Di sebuah desa yang masih asri dan sejuk juga tak terlalu banyak masyarakat yang tinggal hidup lah dengan damai jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang sibuk.
Kegiatan yang wajar seperti berkebun, memancing, ke sawah, juga anak-anak yang belajar di sekolah.
Di sekolah tempat menuntut ilmu banyak yang tak sadar jika terdapat sebuah misteri yang berujung teror sedang menanti masyarakat lugu yang tidak mengetahui apa penyebab nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risma Dwika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Malam ini uwa Daris dan uwa nyai pulang ke rumah nya. Karena tidak baik terlalu lama membiarkan rumah kosong.
Lagi pula sekarang ada Zaki, lelaki di rumah. Jadi uwa Daris tak terlalu khawatir.
"Teh, akang terima kasih banyak yaa saya udah di bantu. Kalo nggak ada akang sama teteh saya bingung pasti".
"Iyaa de, sudah sekarang kamu ada Zaki. Jaga kesehatan, jangan sampai kamu ikutan sakit. Doa jangan putus. Zaki, jaga ibu dan adikmu. Kalau ada apa-apa telepon uwa, atau teriak aja ke depan nanti juga warga dengar". Tukas uwa Daris.
"Iyaa wa, Zaki ngucapin terima kasih banyak karena udah bantu ibu dan adik selama Zaki di kota. Uwa hati-hati pulangnya yaa, istirahat juga". Ujar Zaki.
"Ya sudah uwa pamit, assalamualaikum ".
"Waalaikumsalam ".
Setelah memastikan mobil uwa Daris sudah jalan, Zaki dan Bu Munah masuk lagi ke dalam rumah.
Neng sudah terlihat lebih sehat. Kali ini neng sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil nonton tv.
Zaki pun menyusul adik nya dan ikut nonton televisi.
Sedangkan Bu Munah ke dapur untuk membersihkan bekas makan malam tadi.
Bu Munah lebih tenang sekarang ada Zaki yang menemani mereka.
Bu Munah berharap zaki mau tinggal di desa selama nya. Bukan maksud menghalangi jalan masa depan anaknya, namun saat tinggal berdua saja dengan neng anak perempuan nya ada rasa khawatir yang sulit di jelaskan. Apalagi dengan kondisi neng saat ini, meskipun saat ini sudah terlihat lebih baik namun perasaan nya berkata bahwa neng belum sepenuhnya pulih.
Ada perasaan janggal ketika di dekat neng, anak perempuan nya ini.
Namun, Bu Munah berusaha untuk berpikir positif.
Zaki memperhatikan adik nya yang sedang nonton TV.
Sepersekian detik pandangan nya menangkap sosok perempuan yang berbeda.
Saat mata nya kedip, ternyata itu adiknya.
'loh kenapa nih'. Batin Zaki
"Kenapa a? Kok gitu liat neng?". Neng sadar pandangan Zaki dari tadi tertuju padanya.
"Ah nggak neng. Cuma nggak sangka, kamu udah besar sekarang. Cepet sehat yaa nanti kita jalan jalan sama ibu".
"Iyaa a, neng seneng banget aa pulang ke desa".
"Nonton apa ini hmmm anak anak ibu?". Bu Munah ikut bergabung membawa makanan jagung rebus untuk menemani ngobrol santai dengan anak-anak nya.
"Ini Bu nemenin neng nonton sinetron".
"Zaki, ada yang mau ibu sampaikan". Bu Munah memberikan dua buah sertifikat tanah ke Zaki.
"Apa ini Bu? Punya siapa?".
"Setelah kamu lulus kuliah kan kamu selalu kirim uang ke ibu yaa. Tapi, sebenarnya nggak ibu pakai uang nya. Ibu kumpulkan, dan Alhamdulillah kemarin cukup untuk membeli sawah dan tanah. Kebetulan pak min menjual sawah dan tanah nya yang nggak jauh dari sekolah itu dengan harga sedikit di bawah harga pasar. Jadi, ibu memutuskan untuk membeli nya untuk kamu. Ini ibu serahin ke kamu yaa".
Zaki sempat terdiam beberapa saat...
"Kenapa nggak ibu pakai saja uang nya untuk ibu dan keperluan neng?".
"Nak, neng itu tanggung jawab ibu dan bapak. Sama hal nya seperti kamu. Setelah kamu mandiri dan bisa cari rejekinya sendiri, maka ibu berani melepas kamu dalam artian nggak biayai kehidupan kamu. Melihat kamu sekarang sudah mapan saja ibu senang bukan main. Pasti bapak mu pun senang lihat anak ganteng nya berhasil di kota". Jelas ibu
"Tapi Bu, Zaki kerja keras itu untuk keluarga. Kalau begini rasanya Zaki nggak berguna sebagai anak". Zaki tak percaya selama ini ibunya tak memakai uang pemberiannya selama ini. Malah di simpan dan di kembalikan dalam bentuk investasi masa depan.
"Nak, peninggalan ayah mu saja sudah cukup untuk ibu dan neng. Kamu jangan khawatir, bapak meninggalkan kita, namun beliau masih 'menafkahi' kita dengan warisan peninggalan nya".
hening...
"Ibu tau, kamu dulu begitu sangat ingin jadi petani dan pengusaha. Jadilah sebidang tanah yang ada gubuk nya, dan juga sawah ibu beli. Supaya kelak kamu bisa berusaha dari kampung tanpa harus meninggalkan keluarga nya".
"Bu, ini luas banget loh sawah dan kebun nya. Ibu malah nggak pakai uang yang aku kirim ke ibu".
"Ngga apa-apa sayang. Ibu sudah bahagia lihat kamu sekarang sehat dan mapan".
"Iyaa Bu, ibu memang paling bijaksana dan juga sayang sebenarnya sama anak anak".
Zaki terkejut dengan tindakan ibu nya yang tiba-tiba memberikan sertifikat tanah seluas ini.
"Kalau begitu, aku mau merenovasi gubuk di kebun itu ya Bu".
Saat mengatakan itu, neng tiba-tiba menengok ke arah Zaki dengan tatapan yang tajam.
"Jangan!!" pekik neng.
"Ada apa neng? Kenapa jangan". tanya Zaki.
"Itu tempat ku, jangan berani kamu menyentuh rumah ku!!". Setelah mengatakan itu, neng pergi ke kamar lalu naik ke kasur kemudian terlelap.
"Bu, apa nggak sebaiknya kita bawa neng berobat secepatnya? Aku khawatir Bu. Ini seperti bukan neng".
"Iyaa coba kamu ke rumah uwa mu sekarang, pakai motor bapak saja. Tapi ibu tidak tau motor nya masih nyala atau tidak. Ada di belakang rumah, kunci nya pun di sana ".
Zaki melesat ke gudang belakang mencari motor bapak nya.
Dia memeriksa bensin nya masih ada atau tidak, ternyata kosong.
Akhirnya Zaki memutuskan untuk naik mobil saja, kalau jalan kaki jalanan gelap dia tidak cukup berani.
Buru-buru Zaki ke rumah uwa nya.
Bu Munah menunggu di ruang keluarga sambil melihat ke kamar dimana neng tertidur dengan cepat.
Bu Munah juga sebentar keluar melihat ke arah rumah kakak nya.
Terlihat Zaki sudah di teras bersama uwa Daris.
Kemudian Bu Munah masuk lagi ke dalam, dia kaget bukan main.
Karena saat ini neng dalam posisi duduk dan tertunduk sehingga rambutnya menjuntai ke bawah.
Menyeramkan sekali....
Bu Munah buru-buru masuk ke kamar dan memeluk anaknya.
"Tolong jangan ganggu anak ku. Anak ku nggak salah apa-apa. Jangan lah begini".
Bu Munah histeris melihat anak nya jadi seperti ini.
"Anak ku jadi nggak bisa sekolah gara-gara kamu. Kenapa kamu begitu sama anak ku. Kasihan lah, kita sama sama makhluk Allah SWT. Kami lebih mulia dari kau, pergi lah ke alam mu jangan ganggu kami".
Mendengar Bu Munah menangis histeris, Zaki dan uwa Daris yang baru sampai langsung berlari ke dalam melihat kondisi nya.
"Ada apa Munah?"
"Astaghfirullah". Ucap Zaki dan uwa Daris bersamaan.
"Kang, anakku kang. Kenapa dia ganggu anakku terus. Kenapaaaa???"
Bu Munah tak kuasa menahan tangisnya, dia kesal kenapa 'makhluk' ini mengganggu anak nya. Padahal neng anak yang baik, penurut, rajin pula.