NovelToon NovelToon
Cinta Di Atas Abu

Cinta Di Atas Abu

Status: sedang berlangsung
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: RizkaAube

Hidup Nara berubah dalam satu malam. Gadis cantik berusia dua puluh tahun itu terjebak dalam badai takdir ketika pertemuannya dengan Zean Anggara Pratama. Seorang pria tampan yang hancur oleh pengkhianatan. Menggiringnya pada tragedi yang tak pernah ia bayangkan. Di antara air mata, luka, dan kehancuran, lahirlah sebuah perjanjian dingin. Pernikahan tanpa cinta, hanya untuk menutup aib dan mengikat tanggung jawab. Namun, bisakah hati yang terluka benar-benar mati? Atau justru di balik kebencian, takdir menyiapkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar luka? Dan diantara benci dan cinta, antara luka dan harapan. Mampukah keduanya menemukan cahaya dari abu yang membakar hati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkaAube, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter : 32

Pertanyaan itu membuat Nara tercekat. Ia menatap wajah Zean yang serius, mata hitamnya menyimpan sesuatu yang mungkin sulit ditebak. Ia ingin mengatakan “ya”, tapi hatinya ragu. Karena pria itu pernah membuatnya terluka dari pada merasa aman. Namun entah kenapa, pagi itu, ia justru mengangguk.

“Iya, aku percaya,” jawabnya pelan.

Zean menoleh sekejap, lalu kembali fokus ke jalan. Bibirnya terangkat samar, hampir tak terlihat. “Terima kasih.”

Namun jauh di dalam hatinya, Nara masih dihantui bayangan lelaki asing di seberang jalan, dan firasat buruk bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Ada sesuatu sedang menunggu mereka di tikungan takdir berikutnya. Sesuatu yang mungkin lebih besar dari sekadar cinta, atau dendam dari masa lalu.

Dan di dalam perutnya yang masih datar, kehidupan kecil itu pun ikut bergetar, seolah merasakan badai yang akan datang.

...\~⭑ ⭑ ⭑ ⭑ ⭑\~...

Butik sore itu di terangi cahaya matahari yang condong, menembus kaca besar di bagian depan. Tirai putih tipis bergoyang pelan setiap kali pintu itu terbuka, membiarkan hembusan udara masuk.

Nara berdiri di balik meja kasir, jemarinya sibuk menata nota dan mencatat beberapa pesanan, tapi pikirannya justru jauh melayang. Sejak beberapa hari ini, ia hidup dalam perasaan yang bercampur aduk. waswas karena bayangan asing yang mengintainya, cemas karena rahasia besar yang ia simpan, dan juga lelah menutupi semuanya dengan senyum tipis.

Pikirannya tersentak ketika suara lantang yang sangat ia kenal tiba-tiba terdengar dari arah pintu.

“Naraaa!”

Tubuh Nara menegang. Ia menoleh cepat, dan saat itu juga matanya berkaca-kaca. Sosok dengan wajah riang, dan senyum khas yang tak pernah berubah, berdiri di sana.

“Puput…” suara Nara pecah di tenggorokannya.

Puput melebarkan tangan dan langsung berlari kecil, memeluk sahabatnya erat-erat. “Ya Tuhan, Nar! Aku kangen banget. Chatting tiap hari ternyata nggak cukup. Aku butuh lihat kamu langsung. Rasanya udah lama banget kita nggak begini.”

Nara terisak pelan, membalas pelukan itu dengan kuat. “Aku juga kangen, Put. Aku… benar-benar kangen.”

Beberapa pegawai butik yang melihat hanya tersenyum tipis, maklum dengan kehangatan pertemuan dua sahabat lama.

Puput melepaskan pelukannya, lalu memegang kedua bahu Nara sambil menatap wajah pucat itu. “Nar, Lo kok pucat?. Dari vc sebenarnya aku udah curiga, tapi sekarang lihat langsung… kamu nggak bisa bohong lagi. Ada apa sebenarnya?”

Nara buru-buru mengusap sudut matanya, lalu menggandeng tangan Puput. “Ayo ke belakang, kita bicara di ruangan ku. Aku… aku butuh cerita.”

Puput mengangguk cepat. “Okey.”

Zoya yang sejak tadi memperhatikan dari kejauhan, ikut mendekat. Melihat Nara masuk ke ruang belakang bersama Puput, ia refleks menyusul, namun sebelum itu dia juga sudah di izinkan oleh Nara untuk masuk dan ikut bergabung bersama mereka.

Ruang privat butik itu lebih tenang. Hanya ada sofa kecil, meja kayu, dan aroma teh hangat yang masih tersisa dari jam istirahat siang tadi. Nara duduk pelan, menarik napas panjang, sementara Puput menatapnya dengan tatapan cemas. Zoya menutup pintu rapat-rapat, lalu duduk tak jauh dari mereka, matanya tetap awas.

“Sekarang cerita, Nar. Jangan bikin aku nebak-nebak sendiri lagi,” ucap Puput, suaranya lembut tapi tegas.

Nara menunduk, bahunya gemetar. Air matanya turun begitu saja. Ia benar-benar merasa rapuh, tapi sekaligus lega karena sahabat yang sudah lama hanya bisa ia temui lewat ponsel kini ada di depannya. “Aku… aku hamil, Put.”

Ruangan mendadak hening. Puput terpaku, jantungnya berdetak kencang.

“Hah? Nar…” Suaranya tercekat, lalu ia buru-buru meraih kedua tangan Nara. “Kenapa kamu nggak cerita dari dulu? Aku ini sahabatmu.”

Nara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, suaranya terputus-putus. “Aku takut, Put. Aku belum siap. Aku bahkan belum tahu bagaimana harus menghadapi ini… Aku takut kalau aku bilang, semuanya jadi lebih buruk. Saat ini hanya kamu dan zoya yang tahu tentang kehamilan ku.”

Nara menurunkan tangannya, menatap Zoya dengan mata merah basah. “Zoya… maaf, aku sudah menyeretmu dalam rahasiaku.”

Zoya menggeleng cepat. “Tidak, Bu. Saya tidak merasa terbebani. Saya hanya… sering bingung, kenapa sesuatu yang seharusnya membahagiakan itu justru harus disembunyikan.”

Ucapan itu membuat hati Nara kembali mencengkeram. Ia ingin berteriak bahwa alasannya adalah karena ia tak yakin akan posisi dirinya di hati Zean, bahwa ia takut bayi ini hanya akan jadi beban dalam hubungan dingin mereka. Tapi semua kata itu hanya tertelan di tenggorokan.

Puput meremas jemari Nara lebih erat. “Nar, Tapi satu hal yang harus kamu tahu kamu nggak boleh hadapi ini sendirian lagi. Kamu punya aku, kamu punya Zoya. Dan kamu harus biarkan kami ada buatmu.”

Air mata Nara kembali jatuh, kali ini tanpa suara. Ada rasa hangat merayap di hatinya.

Puput lalu menoleh pada Zoya, suaranya berubah sedikit lebih tegas. “Zoya, aku mohon. Jagalah sahabatku. Kamu tahu bagaimana keras kepalanya dia, kan? Dia suka pura-pura kuat, pura-pura baik-baik saja, padahal hatinya hancur. Aku nggak selalu bisa ada di sini, tapi kamu bisa. Jadi kalau dia merasa tidak baik-baik saja dan kalau dia lelah, kau lah yang pertama kali harus ada di sisinya. Kamu Paham kan zoya?”

Zoya terdiam sesaat, lalu mengangguk penuh keyakinan. “Saya paham. Saya janji, saya akan jaga Bu Nara. Bukan hanya sebagai majikan… tapi sebagai seseorang yang penting.”

Nara menatap Zoya dan Puput bergantian, tangisnya pecah lagi. “Aku… aku nggak tahu harus bagaimana tanpa kalian. Terima kasih… terima kasih banyak.”

Puput menarik Nara ke dalam pelukan, sementara Zoya ikut mendekat, menggenggam tangan Nara dari sisi lain. Tiga hati perempuan itu menyatu dalam lingkaran kecil yang hangat.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Nara merasa ia tidak sendirian. Meski di luar sana, dunia masih penuh ancaman, setidaknya di ruang kecil itu ia punya dua orang yang benar-benar peduli padanya.

...\~⭑ ⭑ ⭑ ⭑ ⭑\~...

Malam itu kamar terasa begitu dingin meski pendingin ruangan tidak menyala. Nara berbaring di sisi ranjang. Sejak siang tadi, ada rasa tidak enak yang terus menghantui hatinya.

Zean sudah berbaring di sampingnya. Punggung lebar pria itu menghadap Nara, seakan menegaskan jarak di antara mereka meski hanya dipisahkan selimut tipis. Tapi entah mengapa, malam ini pun Zean tampak gelisah. Ia beberapa kali berbalik, napasnya terdengar berat.

Tiba-tiba, ponsel Nara yang tergeletak di meja samping ranjang bergetar. Nomor tak dikenal. Jantungnya langsung berdegup kencang. Dengan tangan gemetar ia mengangkatnya.

“Haloo…” suaranya lirih.

1
Liasna Tarigan
semoga Santi ketahuan ,mama Melisa kamu benar ada penghianat dirmh kalian tuhhh ,,,🤔
Liasna Tarigan
up nya yg byk ya thoor
RizkaAube: Okey kaka😊
total 1 replies
Bintang
Smgt 🌷
Etit Rostifah
lanjut ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!