Ningrat dan kasta, sebuah kesatuan yang selalu berjalan beriringan. Namun, tak pernah terbayangkan bagi gadis proletar (rakyat biasa) bernama Sekar Taji bisa dicintai teramat oleh seorang berda rah biru.
Diantara gempuran kerasnya hidup, Sekar juga harus menerima cinta yang justru semakin mengoyak raga.
Di sisi lain, Amar Kertawidjaja seorang pemuda ningrat yang memiliki pikiran maju, menolak mengikuti aturan keluarganya terlebih perihal jodoh, sebab ia telah jatuh cinta pada gadis bernama Sekar.
Semua tentang cinta, kebebasan dan kebahagiaan. Mampukah keduanya berjuang hingga akhir atau justru hancur lebur oleh aturan yang mengekang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATN 32~ Kejar terus sampai dapat
Mapag panganten (menjemput pengantin) upacara adat yang biasa dipakai untuk acara pernikahan, tapi juga dilakukan untuk penjemputan tamu agung, pejabat dan tamu negara.
Para penari jaipong, aki lengser dan nini lengser dari sanggar Ciptagelar melenggok sesuai musik dan ketukan gendang. bersenandung dan melantunkan pupuh menyambut tamu menak Cokrosworo diantara hamparan karpet merah, bahkan para pembawa payung hias, bendera umbul-umbul setinggi 3 meter sudah stand bye mendampingi sejak dari depan alun-alun dekat dengan keraton demi memberi isyarat pada para pengguna jalan dan masyarakat bahwa rombongan ningrat lain datang untuk bersilaturahmi dengan kasepuhan.
Semua mata memandang, dan moment ini pun menjadi berita yang masuk di media cetak 2 hari ke depan, meski kemudian mereka tak dapat meliput kejadian di dalam keraton, sebab acaranya ditutup untuk umum.
Sekar dapat melihat begitu besar dan istimewanya para manusia ini. Pernah bermimpi? Oh ayolah ia cukup realistis, tak ingin merasa sakit ketika ia bangun dari mimpi.
Ia cukup terhibur dengan acara ini, setidaknya...ia pernah ada di dalam acara seperti ini. Dan ada cerita yang bisa ia kisahkan pada adik, orangtua, tetangga sekitar, dan anak-anaknya kelak jika ia pernah mengisi acara menyambut ningrat.
Ia mungkin tidak bisa mengubah takdirnya menjadi seorang ningrat, tapi mungkin ke depannya...ia bisa menjadi orang penting hingga nanti kedatangannya akan disambut secara istimewa macam ini.
Dan lihat, wajah-wajah ningrat Cokrosworo yang menebar senyuman, ada 4 orang lelaki dengan satu lebih tua. 5 orang wanita dengan satu wanita lebih muda berjalan diantara---ayah ibunya.
"Kar," bisik Sari, "coba tebak yang permaisuri yang mana yang selir yang mana?" ia malah main tebak-tebakan.
Sekar melirik membuat kembang goyang di kepalanya bergoyang, "ngga tau saya teh. Menurut saya semuanya hampir sama, seumur."
"Kamu tau ngga menak Cokrosworo, alias Gusti Raden mas Harya Said, itu punya 4 istri, yang satu sah dan 3 nya selir?"
Sekar kini menoleh benar-benar, Serakah!
"Tapi anak perempuannya cuma satu, ya itu dari permaisurinya. Beliau dokter..."
OHHHH ! Mulut Sekar membentuk O lama. Sari tertawa, entahlah anggota termudanya di rampak jaipong kali ini, sungguh lucu sekali kalau mode polos begini.
"Kamu ngga minat buat jadi selir ketiga den gusti Bratarana?"
Sekar menjauhkan wajahnya, dan menggeleng, "engga lah. Anaknya saja seumuran sama saya."
Sari kembali terkekeh, "mending jadi selirnya den anom Reksa, ya Kar?"
Sekar menggeleng, "ngga mau juga. Saya mau ngabisin masa muda saya keliling Jawa Barat aja, terutama ke Bandung. Bukan ada di sangkar emas begini."
"Padahal punya satu lagi selir, dapat gelas tuh .." kelakar Sari.
"Jadi selir enak, Kar...ngga perlu kerja buat dapat uang, udah kejamin semuanya .." tatap Sari nyalang ke arah pementasan jauh di depan mereka.
"Maksudnya? Teteh udah ada rencana buat jadi selir?" tanya Sekar.
"Den Somantri, ngajak pacaran." bisik Sari.
"HAH?!"Sekar langsung membungkam mulutnya sendiri saat yang lain langsung menoleh padanya yang berisik. Sari tertawa namun juga meringis, "menikah saja belum dia, udah nandain buat jadi selir..." bisik Sekar, namun kemudian ia ingat dengan Amar, nasibnya sama.
Sari mengangguk, "padahal saya mau nyobain pacaran sama orang lain yang lebih bebas dulu. Tapi tawarannya, ngga bisa diabaikan, kan? Memangnya saya siapa, bisa menolak kemauan anak sultan?"
Sekar menelan salivanya sulit, "kamu ya kamu, teh...orang bebas dan merdeka. Kamu tau teh, presiden RI pertama aja sampe berda rah-da rah buat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terus kamu mau balik lagi dijajah gitu? Masalah rejeki, sudah ada yang atur...kamu secara tidak langsung sudah menggantungkan rejekimu sama den Somantri kalau begitu, ngga percaya Gusti Allah."
"Nasib orang tidak ada yang tau, begitupun jodoh. Gimana kalau besok lusa tiba-tiba bisnis keraton bangkrut. Masih mau jadi selir yang cuma diem di kamar ngarepin duit beras sama make up?"
"Kalo aku, jujur teh...aku ngga sanggup buat berbagi hati begitu. Aku mau menikah bukan karena paksaan, aku mau menikah karena cinta, punya cita-cita sama, punya prinsip yang sama. Aku ingin menikmati masa muda, masa-masa berjuangku dulu daripada harus ngurusin suami yang banyak ngekang, kalauuuu.... istri sahnya baik, kalau ternyata sadis?"
Sari ikut bergidik juga.
"Selamanya, selir itu akan jadi nomor ke sekian, teh. Statusnya tidak jelas. Bukan prioritas, keberadaan kita kadang selalu di sembunyikan, sementara kita...harus selalu memprioritaskan suami, ngga adil itu namanya." Sekar melihat lurus ke depan.
Sari mengangguk, memikirkan beberapa potongan kejadian bersama Somantri belakangan ini, "tapi saya juga suka sama dia, Kar. Dia ganteng, baik."
"Laki-laki baik itu akan memperjuangkan, bukan berusaha membuat kita harus memaklumi. Saya menolak di poli gami."
"Begitupun anak turunan saya nantinya. Saya mau, kalau anak saya lelaki, dia harus berjuang...kalau anak saya perempuan, saya mau calon menantu saya nantinya berjuang, kalau bisa...melawan kerasnya hati saya, sampai luluh. Sebab, saya mau dia merasakan bagaimana saya membesarkan dan melahirkan dia. Saya mau cintanya itu melebihi cinta dari ayah ibunya, baru saya percaya jika ia bisa membahagiakan anak saya." Ucap Sekar.
"Kasihan sekali nanti, calon menantu mu, Kar..." ujar Sari membuat Sekar tertawa kecil.
Jamuan makanan bukan lagi terus mengalir, mulai dari penganan kecil, ringan nan manis sampai makanan berat dan mengenyangkan serta menyegarkan.
Senyum lebar, dan tawa haha--hihi Jembar Kasih langsung tertular akrab pada calon besannya itu. Begitupun Bratarana. Para selir, yang rupanya turut disertakan, padahal biasanya....hanya permaisuri saja bersama sultan serta anak-anak mereka baik itu anak kandung permaisuri ataupun anak selir.
Bahureksa tersenyum tipis bertemu Anjarwati, layaknya acara pertunangan di jaman modern, di pertemuan ini menak Cokrosworo membawa serta barang-barang sebagai buah tangan dari mereka untuk keraton kasepuhan.
"Kanjeng..."
"Den ayu..." sapa mereka mengisi kursi para tamu di Mande Karesmen-nya keraton. Lalu ada pembuka acara dimana mereka saling berbalas sajak dan pupuh lalu bertukar cinderamata dan buah tangan.
Dan acara utamanya adalah, ketika ais pangampih dan pembawa acara dari kedua pihak meresmikan pertemuan ini menjadi satu ikatan yang nantinya akan berakhir di pelaminan antara Anjarwati dan Bahureksa.
Ada do'a yang dipanjatkan, tentu saja wajah Jembar Kasih terlihat begitu sumringah. Satu lagi rencana hidup keluarganya sudah berjalan lancar.
Amar sudah membuka satu kancing atas yang terasa mengekang leher. Begitupun dengan Somantri yang telah melengos mengambil minum, meski masih berada di area yang sama.
Para pemain tarawangsa dan gamelan mulai memainkan musiknya, dan ketukan gendang kang Enjang kini mengisi setiap sudut ruangan Mande, seolah mengiringi detakan jantung.
Langkah-langkah kaki telan jank itu kini mengisi ruang kosong tepat di depan tamu dan keluarga kasepuhan.
Ya, mereka sanggar Mayang, semua mata kini tertuju pada ke tujuh gadis dalam balutan pakaian sama dan melenggok cantik.
Patahan dan goyangan mereka begitu kompak, lentiknya tangan dan lekukan tubuh sempurna kembali membius puluhan pasang mata.
Ada sorot mata berbeda dari Amar dan Reksa dan tentu saja itu ditujukan untuk gadis yang paling depan, Sekar.
Pandangan bunda yang menyadari jika ada Sekar diantara mereka mulai memasang alarmnya.
Benar, dugaannya. Kedua pasang mata putra-putranya masih memandang lekat penuh puja dan kekaguman. Bahkan interaksi Bahureksa yang terbilang jarang dengan Anjarwati menjadi ketakutan tersendiri untuk bunda sekarang.
Kini sorot mata bunda ikut menatap Sekar yang masih melenggok.
Bukan---bukan tanpa sebab kekhawatiran bunda. Ketika putra menak Cokrosworo memberikan lembaran uangnya dan menjatuhkannya tepat di dekat Sekar, kedua putranya itu langsung bereaksi tak nyaman.
Kenapa mereka ini??!!! Matanya membeliak tajam. Tidak hanya sekali dua kali, saat kembali lembaran uang terarah untuk Sekar, bahkan tangan Amar mengepal erat, begitupun rahang Reksa.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, sesaat kemudian ia melihat lirikan mata Sekar yang jatuh pada Bahureksa dan Amar ketika berputar.
Bertepatan dengan lirik lagu yang memiliki arti,
Akang yang saya sembah, akang raja yang gagah dan sakti. Akang jago mengikat wanita, tidak peduli sudah ada yang punya....
Laki-laki dimana-mana sama, kalau sedang suka akan merayu, membujuk dan mendesak terus-terusan sampai dapat, kalau belum dapat ya penasaran....
Akang, cinta itu bukan komoditi ngga bisa dibeli...
.
.
.
q juga kalau jari sekar ogah hidup enak banyak duwit tapi tekanan batin, yang ada mati muda dih sayang amat🙈
Bukk jangan hina tikus ya, tikus di Ratatouille visa masak Lo.
ibuk liat Sekar itu tikus ya.. kasian aku sama ibuk ini , matanya sakit kah?? jangan² katarak ya makanya gk bisa bedain manusia sama tikus🤪
kedua kurang mempersiapkan strategi , kelamaan memantau.
ketiga anda kurang beruntung itu aja
maaf ya kamu keduluan sama adekmu tuh yg namanya amar, dia tawarin Sekar jadi. istri satu²nya
amihh jembar anakmu nih yaa yg k3gatelan sama Sekar bukan Sekar yg menggoda