NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Mantan Berulah

"Begini, tuan, Armand. Saya tau sekarang ini kita hidup di zaman modern. Tidak hanya dari cara bergaul yang berbeda dari zaman dulu tapi juga teknologi yang semakin berkembang. Tapi jangan menjadikan kemajuan zaman tersebut sebagai alasan, sampai melakukan sesuatu yang tidak pantas. Kumpul kebo dan berzinah dianggap bia... "

"Tunggu dulu," Armand langsung memotong perkataan pria paruh baya berpeci hitam dan mengenakan batik yang sedang duduk di tepat di hadapannya. Pria paruh baya yang memperkenalkan diri dengan nama Mukhlis dan menjabat sebagai ketua RT itu kini menatapnya dengan kening berkerut. "Apa maksudnya dengan kumpul kebo?" tanya Armand kemudian sambil menatap satu persatu tamu tak diundang yang membuat ruang tamu rumahnya tidak lagi terasa tenang.

Terdapat lebih dari sepuluh orang pria yang hadir di ruang tamu rumahnya ini. Lima orang duduk mengelilinginya dan lima orang lagi berdiri di belakang pria paruh baya yang mengenakan peci hitam itu.

Juga terdapat lima orang ibu-ibu bertampang menyebalkan yang turut berdiri di belakang si ketua RT, yang sejak tadi terus menatap istri mungilnya yang duduk di sampingnya dengan tatapan menghina.

Pria berpeci hitam bernama Mukhlis itu menatap penghuni baru di lingkungan tersebut dengan tatapan layaknya menatap seorang terdakwa yang telah divonis bersalah. Akan tetapi, sebagai ketua RT yang sudah cukup lama menjabat di sana, Mukhlis tentu tak ingin dianggap semena-mena karena langsung menjatuhkan hukuman tanpa menjabarkan terlebih dahulu kesalahan yang sudah penghuni baru itu lakukan.

Karena itu, setelah menghela napas berat, Mukhlis menerangkan, "Beberapa jam yang lalu, kami menerima laporan yang mengatakan kalau penghuni baru di lingkungan sini membawa pasangan kumpul kebonya kemari. Awalnya kami tidak percaya, karena tuan Daffa mengatakan bahwa yang membeli rumah ini adalah temannya. Tapi, setelah kami mengintai cukup lama, kami melihat anda membawa seorang gadis muda ini masuk ke dalam rumah ini. Dan setelah kami tunggu selama lebih dari tiga puluh menit, kalian juga tidak terlihat lagi batang hidungnya. Karena itu, demi mencegah adanya hal-hal yang akan membuat warga sekitar sini resah, kami terpaksa memaksa kedua satpam di depan untuk memberitahukan kedatangan kami."

Usai mendengar penjelasan panjang lebar dan penuh tuduhan tersebut, Armand justru menghadapi dengan tersenyum.

Kembali dipandanginya satu persatu wajah orang yang sudah merusak waktu intimnya bersama sang istri, khususnya tatapan Armand mengarah lebih lama kepada ke lima ibu-ibu yang sudah membuat Nissa terus menunduk karena terus ditatap oleh mereka dengan tatapan yang ingin sekali membuat Armand menghardik mereka.

Namun dalam situasi ini sudah tentu Armand tidak boleh membiarkan amarah menguasainya. Kepala dingin diperlukan agar tak membuat orang-orang itu tak lagi bertindak tanpa mencari-tahu terlebih dahulu kebenarannya.

"Maaf, Pak Mukhlis, sepertinya ada salah paham di sini." tenang Armand berucap seraya meraih tangan Nissa dan kemudian menggenggamnya. Sorot matanya begitu lembut saat menoleh ke arah istrinya yang sejak tadi terus menunduk, "Dek... " panggilnya tak kalah lembut dari tatapannya. Saat perlahan Nissa mendongak ke arahnya, Armand kembali berkata, "Bisa tolong ambilkan buku nikah kita di dalam koper warna cokelat yang ada di kamar?"

Tentu saja Nissa langsung mengangguk mengiyakan. Situasi yang membuatnya tidak nyaman ini, pandangan menghina yang penuh penghakiman, serta tuduhan tak berdasar yang didengarnya, membuat Nissa ingin pergi sejenak dari situasi tersebut agar bisa sedikit bernapas.

Dan tentunya kepergian Nissa untuk segera mengambilkan apa yang suaminya minta membuat berpasang-pasang mata menatap punggungnya dengan kedua mata membeliak.

Bahkan si ketua RT, yang tadinya begitu percaya diri menyuarakan isi pikirannya langsung menatap pria gagah yang duduk di hadapannya. "Gadis muda itu, istrinya anda, tuan Armand?" tanyanya dengan ekspresi tak percaya.

Mendapati wajah para tamu tak diundangnya itu memucat, Armand tersenyum tipis.

Jujur saja, Armand merasa sangat senang melihat orang-orang yang sudah lebih dulu menghakimi tanpa mencari tahu kebenarannya itu kini menatapnya pias.

"Nissa itu istri saya, pak Mukhlis. Saya menikahinya sah secara, baik hukum maupun agama." jawab Armand dengan disertai senyuman.

Pak Mukhlis kehabisan kata-kata. Jawaban yang baru saja didengarnya bahkan membuat kedua matanya membeliak lebar.

Suasana ruang tamu luas yang tadinya terasa tak mengenakan itu dengan cepat menjadi sunyi. Tidak ada lagi suara yang menyuarakan tuduhan ataupun tatapan menghina. Yang tersisa hanyalah pandangan tak enak hati, yang ingin meminta maaf namun bingung bagaimana harus memulainya.

"Kalau boleh saya tanya, siapa orang yang sudah membuat laporan itu, Pak Mukhlis?" suara Armand yang memecah keheningan membuat tubuh orang-orang yang memenuhi ruang tamu tersebut tersentak. Armand yang melihatnya menggeleng dengan disertai seulas senyum.

"Ad... ada salah satu war... warga di sini." suara pak Mukhlis tersendat-sendat saat mencoba menjawab pertanyaan pria yang tampak begitu tenang menghadapi situasi saat ini. Lalu, pria paruh baya berpeci hitam itu menoleh ke belakang dan segera memerintahkan, "Bawa di ke sini. Biar kesalah-pahaman ini bisa cepat diselesaikan."

Armand sendiri sebenarnya tak ingin memperpanjang masalah. Melihat kepanikan pria paruh baya yang duduk di hadapannya, sebenarnya Armand malah merasa kasihan.

Karena itu, Armand tak mengatakan apa-apa saat melihat salah seorang pria melangkah tergesa-gesa untuk segera melakukan apa yang dikatakan oleh si ketua RT.

Beberapa belas menit kemudian, saat suara langkah kaki dari luar terdengar semakin mendekat, Armand menaikkan sebelah alis sambil menatap ke arah pintu utama rumahnya yang terbuka lebar. Armand ingin melihat siapa orangnya yang sudah berani membuatnya berani di situasi ini.

Lalu, saat seorang pria melangkah masuk beriringan dengan seorang wanita yang menundukkan kepala di sisinya, Armand berusaha menajamkan penglihatan.

Begitu wanita si penyebar fitnah itu mengangkat kepala saat mendapat perintah dari pak Mukhlis, Armand kontan mendengus, menggeleng tak percaya saat mengenal siapa wanita tersebut.

Wanita penyebar fitnah itu adalah Sela. Yang meskipun tidak mengenal akrab, Armand mengetahui jika wanita itu adalah teman dekat dari mantan istrinya.

"Nggak ada habis-habisnya kamu buat ulah, Lin." Armand berucap dalam hati seraya mencoba menenangkan diri karena lagi-lagi terus membuat ulah.

*****

"Nggak, ini NGGAK MUNGKIN!"

PRAAANG...

Suara teriakkan tersebut berbarengan dengan suara vas bunga yang pecah karena berbenturan ke dinding.

"Ini nggak mungkin."

"Semuanya cuma mimpi."

"Semua itu nggak benar."

"Mas Armand pasti masih cinta mati sama aku."

Perkataan mengeracau tersebut terus terucap dari bibir Lina, yang langsung mengamuk usai mendengar cerita dari Sela, temannya yang sudah sangat mengenal baik buruknya dirinya.

Sepasang wanita itu menatap nyalang, menyorot Sela yang berdiri cukup jauh dari. "Benar 'kan, Sel, mas Armand masih cinta sama aku? Dia nggak mungkin bisa berpaling dariku, 'kan?" tanyanya dengan nada suara mengiba, berharap Sela mengatakan bahwa apa yang diceritakannya tadi hanya sekedar ingin mengerjainya saja.

Tetapi, tatapan mengasihani yang sekaligus iba temannya itu yang terarah padanya membuat tubuh Lina langsung meluruh, jatuh terduduk seolah tak lagi ada kokohnya tulang yang mampu menopang tubuhnya.

Sepasang kelopak mata itu mulai tampak berair dan tak lama setelahnya Lina menangis dengan isak yang sulit ditahan.

Dadanya terasa sesak, seolah-olah ada batu besar yang menghimpitnya.

Berita dari Sela yang mengatakan jika mantan suaminya telah menikah dan bahkan membawa istrinya itu ke rumah yang baru dibelinya menyebabkan Lina kehilangan kendali.

"Yang tenang, Lin." Sela melangkah mendekat. Setelah berada tepat di hadapan wanita yang bahunya bergetar karena menangis itu, Sela berjongkok dan kemudian memeluk temannya itu untuk menenangkan seraya mengusap pelan punggungnya. "Menangis lah jika memang hal itu bisa membuatmu sedikit tenang. Tapi tolong kendalikan dirimu. Ini di rumah orang tuamu. Nggak enak kalau sampai om Andra ngeliat kamu begini. Takutnya dia malah semakin nggak menyukaimu."

Perlahan tangis Lina pun mulai berhenti. Hanya aliran air mata saja yang masih menuruni pipi.

Ucapan Sela yang menyinggung soal ayahnya langsung membuatnya teringat kepada seorang pria paruh baya yang jarang bicara padanya itu. Jangankan padanya, bahkan pada adik bungsunya saja, ayahnya itu jarang sekali memberinya pelukan.

Jika bukan karena menunggu harta warisan dari ayahnya itu, sudah tentu Lina tidak akan mau bersikap hormat kepada pria paruh baya menyebalkan itu.

Sudah lah uang bulanannya dijatah, bahkan untuk membeli perhiasan yang diinginkannya pun sampai saat ini tak bisa Lina beli.

"Bagaimana rupa perempuan itu, Sel?" tanya Lina setelah berhasil mengendalikan diri. Dipandanginya wajah temannya itu seraya kembali bertanya, "Dia nggak lebih cantik dari aku, kan? Tubuhnya juga nggak seseksi aku, kan?"

Sela menghembuskan napas berat. Pertanyaan Lina membuatnya kesulitan hendak memberikan jawaban yang seperti apa.

Selama ini Sela paling tidak bisa berbohong, bahkan dengan tujuan untuk menyenangkan orang lain sekali pun. Tapi situasi ini, dimana Lina tampak benar-benar hancur, patah hati karena pria yang masih dicintainya telah menikah lagi, Sela sungguh tak tega melihatnya.

"Jawab yang jujur, Sel." nada suara Lina terdengar mendesak. Wanita yang tampak kacau itu bahkan mengguncang tubuh Sela saat kembali menanyakan, "Perempuan itu pasti jelek dan dekil 'kan, Sel? Mas Armand nikahin dia cuma karena mau buat aku cemburu, kan?"

"Udahlah, Lin, nggak ngebahas itu lagi." Sela mencoba mencari jalan agar tak membuat Lina semakin kacau perasaannya. "Mending kita ke tempat tongkrongan yang biasa aja yuk. Di sana pasti banyak banget lelaki ganteng dan perkas4 buat menemani malam kita." bujuknya dengan sengaja membahas topik yang selama selalu berhasil membuat Lina senang.

Tapi rupanya Lina tetap kekeuh dengan keingin-tahuannya. Wanita itu tetap ngotot menanyakan, "Lebih cantik siapa, Sel? Aku atau perempuan perebut itu?"

"Dia jauh lebih cantik. CANTIK BANGET malah." Sela menghela napas pasrah dengan sikap keras kepala temannya itu. Ia sudah berusaha agar tak membuat Lina semakin terpuruk, tapi temannya itu malah cari penyakit sendiri.

"Nggak mungkin." Lina menolak percaya. Wanita itu bahkan mengesot mundur demi bisa menatap tepat ke mata Sela. Siapa tahu saja 'kan kalau temannya itu hanya ingin mengerjainya. "Mana mungkin mas Armand bisa mendapatkan pengganti yang jauh melebihiku. Perempuan kampungan itu sudah pasti jelek dan dekil. Dia nggak pantas berada di sisinya mas Ar... "

"Lin... " panggil Sela sembari mencoba memahami tiap penyangkalan yang coba Lina jejalkan di kepalanya sendiri. "Aku ada di sana sewaktu istrinya mas Armand keluar bawa buku nikah mereka. Mataku masih bisa ngeliat dengan jelas, Lin. Perempuan yang baru saja dinikahinya itu benar-benar cantik. Dia ibaratnya kayak bunga yang sedang mekar. Umurnya juga jauh lebih muda dari kita berdua." tambah Sela lagi, tak ingin menutupi sambil berharap Lina bisa menerima kenyataan.

"Dia benaran secantik itu?" bagai orang linglung Lina mencoba memastikan tidak ada yang salah dengan pendengarannya.

Sela mengangguk tanpa keraguan. "Kalau aja dia mau jadi artis, aku yakin namanya pasti akan cepat melejit karena kecantikannya itu."

Lina terdiam terpaku. Sorot matanya tampak kosong saat memandang wajah wanita yang masih setia berjongkok tak jauh di hadapannya.

"Oh iya, sebelum aku lupa. Aku mau nyampe'in pesan dari mas Armand. Dia bilang 'Jangan lagi mengusik hidupnya. Jalan ini kamu sendiri yang memilih, jadi jangan lagi mencoba untuk mengganggu kebahagiannya. Sudah tidak ada lagi tempat untukmu di hatinya."

Lina terkekeh pelan. Isi pesan yang bagaikan sebuah belati tajam tersebut seakan langsung menciptakan luka di dalam hatinya.

1
Lisa
Sama² Kak
Yomita Hervina
ceritanya daan gaya bahasanya bagus,keren
PenulisGaje: makasih udah mau mampir buat baca 🤗🤗
total 1 replies
Yomita Hervina
bagus ceritanya..semangat thor👍
PenulisGaje: makasih 🤗
total 1 replies
Lisa
Aq mampir Kak
PenulisGaje: Makasih udah mau mampir 🤗🤗
total 1 replies
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!