NovelToon NovelToon
Sang Penerus (Pendekar Naga Petir) 2

Sang Penerus (Pendekar Naga Petir) 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:15.1k
Nilai: 5
Nama Author: kelana syair( BE)

perjuangan seorang pemuda untuk menjadi lebih kuat demi meneruskan wasiat seorang pendekar terdahulu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Barata vs Arimba

Sembilan orang yang mengeroyok Wulandari langsung terpental. Walaupun tidak membuat semuanya tewas, pukulan tadi sudah cukup untuk membuat mereka mengalami luka dalam. Empat di antaranya meregang nyawa, sementara lima orang lainnya terluka cukup parah.

Mata Arimba melebar melihat pasukannya dibuat tidak berdaya. "Dasar tidak berguna kalian semua!" bentak Arimba. Ia pun segera meluncur dari kudanya dan menyerang Wulandari.

Tanpa ragu, Arimba langsung melepaskan pukulan jarak jauh. Wuuus....! Sreeet... sinar kuning pun meluncur deras ke arah Wulandari yang berjarak lima belas tombak darinya.Melihat serangan yang begitu cepat, wajah Demang Lukito tampak cemas, khawatir putrinya akan mengalami sesuatu yang buruk.

Namun, kekhawatirannya ternyata tidak beralasan saat melihat Wulandari mampu dengan mudah menghindari pukulan yang dilepaskan Arimba."Kau harus membayar nyawa mereka dengan nyawamu, Wulandari!" teriak Arimba sambil menunjuk ke arah pasukannya yang tewas dan terluka.

Heh..! Wulandari mendengus dan menyahut dengan lantang, "Kau pikir aku akan mundur dan takut padamu, Arimba? Jangan harap aku akan lari dari orang sepertimu!""Bedebah busuk..! Akan aku bungkam mulutmu!" Arimba, yang kemarahannya sudah di ubun-ubun, langsung menyerang kembali. Dari depan pintu, Demang Lukito melihat pertarungan itu dengan hati yang tidak tenang.

Pertarungan pun langsung terjadi antara Arimba dan Wulandari. Perempuan berjuluk Dewi Kematian itu tanpa ragu menyerang Wulandari dengan ganas dan berbahaya. Ia seakan melupakan pesan Pranaraja untuk menjaga keselamatan Wulandari.

Sebelum pergi, Arimba mendapat pesan untuk membawa Wulandari dalam keadaan baik, tanpa ada lecet sedikit pun di kulitnya.Namun, sepertinya pesan itu sekarang sudah berlalu dari benaknya. Serangan Arimba yang sangat cepat dan kuat dalam tempo singkat membuat Wulandari agak keteteran.

Bahkan, dalam serangan berikutnya, pukulan Arimba nyaris mengenainya. Jika Wulandari tidak segera berkelit dan bergerak cepat menjauh, sudah dapat dipastikan ia akan terkena pukulannya secara telak."Wulan, mundurlah! Dia bukan lawanmu!" teriak ayahnya, Demang Lukito. Orang tua itu panik melihat anak perempuannya dalam keadaan terdesak."Tidak, Ayah. Aku masih penasaran dengan kemampuan perempuan berjuluk Dewi Kematian ini. Aku ingin tahu seberapa tangguh dia," sahut Wulandari menolak perintah ayahnya untuk mundur.

Telinga Arimba terasa panas, dan hatinya begitu geram mendengar kata-kata Wulandari yang meragukan kemampuan dirinya."Jadi kau benar-benar ingin melihat kemampuanku, Wulandari? Baiklah, akan aku tunjukkan apa itu kematian padamu," ucap Arimba seraya mengerahkan kekuatannya.Tangan Arimba tiba-tiba bergetar, lalu kemudian menyala kemerahan. Itulah pukulan Tapak Maut Penyapu Gunung, salah satu jurus andalan Perguruan Gunung Awan yang cukup mematikan.

Melihat Arimba akan menggunakan pukulan andalannya, Wulandari pun tidak tinggal diam. Ia mengerahkan jurus pukulan Tapak Suci, jurus terkuat sekaligus jurus andalannya.Wajah Demang Lukito menegang melihat kedua belah pihak akan mengadu kekuatan.

"Dasar anak bandel, disuruh mundur malah nekad," gerutu Demang Lukito. Ia hanya bisa berharap agar Wulandari baik-baik saja."Terima kematianmu, Wulandari! Hiiiaaaat...!" Arimba pun melepaskan pukulannya, begitu pula dengan Wulandari. Kedua pukulan yang berbentuk sinar kuning dan putih pun melesat cepat.

Wuuus...! Tak sampai satu tarikan nafas, kedua pukulan pun bertemu. Duuuaaarr....! Ranting pohon bergoyang-goyang dan debu beterbangan akibat getaran pukulan itu.Dalam adu pukulan tersebut, ternyata Wulandari kalah kuat sehingga membuatnya terlempar dan melayang tinggi akibat hentakan ledakan itu."Wulandari...!" teriak Demang Lukito, ia pun bersiap untuk menangkap putrinya sebelum jatuh, agar terhindar dari benturan dengan tanah.

Namun Demang Lukito kemudian menghentikan niatnya saat melihat seseorang sudah menangkap Wulandari lebih dulu. Di belakang orang itu, ada binatang terbang dengan gadis kecil naik di punggungnya. Orang itu tidak lain adalah Barata dan Andini.

Melihat hal itu, Demang Lukito merasa sedikit lega dengan keadaan Wulandari.Arimba sangat terkejut melihat kemunculan seorang pemuda dan gadis kecil yang telah ia kenal sebelumnya. "Bukankah mereka itu Barata dan Andini? Kenapa mereka berdua ada di sini?" tanya Arimba dalam hati. Pertanyaan itu menggantung di benaknya sekarang.

Barata kemudian menurunkan Wulandari di dekat ayahnya. "Kau tidak apa-apa, Wulan?" tanya Barata."Aku tidak apa-apa, Barata," ucap Wulandari dengan suara yang terdengar sesak. Adu pukulan tadi membuat Wulandari merasakan sakit di dadanya.Demang Lukito merasa heran melihat Wulandari dan pemuda yang menolongnya sudah saling kenal.

"Jadi kalian berdua sudah saling kenal?" tanya Demang Lukito.Barata hanya mengangguk, tidak punya waktu untuk menjelaskan kepada Demang Lukito, lalu segera mengalihkan pandangannya pada Arimba yang ada di belakangnya. "Tuan, sebaiknya bawa Wulandari masuk ke dalam. Biarkan aku yang urus perempuan itu."Tapi anak muda, dia..."Tuan tidak perlu khawatir. Aku tahu dia bukan perempuan sembarangan," potong Barata, menyadari keraguan Demang Lukito.

"Percayalah pada Tuan Barata, Tuan. Wanita itu pasti bisa ditangani oleh Tuan Barata," imbuh Andini mencoba meyakinkan.Mendengar ucapan Barata dan Andini, Demang Lukito pun mengangguk setuju. "Mmmm.. baiklah, kau harus hati-hati, anak muda," ucap Demang Lukito dengan rasa berat hati.Setelah Demang Lukito masuk ke dalam bersama Wulandari, Barata kemudian maju beberapa langkah ke depan, bersiap menghadapi Arimba, pendekar wanita yang berjuluk Dewi Kematian.

"Kita bertemu kembali, Arimba," sapa Barata dengan nada datar.Arimba menyipitkan mata sambil tersenyum menyeringai. "Aku sungguh tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, Barata. Ini sungguh kebetulan, aku bisa merebut pusaka yang kau ambil waktu itu dari reruntuhan," ucap Arimba.

Barata mengerutkan keningnya mendengar pembicaraan Arimba. "Pusaka yang mana, Arimba? Bukankah pusaka itu telah aku berikan waktu itu?" jawab Barata, teringat saat dirinya melemparkan gulungan itu."Kurang ajar! Hampir saja guru ku bertarung mati-matian waktu itu karena ulahmu, Barata. Sekarang, akan aku rebut paksa pusaka itu darimu," ucap Arimba.Setelah berkata demikian, Dewi Kematian itu pun langsung menerjang Barata dengan pukulan mautnya yang bernama "Jurus Pukulan Penyapu Gunung!" Hiiiaat....! Wuuus...! Sinar kuning pun meluncur deras ke arah Barata.

Melihat serangan itu, Barata kemudian bergerak maju dengan langkah seribu petirnya. Wuuus....! Serangan Arimba pun berhasil ia hindari.Kemudian, dengan cepat, Barata melepaskan pukulan petirnya. Hiiiaaaat...! Wuuus...!! Arimba pun terbelalak mendapatkan serangan dadakan seperti itu."Bangsat!" ucapnya, lalu melenting jauh ke belakang untuk menghindarinya.

Namun, serangan Barata tidak cukup sampai di situ. Baru saja ia mendarat, tiba-tiba terdengar bunyi dengung pisau bulan sabit meluncur ke arahnya. Hal ini membuat Arimba langsung kelabakan karena lagi-lagi mendapatkan serangan yang begitu cepat."Hiiiaaaat.....! Traaag...!" Pisau bulan sabit yang Barata lepaskan pun terpental setelah dihalau oleh Arimba dengan pedang bulan merahnya. Itulah pusaka yang ia temukan saat berada di reruntuhan kuno waktu itu.

"Kau adalah orang pertama yang memaksaku mengeluarkan pedang ini, Barata, dan kau juga orang pertama yang bakal mampus dengan pedangku ini," ucap Arimba.Mendengar ucapan Arimba, Barata hanya tersenyum tipis. "Kurasa kau terlalu cepat mengambil kesimpulan," sahutnya dengan nada tenang, matanya menatap lurus ke arah pedang merah yang dipegang Arimba.

Barata pun dapat merasakan ada hawa lain yang keluar dari dalam pedang merah itu. Hal tersebut membuat dirinya tidak bisa meremehkan perempuan berjuluk Dewi Kematian yang kini menjadi lawannya."Apakah kau takut, Barata?" ucap Arimba saat melihat wajah Barata menjadi serius.

1
rio
yang penting lanjutkan
Batsa Pamungkas Surya
nunggu lagi
rio
okelah
rio
oke oke
rio
mantap
Ariel Yono
teruskan
Ronaldo vs Messi
maju terus
Ronaldo vs Messi
bersambung
prahara
lanjutkan thord
prahara
lanjutkan
prahara
lanjutkan min
Endri ALLIKA
lanjutkan Bosque
xio zhou
lanjutkan thord
xio zhou
lanjutkan min
Batsa Pamungkas Surya
di tunggu malam yg gawat 2
prahara
Teruskanlah
Ronaldo vs Messi
lanjutken
xio zhou
lanjutkan min
Batsa Pamungkas Surya
lagi duuuunk
rio
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!