Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beruta buruk dari Hendro
Duna lalu mendekati Andini dan juga Lea
“Sori ya Din dia itu emang rese karena ngerasa anak petinggi. Soalnya pernah juga teman satu angkatan akhirnya lebih memilih meneruskan sekolah di luar negeri karena capek terus teror si Sisil,” ujar Duna sambil duduk dikunci.
“Wah masa sih Kak sampai segitunya?” Tanya Andini merasa heran dengan orang yang kelakuannya seperti Sisil.
“Kok pihak kampus gak bertindak? Atau karena gak ada yang berani lapor karena Sisil itu anak pejabat?” Kali ini yang bertanya Lea doa heran dengan orang yang memiliki kelakuan seperti Sisil.
“Sudah bahkan diperingati pihak kampus, tapi yaitu lagi-lagi orang tuanya datang dan mengancam pihak kampus, akhirnya dari pada ada keributan pihak kampus memberi solusi untuk berdamai dan menyuruh Sisil membuat surat perjanjian agar tidak bertindak seenaknya, tapi ya gitu tetap saja.dia seperti itu, ” jawab Duna.
“Ah sudah lah gak usah dipikirkan, mending kita bahas proposal yang kemarin di ajukan, bagaimana Din apakah perusahaan ayahku mau menjadi Donatur?” Tanya Lidya yang sepertinya sangat penasaran.
“Jadi begini, kemarin saya sudah kasihkan proposalnya ke Papi langsung lalu dia baca, Papi nanya sudah pernah ajukan proposal kegiatan sebelumnya tidak, saya jawab belum. Papi bilang kalau belum prosedurnya lama harusnya masukannya 3 atau r pulang ke depan karena harus melewati beberapa tahapan kecuali sudah pernah itu hanya tinggal masuk kebagian humas langsung bisa ke bagian keuangan.” Andini menarik nafas sebentar karena penjelasannya yang panjang.
“Jadi gak bisa donk dapet dong karena kegiatannya bulan depan,” ujar Lidya terlihat lesu.
“Apa aku bilang proposal seharusnya dibuat jauh-jauh hari pas panitia dibentuk, ini malah pada nyantai alasannya masih jauh. Akhirnya yang pusing kan bagian keuangan juga,” ujar Rianti terlihat wajahnya sedih tapi bercampur kesal, karena bagian kesekretariatan yang lambat.
“Tapi gak usah khawatir, tadi Papi titip ini buat acara kegiatan kampus. Katanya semoga bisa membantu. Jadi kalau nanti mau ada acara lagi masukin proposalnya paling tidak 2 bulan dari pelaksanaan acara, kalau sekali sudah lolos besok kedepannya akan lebih mudah,” ujar Andini menambahkan.
“Maksudnya ini dari kantong pribadi bapak kamu?” Ujar Lidya sambil melihat amplop besar namun sepertinya isinya sangat tipis.
“Iya itu cek dari Papi, katanya kalau mau dicairkan kabari dulu lalu kasih tau siapa yang mau ambil, agar proses di banknya lebih mudah kalau sudah lapor sama pihak bank oleh si pengeluaran cek,” ujar Andini me jelaskan lebih lanjut.
“Jadi ini cek? Aku pikir uang dolar satu atau dua lembar. Berapa jumlahnya Din?” tanya Lidya penasaran.
“Wah lu ya Lid pasti mikirnya bukan dilarang nih seratus ribu uang kita, lagian kalau Dolar mah dirupiahkan cuma 3 jutaan. Masa iq sekelas Pak Benny Mulyawan cuma nyumbang 3 juta,” ujar Rianty sambil tertawa.
“Kalau kakak mau tau buka aja, saya akunya belum lihat karena itu amanah bukan untuk saya,” ujar Andini yang tidak ingin menyebutkan jumlahnya.
“Ayo Ri buka penasaran aku ingin lihat jumlahnya,” ujar Lidya lalu pelan-pelan Rianti membuka isi amplop itu. Matanya langsung melotot dia tidak percaya jumlahnya sudah bisa menutupi seluruh kegiatan mereka.
“Ini serius kan Din, ayah kamu gak salah ngasih nol dibelakangnya,” ujar Rianty seolah tak percaya perkataan Rianty membuat Ryan dan bagas yang duduk terpisah dari mereka langsung mendekat.
Bahkan Lidya tak percaya dia menghitung nolnya satu persatu.
“Coba kamu tanyakan dulu sama Papi kamu Din siapa tau salah,” ujar Duna membuat Andini menunjukan Chatnya untuk memastikan jumlah yang ayahnya berikan tidak salah tulis.
“Wih… Pa Benny malah tanya lagi, memangnya masih kurang, jawab Din lebih dari cukup, waduh gue ampe lemes sangking senengnya,” ujar Rianti melihat nominal yang tertera dalam cek.
“Kapan bisa dicairkan Din?”tanya bagas ikut nimbrung.
“Sekarang juga bisa kalau mau dicairkan sekarang nanti biar Papi telepon ke banknya, sebaiknya diambil ke bank cabang mana yang tertera di ceknya,” ujar Andini menjelaskan.
“Siap, lagi pula ini sih deket,” sekarang aja ambilnya, kita banyak keperluan untuk dibayar termasuk tenda dan Boat yang harus kita kasih dp,” ujar Lidya yang tadi pusing memikirkan pengeluaran awal tapi uangnya belum mencukupi
“Ya sudah kalau mau sekarang saya kabarin Papi dulu ya,” ujar Andini lalu mengirim pesan pada ayahnya.
“Kata Papi Silahkan, tapi ini nanti siapa yang mau ambil, maksudnya pakai nama siapa, kalau bisa pakai bank yang sama agar tidak kliring terlalu lama-lama ?” Tanya Andini lagi.
“Nama aku saja Din kebetulan rekening aku sama banknya disini,” Jawab Rianti. Kemudian mereka sepakat karena selain itu Rianti juga bendahara acara.
“Makasih banget ya An udah bantuin kita, katanya tahun depan kamu mesti masuk kepanitiaan deh,” ujar Duna dan langsung disetujui oleh yang lain.
“Gak harus jadi panitia kalau buat kegiatan kampus aku pasti bantu kok kak,” ujar Andini tersenyum karena sebenarnya dia juga tidak begitu menyukai berorganisasi, Andini lebih suka berolahraga.
“Ya sudah ayo kita makan dulu, baru berangkat ke Bank,” ujar Bagas yang disetujui oleh teman-teman yang lainnya.
“Gue mau minta maaf nih sama kalian,” ujar Hendro yang baru saja datang dan langsung duduk di dekat Ryan.
“Muka lu kenapa kaya kertas ujian yang nilainya D,” ujar Lidya membuat yang lain tertawa.
“Ih elo tuh ya kita harus siap bekerja keras mencari Dana, soalnya perusahaan Om gue sekarang yang pegang adiknya jadi pelit, masa gue datang kesana dia minta segala syarat dan katanya nominal yang bisa mereka kasih cuma 5 juta, ya kali perusahaan sebesar itu cuma ngasih 5 juta. Tapi gue udah ngomong sih ama Om gue,” ujar Hendro. Rupanya itu yang jadi permasalahan mengapa wajahnya seperti benang kusut yang tidak bisa diurai.
“Terus jawaban Om lu apa?” Tanya Bagas penasaran.
“Dia cuma bilang nanti diusahakan, gak pasti jawabannya,” ujar Hendro tampak kesal.
“Eh ada Andini malu gue Kelihatan tampang jelek gue, apa kabar Andini,” ujar Hendro yang batu sadar ada Andini disana, lalu ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
“Dasar lu ya , udah nggak pake salaman-salaman segala,” ujar Lidya yang melepaskan tangan Hendro yang sedang bersalaman dengan Andini.
“Ya ayang gitu aja cemburu, gak usah khawatir hati abang tetep buat ayang Lidya,” ujar Hendro membuat yang ada disana langsung tertawa sedangkan Lydia melakukan adegan seperti orang mau muntah.
“Sudah ah jangan bercanda terus. Kita berangkat sekarang, kau bawa mobil kan Ryan?” Tanya Rianty pada ketua Senat.
“Bawa, memangnya sudah makanya,” Tanya Ryan karena melihat Duna yang masih menikmati semangkuk sotonya.
“Eh iya sorry Dun,” ucap Rianti karena dia tidak sabar ingin segera bergerak agar segala persiapan segera dilaksanakan karena hari H sudah dekat.
“Sabar Kek Kak tadikan pesananku paling terakhir datangnya,” ujar Duna sambil menghabiskan sotonya.
“Kalian mau kemana sih, mau nonton paling ya, acara sebentar lagi ini kita harus memikirkan donatur dan sponsor,” ujar Hendro.yang melihat teman-teman terlihat tenang padahal dia baru saja membawa berita buruk.