Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Seksi
Di sebuah hotel berbintang, Beni sedang menyiapkan beberapa berkas yang akan digunakan untuk meeting.
"Dika, apa saja jadwalku hari ini?" tanya Beni, sambil menatap sebuah berkas.
"Meeting dengan Tuan Mark, mengecek proyek, Tuan. Diperkirakan jam 3 sudah bebas pekerjaan," jawab Dika, selalu berusaha membuat Beni terkesan.
"Siapkan berkasnya! Kita berangkat sekarang," ajak Beni.
Pekerjaan bagi Beni sesuatu yang sangat penting, dan tidak perlu ditunda-tunda lagi. Saat ini Beni dan Dika menuju ke sebuah ruangan VIP di hotel itu yang akan digunakan untuk meeting.
Ketika melewati meja resepsionis, Dika seperti melihat Viola. Ia berusaha memberitahu Beni, kalau melihat istrinya.
"Kita ke sini untuk mengurus pekerjaan, Dika! Jangan memikirkan wanita!" tegas Beni, setiap bekerja selalu serius dan berusaha profesional.
"Maaf, Tuan." Dika tersenyum getir.
Sekertaris Safira sudah menunggu Beni di ruang meeting, ia menyiapkan laptop berkas dan keperluan lainnya.
"Tuan Mark masih dalam perjalanan, Tuan. Kita diminta menunggu lima menit lagi," kata Safira, baru saja menerima kabar dari asisten Tuan Mark.
"Hem," sahut Beni.
Sebelum meeting dimulai, Beni mempelajari ulang berkas yang sudah disiapkan. Ia tidak mau mengecewakan atau dikecewakan, karena hal kecil. Berkas tertinggal dan belum siap, tidak akan Beni terima alasan seperti itu.
Tuan Mark akhirnya datang juga, sehingga meeting bisa langsung dimulai. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah sepakat mempercepat jalannya meeting.
Setelah selesai, semua peserta meeting akan berangkat meninjau proyek yang letaknya lumayan deket. Beni bekerjasama dengan Tuan Mark, membangun sebuah mall di kota yang baru akan berkembang. Nantinya mall itu menjadi pusat perbelanjaan pertama di kota ini.
"Tanah ini cukup luas, Tuan Beni. Jadi kita bisa sekaligus membangun vila," kata Tuan Mark, menunjukkan lokasi yang akan dibangun sebuah mall.
"Saya justru tertarik membangun hotel, Tuan." Menurut Beni kalau membangun vila, lokasinya lumayan jauh dari tempat wisata.
Tuan Mark tersenyum, ternyata Beni orang yang bisa diandalkan. Beliau merasa sangat beruntung bisa mendapatkan kesempatan bekerjasama dengan Beni. Keduanya sepakat segera membangun mall dan hotel, sebelum akhir tahun.
Kemungkinan kota ini akan menjadi tempat wisata juga, dan pusat kerajinan yang dikerjakan para warga. Dengan adanya mall dan hotel, para warga tidak akan rugi. Justru banyak orang berdatangan ke kota, membeli hasil kerajinan mereka.
Setelah melihat lokasi proyek, Beni, Dika dan Safira kembali ke hotel tempat mereka menginap tadi. Tak terasa waktu juga sudah sore hari, mereka akan istirahat lebih dulu.
"Dika, kita makan malam diluar saja. Aku ingin menikmati kuliner di kota ini," ujar Beni, menolak makanan yang disediakan di hotel.
"Baik, Tuan. Saya cari informasi lebih dulu," kata Beni.
"Saya tahu, Tuan. Di mana tempat bisa menikmati kuliner enak," sahut Safira, sering datang ke kota ini karena ditugaskan oleh Beni.
Mereka bertiga akan mencari kuliner nanti malam pukul tujuh, sekarang Beni dan Dika kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Sementara Safira masih ada janji bertemu tunangannya, di restoran lain.
Di dalam kamar hotel, Beni merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia membuka ponselnya, mengecek rekaman CCTV yang ada di rumah. Ia berencana memantau apa yang sedang dilakukan istrinya.
Melihat istrinya berkemas-kemas, membuat Beni panik. Ia langsung menghubungi Viola, untuk menanyakan keberadaannya. Namun, Viola hanya mengatakan kalau dirinya sedang berada di luar kota juga untuk berlibur.
Beni marah mendengar jawaban Viola, ia menuduh Viola pergi dengan laki-laki lain. Bahkan sampai mengatakan kalau istrinya tidak bisa dipercaya, mencari kesenangan lain.
Beni dan Viola menjadi tidak tenang sendiri, mereka berperang melawan isi otak masing-masing. Saling menuduh selingkuh, tetapi tidak ada buktinya. Beni segera mengakhiri panggilan teleponnya, lalu melemparkan ponselnya ke atas ranjang.
"Dika, blokir kartu yang pernah saya berikan ke Viola," pinta Beni, terlanjur marah.
"Baik, Tuan. Beni segera melaksanakan perintah bosnya. Ia juga melaporkan kalau kartu itu belum pernah dipakai.
Malam ini Beni, Dika, dan Safira menuju ke tempat kuliner yang menjadi ikon kota tersebut. Mereka berkeliling mengelilingi stan makanan khas, dan kuliner terenak.
Safira dan Dika membeli beberapa jenis makanan untuk oleh-oleh keluarga mereka, karena di kota mereka tidak ada.
"Tuan, apa Anda tidak mau membeli untuk Nyonya di rumah?" tanya Safira, setiap berpergian selalu membawa oleh-oleh berupa makanan.
"Dia tidak butuh makanan, lebih membutuhkan kesenangan pribadi." Beni menjawab asal.
Safira hanya tersenyum, ia sudah paham dengan jawaban Beni. Ia menebak pasti ada sesuatu yang tidak beres antara Beni dan istrinya.
Setelah membeli oleh-oleh, Beni mengajak Dika pergi ke cafe terdekat. Ia juga menyuruh Safira untuk kembali ke hotel, agar bisa beristirahat.
Dika sangat panik, tiba-tiba Beni memesan minuman beralkohol. Ia khawatir Beni tidak bisa mengontrol diri, apalagi mereka sedang berada di kota orang. Dika berusaha menasehati Beni, untuk tidak minum terlalu banyak.
"Sejak kapan kamu berani mengaturku!" ketus Beni, tidak suka diingatkan.
"Tuan, besok masih ada pekerjaan. Bukannya proyek ini sangat penting untuk kemajuan perusahaan Anda," ucap Dika pelan.
Beni baru teringat kata papanya, untuk mengerjakan dengan baik dan mendapatkan kepercayaan Tuan Mark. Papa Winata akan segera mewariskan Winata Grup ke Beni, setelah proyek berhasil.
Akhirnya Beni hanya menengguk segelas alkohol, lalu mengajak Dika keluar dari dalam cafe. Ketika mereka melangkahkan kaki keluar, tidak sengaja bertemu dengan Viola, Rani, dan Desy.
"Apa yang akan kalian lakukan di tempat ini?" tanya Beni, menatap tajam ke arah istrinya.
"Kita mau minum bir di cafe ini," jawab Viola, padahal hanya akan sekedar menikmati makan malam.
"Pulang!" bentak Beni.
"Tidak!" seru Viola, menatap tajam suaminya.
Rani dan Desy saling berbisik, mereka ketakutan melihat tatapan Beni yang seperti hendak membunuh. Desy memberanikan diri, berbisik di telinga Viola agar nurut dengan suaminya.
"Kalian bertiga hanya seorang wanita, jangan asal masuk ke cafe tanpa seorang laki-laki yang bisa menjaga!" Beni berkata tegas, ia sudah beberapa kali saja menjumpai wanita ceroboh seperti istri dan kedua temannya itu.
"Iya, kita ikut kamu saja," ucap Viola, akhirnya menuruti saran Desy.
Beni memperkenalkan Dika dengan Desy dan Rani, sebagai teman istrinya. Tujuannya untuk mengetahui siapa saja teman Viola, dan ketika diminta sesuatu bisa mengerti.
"Bagaimana kalau kita pergi ke pantai?" tanya Beni.
"Pasti kamu ingin melihat wanita yang seksi kan, Ben?" Viola sudah berpikiran buruk.
"Apa kamu bilang!" seru Beni, mengerutkan dahinya.
Beni mencerna kata-kata Viola, ia sangat yakin istrinya selalu berpikiran buruk.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳