Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Streets Ghost
Di suatu tempat tersembunyi, jauh dari pengawasan polisi dan hiruk pikuk kota, malam hari, Indra menghentikan BMW hitamnya. Tempat itu adalah bekas area pendaratan pesawat yang kini disulap menjadi markas balap liar dan modifikasi mobil.
Indra mengendarai mobilnya menuju suatu tempat di mana suara mesin yang menderu dan lampu neon neon yang terang benderang menjadi pemandangan biasa.
Ia berjalan menuju area yang dipenuhi mobil sport yang dimodifikasi secara ekstrem. Udara dipenuhi aroma bensin dan karet terbakar. Di tengah kerumunan teknisi dan pembalap, Indra menemukan orang yang dicarinya.
Seorang pria dengan jaket kulit mahal dan tato penuh di lengan, yang memancarkan aura kekuasaan di tempat itu, menoleh dan tersenyum lebar melihat kedatangan Indra.
Sampai akhirnya ia bertemu dengan pria itu—pemilik jaringan gelap di jalanan Shirayuki.
"Lama tidak bertemu, Senior!" seru pria itu, menyapa Indra dengan akrab sebagai junior di militer saat itu. Ia menawarkan tinju.
Indra membalas sapaan itu, ekspresinya tenang.
"Kau masih berisik seperti dulu," balas Indra. "Aku perlu berterima kasih atas bantuanmu beberapa hari lalu. Kevin Satou aman dalam sel sekarang."
Pria itu terkekeh, membahas soal senior di militer, dan detektif kepolisian lalu menjadi sopir taksi.
"Tentu saja! Siapa yang menyangka? Senior kita, yang dulu jadi pembuat strategi terbaik di unit, kini jadi hero yang menculik dokter jahat dengan taksi," ejeknya ramah.
"Kau meninggalkan karir cemerlang di militer. Lalu kau jadi detektif kepolisian paling dihormati Araya. Dan sekarang... sopir taksi," katanya, sambil menggelengkan kepala. "Tapi setidaknya, cara kerjamu masih sama. Bersih dan cepat."
"Beberapa kebiasaan sulit diubah," balas Indra singkat. "Aku datang untuk menanyakan tentang Haruna. Kau punya telinga yang lebih baik di Distrik Senja daripada kami."
Pria itu menyalakan sebatang rokok, menatap Indra dengan ekspresi serius di balik nada santainya.
"Yang membuatku heran, Senior," kata pria itu. "Kau bekerja di kepolisian dengan sangat rapi, tapi kau juga sangat terkenal karena... yah, mengacaukan protokol. Dan setelah kau dituduh mengacaukan protokol hingga keluar dari divisi, kini kau masih membantu kepolisian?"
Pria itu meniup asap rokoknya.
"Kau mempertaruhkan lehermu untuk lencana yang dulu hampir membunuhmu. Mengapa?"
Indra menjelaskan kali ini berbeda. Wajahnya kembali dingin dan tajam, mengingatkan pria itu pada hari-hari mereka di militer.
"Aku tidak membantu polisi, aku membantu Akari. Dan kali ini, yang menjebakku saat itu adalah polisi korup yang sempat aku selidiki," jelas Indra.
"AgateX bekerja dengan informan di dalam kepolisian, orang-orang yang membuat hidupku hancur dan membuat Araya hampir kehilangan pekerjaannya. Ini adalah masalah pribadi. Dan aku akan membersihkan kekacauan itu dengan caraku sendiri. Haruna adalah kuncinya."
Pria itu mengangguk, memahami motivasi Indra. Membantu Indra berarti membantu balas dendam melawan musuh bersama.
Indra menyadari ia harus memanfaatkan setiap celah emosional untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan.
"Omong-omong soal Haruna," kata Indra, nadanya tiba-tiba berubah santai. "Aku dengar... Haruna adalah mantan kekasihmu, kan?"
Wajah pria itu langsung berubah masam. Juniornya mengeluh jangan membahas itu dengan canda.
"Senior, jangan ungkit-ungkit masa lalu itu di tempat umum. Aku malu," gerutu pria itu, menyilangkan tangannya. "Aku sudah melupakannya."
"Benarkah?" tanya Indra, mengangkat satu alis. "Aku dengar dia adalah ratu penipuan AgateX."
Namun, Juniornya jujur. Ada kilatan dendam di mata pria itu, yang tidak bisa ia sembunyikan.
"Baiklah, kau benar. Aku masih dendam ditinggalkan Haruna," akunya. "Dia meninggalkanku karena aku 'tidak cukup kaya' untuk ambisinya, lalu dia pergi menjadi penjilat AgateX itu."
Pria itu mencondongkan tubuhnya ke Indra, suaranya pelan dan serius.
"Aku sudah menyelidiki dia. Dia sekarang tinggal di area kondominium mewah di dekat pelabuhan Distrik Senja, tempat AgateX mengoperasikan gudang mereka. Dia jarang keluar. Aku bisa memberikan rinciannya. Aku ingin melihat dia jatuh, Senior."
Indra mendengarkan pengakuan dendam itu, merasa campur aduk.
Indra menghela napas, senyum kecil terbentuk di wajahnya. Ia menatap juniornya.
"Astaga," ujar Indra. "Kau tahu, walau sudah melalui wajib militer dan menguasai jalanan Shirayuki, kau masih lemah dalam perasaan, Bung. Dendam wanita membuatmu mengkhianati jaringanmu."
Junior terkekeh keras, tidak tersinggung.
"Tentu saja, Senior. Tapi percayalah, aku serius ingin dia jatuh. Aku tidak akan membiarkan wanita yang meninggalkanku menjadi ratu kriminal di kota ini," katanya. "Tapi aku tidak ingin mengotori tanganku dengan darah. Aku hanya ingin melihatnya jatuh di bawah palu keadilan. Kau mengerti?"
"Aku mengerti," jawab Indra. "Dan aku senang kau mau berbagi informasi."
Untuk menguatkan tekad juniornya dan memberi alasan yang lebih besar daripada dendam pribadi, Indra menceritakan soal Akari yang menjadi korban Haruna.
"Ada gadis kecil, namanya Akari. Orang tuanya dibunuh oleh jaringan Haruna karena utang. Dia adalah satu-satunya yang tersisa. Dia ingin membalas dendam," jelas Indra. "Informasi ini bukan hanya untuk dendammu, tapi untuk memberinya kesempatan mendapatkan keadilan. Dan memberinya kehidupan normal kembali."
Junior Indra mendengarkan, ekspresi di wajahnya berubah menjadi serius.
"Baiklah, Senior. Aku mengerti," katanya. "Ambil semua yang kau butuhkan. Dia pantas mendapatkannya."
Indra memastikan bahwa juniornya memahami konsekuensi penuh dari keterlibatan mereka.
"Bagus," kata Indra. "Kau tahu risikonya. Aku tidak akan membiarkan Haruna menangkap Akari."
Indra mencondongkan tubuh sedikit.
"Dan kau harus tahu, Akari ingin membunuh Haruna," bisik Indra, tanpa berkedip.
Juniornya tertawa sinis, puas mendengar tingkat dendam itu.
"Aku suka gaya gadis itu, Senior," katanya. "Haruna memang pantas mendapatkannya. Aku tidak akan ikut campur dalam pertarungan itu."
"Dan aku berencana membantu gadis itu mendapatkan jalannya. Serta, aku akan membantu Senior melindungi Akari dari bahaya lain. Kita punya kesepakatan, Senior."
Indra mengangguk puas dan memegang bahu juniornya dengan erat, sebuah isyarat penghormatan yang hanya mereka pahami dari hari-hari di militer.
"Kau teman yang baik," kata Indra. "Aku berhutang padamu."
Juniornya tersenyum, lalu memasukkan permintaan pribadi yang sangat penting baginya.
"Senior, sebagai imbalannya, kau harus membantuku," pinta pria itu.
"Kau harus bernegosiasi kepada Araya agar tidak mengganggu balapanku di akhir pekan. Aku sudah mengubah jadwalnya ke waktu di mana jalanan benar-benar sepi. Itu adalah malam yang sempurna, dan aku tidak ingin dia mengirim timnya," katanya, nadanya seperti seorang anak kecil yang meminta sesuatu.
Juniornya seperti mengadu kepada kakaknya, berbicara kepada ibu mereka (merujuk pada Araya).
"Kau tahu bagaimana Araya-san. Dia tidak akan pernah mengizinkannya."
Indra terkekeh pelan. "Aku akan mencobanya. Tapi kau harus pastikan tidak ada insiden. Tidak ada korban, dan tidak ada kerusakan. Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa, tapi aku akan menyampaikan pesan mu."
Indra kini memiliki lokasi Haruna dan aliansi yang kuat. Ia segera masuk ke mobilnya, meninggalkan arena balap liar untuk kembali ke markas yaitu rumah Akari.