Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 Perasaan Bagas
Moza mengepalkan tangannya, dia membalikan tubuhnya dan menghampiri Bagas. Moza berdiri tepat di hadapan Bagas, dikarenakan tubuh Bagas tinggi, Moza sampai mendongak untuk menatap Bagas.
"Maksud kamu apa menyuruh aku untuk menjadi seperti dulu? apa kamu mau menginjak-injak harga diri aku lagi?" tanya Moza.
"Aku dan teman-teman memang salah sudah memperlakukan kamu dengan kejam dulu, makanya aku minta maaf sama kamu. Aku hanya menyayangkan perubahan kamu yang drastis seperti ini, aku suka kamu yang dulu sederhana dan lemah lembut," sahut Bagas.
"Seharusnya kamu tanya sama diri kamu sendiri, yang membuat aku berubah seperti ini itu adalah gara-gara kamu," ucap Moza.
"Aku tahu, makanya aku minta maaf. Melihat pekerjaan kamu yang identik dengan dunia malam membuat kamu semakin dipandang rendah oleh orang-orang. Walaupun kamu tidak melakukan hal yang negatif, tapi tetap penilaian orang itu berbeda," seru Bagas.
"Aku tidak peduli dengan pandangan orang lain. Pada saat aku masih baik-baik saja masih banyak kok yang benci sama aku, apalagi sekarang pasti jauh lebih banyak lagi yang membenci aku tapi aku sama sekali tidak peduli karena aku hidup bukan untuk menyenangkan orang lain," sahut Moza.
Bagas menatap Moza dengan sangat dalam, lalu dia menyentuh kedua pundak Moza. "Ini bukan kamu, Moza."
"Sakitku hanya aku yang tahu, hancurku hanya aku yang paham, traumaku hanya aku yang rasakan, tidak ada satu orang pun yang paham akan perasaanku. Terus, sekarang tiba-tiba kamu muncul dan menyuruh aku untuk berubah, memangnya kamu siapanya aku?" bentak Moza dengan mata berkaca-kaca.
"Aku memang bukan siapa-siapa kamu, tapi aku peduli sama kamu," sahut Bagas.
Moza tersenyum sinis, lalu menghempaskan kedua tangan Bagas dari pundaknya. "Peduli? jangan mencoba menghibur aku karena aku tidak percaya dengan kata-kata kamu itu," ucap Moza.
Bagas menarik tangan Moza. "Ayo, aku antar kamu pulang," ucap Bagas.
"Aku bisa pulang sendiri, kembalikan kunci motor aku," sahut Moza.
"Tidak, aku tidak akan memberikan kunci motor kamu. Ini sudah larut malam, terlalu bahaya jika kamu pulang sendirian," ucap Bagas.
"Moza!" teriak Una dari dalam mobil polisi.
"Kak Una. Kenapa kamu bawa dia?" bentak Moza.
"Semua motor sudah diamankan oleh anggota saya, jadi kamu harus ikut jika kamu ingin mereka dilepaskan," sahut Bagas.
"Aku semakin benci sama kamu, Bagas," geram Moza.
"Terserah, sekarang kamu mau ikut aku atau pulang sendirian?" tanya Bagas.
Tidak ada pilihan lain, akhirnya mau tidak mau Moza pun ikut Bagas ke kantor polisi. Una dan teman-temannya dibawa ke kantor polisi dan Moza harus ke sana juga. Sesampainya di kantor polisi, semuanya diberikan pengarahan oleh Bagas dan Moza pun ikut mendengarkan.
"Sekarang sudah jam 01.00 subuh, kalian pulang ke rumah masing-masing dan jangan ulangi lagi balapan liar seperti ini karena sangat membahayakan orang lain dan diri sendiri," seru Bagas.
"Siap, Pak."
Anak buah Bagas pun mengembalikan kunci motor mereka. "Bos, kita pulang duluan," seru Togar.
Moza mengangguk. Dia dan Una pun mulai menaiki motor mereka. Bagas kembali menghampiri Moza, lalu memperlihatkan sesuatu kepada Moza.
"Kamu ingat dengan ini?" tanya Bagas.
Moza membelalakkan matanya, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Ini dompet yang kamu berikan waktu aku ulang tahun dulu," ucap Bagas.
"Tidak mungkin, bukanya dompet yang aku berikan sudah kamu buang?" seru Moza.
"Siapa bilang? aku menyimpan dompet ini dan nyatanya sampai saat ini aku menyimpannya," sahut Bagas dengan senyumannya.
Moza memalingkan wajahnya, dia pun segera menyalakan motornya dan langsung pergi dari sana. Bagas tersenyum, dia yakin kalau Moza sangat kaget dengan apa yang dia perlihatkan. Pasti Moza mengira jika dia sudah membuangnya, padahal diam-diam Bagas menyimpan dompet itu.
Selama dalam perjalanan, Moza berpikir keras mengenai dompet itu. "Tidak mungkin, aku tidak percaya dia masih menyimpan dompet itu," batin Moza.
Moza semakin kalut dengan perasaannya, jika Bagas membencinya terus kenapa dompet itu masih dia simpan. Hingga tidak terasa, dia pun sampai di rumahnya. Moza dan Una menyimpan motor mereka ke dalam garasi. Setelah itu keduanya masuk ke dalam kamar masing-masing dan istirahat.
***
Keesokan harinya....
Hari ini adalah hari minggu, Moza tidak ke mana-mana dan dia bangun siang. "Moz, aku mau ke apartemen aku dulu mau ngurus-ngurus masalah pembelian apartemen itu, kamu mau ikut?" seru Una.
"Tidak Kak, kakak saja sendirian," sahut Moza.
"Ya, sudah kalau begitu aku pergi dulu ya."
Una pun pergi. Moza mulai merasa bosan diam di rumah sendirian. Dimas sedang berada di luar kota karena ada panggilan untuk perform di sebuah bar.
"Jalan-jalan ah ke Mall, kayanya aku butuh pergi ke salon untuk merilekskan tubuh dan pikiran aku," gumam Moza.
Moza pun mengambil kunci mobilnya lalu pergi Mall sendirian. Sesampainya di sana, dia langsung menuju salon langganan dia. Moza disambut dengan hangat, biasanya kalau sudah di salon Moza akan lupa diri dan sangat lama.
Tidak lama kemudian, pintu salon pun terbuka. "Selamat datang di salon kami!" seru pelayan salon.
"Dek, kakak tunggu di luar saja malas banget harus masuk ke salon," protes Bagas.
"Ayolah Kak, gak bakalan lama kok. Kalau kakak mau nyalon juga gak apa-apa," sahut Bella sembari memaksa kakaknya untuk ikut masuk.
Moza membuka mata dan Bella tidak sengaja melihatnya. "Kak Moza, kakak di sini juga?" tanya Bella senang.
"Ah, iya," sahut Moza.
Bagas yang awalnya menolak masuk, menjadi luluh juga dikarenakan ada Moza di sana. "Kakak tunggu di sini ya?" seru Bella.
"Iya-iya, bawel," sahut Bagas.
Bella pun duduk sebelahan dengan Moza. Keduanya terlihat akrab, bahkan tertawa bersama dan Moza pun dengan sabar mendengarkan cerita Bella. Bagas menyunggingkan senyumannya, dia terus saja mencuri-curi pandang ke arah Moza.
"Aku dan Moza selalu bertemu di mana pun, apa itu pertanda jika aku dan dia berjodoh?" batin Bagas dengan senyumannya.
Bagas sudah mulai sadar dengan perasaannya sendiri jika dia sudah mulai suka kepada Moza. Tapi Bagas masih bingung bagaimana caranya untuk mendekati Moza karena sampai saat ini Moza terlalu sulit untuk didekati. Sepertinya Bagas harus bekerja lebih keras lagi untuk mendekati Moza, apalagi dia lihat kalau adiknya sangat menyukai Moza.
Bagas kembali tersenyum mendengar obrolan seru adiknya dan Moza. Ternyata Moza bisa mengimbangi adiknya, dan dia sangat menyesal karena dulu sudah sangat jahat kepada Moza. Jika waktu bisa diulang, mungkin pada saat dulu Moza mengatakan cinta kepada dirinya dia tidak akan menolaknya tapi tidak apa-apa mungkin sekarang saatnya dia harus berjuang untuk meluluhkan hati Moza.