jelas saja itu sangat tidak bisa dibayangkan oleh Bulan.
^^^Bersambung...^^^