zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32
Diana memilih pergi meninggalkan albian setelah selesai berbicara panjang lebar. Meski tahu putranya tengah menggigil kedinginan, diana mencoba mengabaikannya. Ia terlalu kecewa pada albian yang memperlakukan ziara dengan buruk.
Begitu sampai di dalam kamarnya,diana melihat Hp nya yang ada di atas nakas. Ada satu panggilan tak terjawab dari kontak milik Erna-Mama eline. Juga satu pesan masuk dari nomor yang sama.
Erna: Jeng, ziara ada di rumahku.
Hujannya deras banget. Biar dia menginap di sini dulu ya malam ini. Kamu gak perlu kuatir.Menantu kamu aman di sini.Diana begitu lega setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Mamanya Adeline barusan.Sambil mengetikan pesan balasan untuk
Erna, diana tak hentinya mengucap syukur karena ziara berada di tempat yang aman sekarang.
Diana: Makasih banyak ya, Jeng Erna.
Aku titip menantuku malam ini. Aku akan balas kebaikan Jeng Erna nanti.
***
Vino melemparkan Hp nya ke atas meja di depannya dengan helaan napas kasar karena semua pesannya tidak mendapat satupun balasan dari ziara. Jangankan dibalas, bahkan tanda centangnya pada bubble chat yang dikirimkan masih centang satu sejak sore tadi.
"Ke mana sih dia? Kenapa Hp nya gak aktif terus dari tadi?" gumam vino seraya menyandarkan punggungnya pada sofa.
Sejak albian selalu nempelin ziara mengajar les privat Dara, vino makin tak tenang. Ia merasa kesempatannya untuk mendekati ziara makin berkurang. Terlebih Dara sangat menyukai albian. Ia jadi tak bisa mengusir musuhnya itu setiap kali datang.
Dari arah pintu, Dira berjalan bergandengan tangan dengan Devina-saudara kembar vino. Dira membawa kantong plastik besar berisi snack. Nampaknya dua saudara perempuan vino itu baru pulang dari berbelanja di minimarket yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
"Dira... Duduk di sini bentar dong, Kakak mau bicara sebentar," panggil vino sambil melambaikan tangan pada adik kecilnya.
Bukannya berhenti, dira makin mempercepat langkahnya. Kepalanya menggeleng cepat menolak duduk di samping Kakak laki-lakinya.
"Lain kali aja ya, Kak. Dara lagi sibuk banget ini. Mau bikin konten mukbang di kamar. Bye...," ucap Dira sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam.
"Astaga... Itu anak ada aja sih kelakuannya," gumam vino sambil menepuk dahinya.
Setelah mendapat penolakan Dira, justru Devina yang datang menghampirinya. Saudara kembar vino yang tak pernah akur dengannya itu duduk di depannya seraya menatap Hp dengan softcase hitam yang tergeletak di atas meja.
"Mau ngomong apa lo sama Dira?" tanya Devina penasaran. Kedua tangannya dilipat di depan dada menatap vino tajam.
"Bukan apa-apa. Gak terlalu penting," jawab vino. Tangannya terulur ke atas meja mengambil Hp nya sebelum vino mengambilnya.
"Oh ya? Kalo gak penting, ngapain lo minta ngobrol sama Dira? Aneh!" ucap vino. "Tadi waktu belanja di minimarket, Dara sempat cerita sama gue. Katanya zia sekarang datang sama Kakak ganteng namanya Zian. Siapa tuh?" tanyanya penasaran.
"Ehmm... Itu albian anak IPS 3 yang sempet nyeburin lo sama temen-temen lo ke got waktu lagi nge-bully Brigita dulu," jawab vino sambil menggulir layar Hp nya.
Mata Devina terbelalak. Ia mendadak emosi mendengar nama albian. Gadis itu masih menyimpan dendam pada albian yang sudah menolong Brigita dan menyeburkannya ke dalam got.
"Ngapain tuh cowok ke sini? Bukannya lo sama dia musuhan ya? Jangan bilang lo udah baikan sama dia?"
"Siapa juga yang baikan sama albian? Mimpi aja kali. Gue gak akan pernah baikan sama dia. Apalagi kalo sampe dia berani rebut ziara dari gue." Vino meremas kuat Hp nya sambil membayangkan wajah tengil albian yang kini jauh lebih dengan ziara ketimbang dirinya.
Braakk...
Vino yang awalnya menunduk menatap Hp nya seketika terlonjak kaget begitu vina menggebrak meja dengan keras.
Gadis itu langsung emosi setelah mendengar ucapan vino barusan.Ditunjuknya wajah ino dengan sorot mata penuh amarah.
"Bisa-bisanya lo masih mikirin cewek disaat-saat kayak gini, vin! Lo mikirin Mama sekali aja gak pernah. Bahkan saat Papa nikah lagi sama Mamanya Brigita, lo cuma bisa diem sebagai penonton. Malahan lo gak pernah kelihatan benci sama tuh anak pelakor. Lo malah masih sering ketemu sama dia waktu balapan sama albian."
Dada vina naik turun dengan amarah yang menggebu-gebu. Kedua tangannya pun terkepal kuat.
"Lo harusnya bisa seret laki-laki gila perempuan itu pulang ke rumah sekarang biar Dira gak terus-terusan nanyain Papanya yang brengsek itu!" Gadis berambut panjang dengan warna kecoklatan itu bangkit berdiri.
"Gara-gara Papa, kita semua jadi kehilangan sosok Mama yang dulu selalu ada buat kita. Mama lebih milih tinggal di Indramayu ngurus Eyang dan pulang sesekali aja karena terlalu muak ketemu sama Papa," sambungnya dengan mata yang nampak berkaca-kaca.
Vino mengusap wajahnya kasar. Ia hanya malas berurusan dengan Papanya yang keras kepala. Tapi, sebagai satu-satunya anak laki-laki di keluarga itu, hanya ia yang bisa diandalkan untuk membawa pria yang dipanggilnya Papa itu pulang ke rumah demi Dira yang selalu menanyakannya.
"Lo tenang aja. Gue akan bawa dia pulang ke rumah besok," balasnya.
***
Pukul 07.00 mobil merah yang dikendarai eline tiba di pelataran rumah albian.
Rumah di depannya begitu sunyi, tak nampak seorangpun yang keluar menyambut kedatangan ziara yang pulang diantarkan Adeline. Hingga gadis bercadar itu memilih untuk keluar dari dalam mobil dan menatap ke arah teras yang begitu sepi.
"Kok sepi banget ya? Rumahnya kayak kosong deh, zia," ucap Adeline yang merasakan hal yang sama.
"Aku juga kurang tau, lin. Biasanya gak sesepi ini. Mungkin Mama diana sama albian lagi di dalam," balas ziara berusaha berpikir positif. Lantas gadis itu berjalan menuju teras dan menekan bel yang ada di samping pintu.
eline setia berdiri di sampingnya, ikut menunggu seseorang keluar dari dalam rumah untuk menyambut kedatangannya. Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya keluar yang biasanya dipanggil Bi Fitri itu keluar.
"Assalamualaikum, Bi," ucap ziara melihat Bi Fitri yang semakin mendekat.
"Waalaikumsalam. Non ziara udah pulang?" Bi Fitri tersenyum tipis. "Ibu sama Den albian lagi ada di atas," sambungnya.
Ziara dan eline pun berjalan masuk mengikuti Bi Fitri.
"Bi Asih ke mana, Bi? Kenapa gak keliatan?" tanya ziara yang tak melihat Bi Asih yang biasanya lebih sering berlalu lalang.
Bi Fitri berbalik badan. "Bi Asih juga lagi di atas, Non. Lagi di kamarnya Den albian sama Bu diana," jawabnya.
Dahi ziara mengerut. "Kenapa semuanya di atas? Emangnya ada apa, Bi?" tanya ziara penasaran.
"Den albian lagi demam tinggi, Non. Tadi sempat pingsan di kamar mandi," jawab Bi Fitri yang berhasil membuat ziara seketika berlari cepat menuju tangga. Gadis bercadar putih itu terlihat begitu mencemaskan albian.
"Jangan-jangan dia sakit karena hujan-hujanan nyariin aku semalam?" gumam ziara sambil berlari menaiki tangga.