menceritakan seorang guru yang ingin hidup sederhana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M syamsur Rizal (Rizal), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
astaga
"Astaga…" bisik Julia pelan, namun suaranya terdengar bergetar keras. Wajahnya pucat seperti baru melihat hantaman badai. Dunia yang selama ini ia kenal seolah runtuh di hadapannya.
"Aku… aku benar-benar bertemu orang aslinya… Dulu aku cuma lihat Anda lewat berita… tapi sekarang… Tuhan… aku benar-benar berdiri di depan Anda." Ucap Julia dengan nada tak percaya. Matanya berkaca-kaca, menatap sosok Andre dengan tatapan yang baru.
Tangannya gemetar, dadanya naik turun tidak teratur. Jantungnya berdebar kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadanya.
"Astaga… nafasku… aku bisa pingsan…" bisiknya lagi.
Ia menahan dirinya pada tiang pagar, tubuhnya hampir limbung seperti daun kering diterpa angin. Rasa malu, takut, dan kagum bercampur aduk dalam dirinya.
Namun ucapan Andre tadi kembali melintas di kepalanya. Dengan panik, ia menyeret langkahnya mendekatinya. Ia tak bisa membiarkan kebohongan ini terus berlanjut.
"Andre! Tadi kau bilang apa?! Ahli Negara Nisa… muridmu? Kau gila?! Kau cuma penyapu jalan! Mana mungkin orang sekuat itu… muridmu?! Itu bohong! Guru Ahli Negara Nisa itu Guru Besar Larsa! Bukan kau!" ucap Julia dengan nada histeris.
Suaranya melengking, nada tak stabil antara takut, marah, dan bingung. Ia merasa tertipu, dipermainkan oleh kenyataan yang ada di hadapannya.
Andre hanya menatap tenang. Begitu pula Nisa Safira. Mereka berdua seolah menyimpan rahasia besar yang tak bisa ia pahami.
Julia semakin panik, seolah semua kenyataan menamparnya bersamaan. Ia merasa bodoh, karena selama ini telah meremehkan orang yang ternyata jauh lebih hebat darinya.
"Berani-beraninya kau bicara seperti itu di depan Ahli Negara Nisa! Kau nggak takut mati?!" teriak Julia, hampir menangis karena ketegangan. Ia merasa terancam, seolah nyawanya berada di ujung tanduk.
Nisa akhirnya angkat suara, matanya berubah tajam. Aura kekuatannya terpancar jelas, membuat Julia semakin ketakutan.
"Dia memang guruku. Dan dia adalah Guru Besar Larsa," ucap Nisa Safira dengan nada tegas dan penuh keyakinan.
Seperti mendengar petir menyambar tepat di sebelah telinganya, Julia gemetar. Kata-kata Nisa menghantamnya dengan keras, menghancurkan semua keyakinannya.
Anjingnya terlepas dari pegangan dan langsung kabur, namun Julia bahkan tidak menyadarinya. Pikirannya kosong, hanya ada rasa takut dan penyesalan yang mendalam.
Dia mundur beberapa langkah, lututnya hampir menyentuh tanah. Ia merasa tak berdaya, seperti seorang tahanan yang menunggu hukuman mati.
"Gu… Guru Besar Larsa… itu… kau? B-bagaimana mungkin…?" ucap Julia dengan nada tak percaya. Bibirnya bergetar, suaranya hampir tak terdengar.
Nisa menatap Julia dengan wibawa yang sulit dibantah. Matanya menyorotkan rasa kasihan, namun juga ketegasan.
"Guruku rendah hati. Jadi jangan pernah menilai sesuatu hanya dari apa yang terlihat," ucap Nisa dengan nada bijak.
Wajah Julia memucat hebat. Ia merasa malu, karena selama ini telah menilai orang hanya dari penampilannya.
Matanya perlahan menatap Andre, tatapan yang tadinya meremehkan kini penuh ketakutan, hormat, dan penyesalan yang menyakitkan. Ia merasa bersalah, karena telah memperlakukan Andre dengan buruk.
"Andre… kau… kau ini siapa sebenarnya?" Ucap Julia dengan suara pecah, hampir tak keluar. Ia merasa tak mengenal Andre lagi.
Andre hanya menjawab singkat, namun kalem. Ia tak ingin memperpanjang masalah ini.
"Sudah, cukup. Nisa, kau pulang dulu. Bersiap-siap," ucap Andre dengan nada memerintah.
Nisa mengangguk hormat. Ia tahu, gurunya memiliki rencana yang lebih besar.
"Baik, Guru. Hubungi aku kalau terjadi apa-apa," ucap Nisa dengan nada khawatir.
Setelah Nisa pergi, keheningan menekan udara seperti kabut tebal. Julia masih terpaku, jari-jarinya gemetar tanpa henti. Ia merasa bersalah, karena telah membuat Nisa tidak nyaman.