Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 34
Pagi itu Andini menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Ia membuat nasi goreng dengan banyak udang – sesuatu yang mereka bertiga sukai. Namun setelah menunggu sekian lama, baik Bagas maupun Ratna tidak menunjukkan tanda-tanda keluar dari kamar mereka.
Bayangan tentang bagaimana Bagas sangat memperhatikan Ratna tadi malam meninggalkan perasaan cemburu pada hati Andini. Ia juga ingin merasakan perhatian yang sama terutama karena ia sedang hamil. Ia butuh Bagas untuk ada di sampingnya terlebih hamil muda seperti ini pasti akan banyak menuntut perhatian karena bisa jadi si jabang bayi akan membuat sang ibu ngidam beberapa hal.
Setelah beberapa saat akhirnya Bagas keluar dari kamarnya lengkap dengan baju kerjanya. Andini yang melihat Bagas menuruni tangga dengan sigap menyambutnya.
“Mas mau sarapan? Ada nasi goreng udang,” Andini mengikuti langkah Bagas yang menuju meja makan, mengambil gelas menuang air dan meneguknya.
“Mas ....”
“Aku udah telat, kamu sarapan aja sendiri,” Bagas membenarkan dasinya menenteng tas dan melangkah ke pintu meninggalkan Andini yang masih terdiam di dekat meja makan.
Andini terduduk merenungi apa salahnya sampai Bagas tidak mau menyentuh masakannya. Cukup lama Andini termenung sampai ia menyadari suara langkah Ratna menuruni tangga.
“Mba Ratna ....” panggil Andini. “Ada nasi goreng udang, sarapan bareng yuk mba,”
Tapi Ratna tidak menggubrisnya. Ia melakukan apa yang dilakukan Bagas – menuang air meneguknya dan mengabaikan Andini. Tanpa mempedulikan Andini yang hanya berjarak beberapa jengkal darinya Ratna kembali melangkah menuju kamarnya. Seolah Andini tak ada.
Andini yang dua kali mengalami pengabaian baik dari Bagas dan Ratna tak habis pikir. Di mana salahnya.
Andini menggeleng pelan, mungkin memang Mas Bagas sedang teburu-buru dan Mba Ratna sedang terbawa suasana semalam. Ia mencoba menghibur dirinya. Akhirnya Andini memilih untuk sarapan sendiri dan membawa juga sebagai bekal makan siang. Siapa tahu Bagas mau menerima masakannya untuk makan siang nanti. Sesaat Andini berpikir mungkin ia bisa membawa sedikit untuk Bayu, teman sejatinya itu pasti suka karena pada dasarnya Bayu memang suka makan.
Setelahnya ia berangkat bekerja ia mengendarai mobil keluar dari halaman rumah tanpa Andini ketahui Ratna memandangnya dari jendela atas.
Sampai di kantor ternyata Bayu juga baru tiba di parkiran, Andini menghampiri Bayu dan menyerahkan kotak bekal yang segera di terima Bayu dengan mata berbinar.
“Apa ini? seru Bayu sembari buka kotak bekal yang diberikan Andini, “Wah nasi goreng udang. Kayanya enak nih. Tau aja kamu Din aku belum sarapan,” ucap Bayu menyenggol bahu Andini.
Bayu dengan tidak sabar segera masuk ke ruangan Andini diikuti Andini yang menggeleng pelan melihat sahabatnya itu menenteng kotak bekalnya dengan hati yang riang seolah baru memenangkan lotere.
“Aku makan di sini ya,” tanpa menunggu persetujuan Andini Bayu masuk ruangan Andini dan menikmati sarapan nasi goreng udang buatan Andini dengan lahap seperti tidak bertemu nasi beberapa hari.
“Pelan-pelan,” ujar Andini sambil tersenyum.
“Enak banget Din, hebat kamu,” puji Bayu tulus.
Andini tersenyum kecut, andai yang memujinya adalah Bagas tentu Andini akan sangat senang. Selama ini Bagas belum pernah mencicipi masakannya. Bukan Andini tak pernah memasak untuk Bagas, tapi Bagas selalu saja menolak tiap kali Andini menawarkan makanan buatannya. Entah kenapa Andini juga tak tahu apa yang salah.
“Din, kamu kenapa? Ngelamun aja hobimu tu akhir-akhir ini,” Bayu masih menyuap nasi goreng dalam suapan besar seolah takut ada yang mengambilnya.
“Eh, enggak kok gapapa,”
“Nggak papa gimana? Kamu sering ngelamun hlo Din,”
“Iya bener gapapa Yu, makan pelan-pelan ga ada yang akan ngrebut makananmu,”
Bayu hanya nyengir dengan mulut penuh nasi goreng.
Akhirnya nasi goreng itu habis, Andini sampai heran. Porsi yang ia berikan 2x lipat porsi biasanya, tapi Bayu bisa dengan cepat menghabiskannya. Benar-benar perut karet.
“Ya ampun Yu, habis?” ucap Andini heran.
Yang ditanya lagi-lagi hanya nyengir lebar, “Habis enak Din. Udangnya ga pelit. Makasih yak,”
Andini mengangguk senang, setidaknya ada hal baik yang bisa dia lakukan.
Mata Bayu tertuju pada kotak bekal yang ada di dekat meja Andini, “Itu nasi goreng udang juga Din?”
Andini yang mengikuti telunjuk Bayu mengangguk pelan, “Buat Mas Bagas,”
“Emang dia mau?” Bayu bertanya spontan dan segera setelahnya menutup mulutnya dengan tangannya. Menyesali ucapannya yang dirasa kurang sopan.
Untuk beberapa saat suasana terasa hening. Bayu merutuki ucapannya, ia takut Andini akan tersinggung,
“Ahh gak lah Yu, aku kan istrinya, Mas Bagas pasti mau, lagipula tadi dia ga sempat sarapan,” ucap Andini sesantai mungkin, meski dalam hati ia juga memiliki pertanyaan yang sama dengan yang diucapkan Bayu.
Apakah Bagas akan menerima bekal buatannya?
“Ohh iya ya. Pasti mau lah ya Din. Lagipula enak ko masakanmu,” Bayu cepat-cepat mengiyakan ucapan Andini.
“Kalau gitu aku balik kerja dulu ya, makasih hlo Din sarapannya,” Bayu beranjak hendak kembali ke ruangannya, “Din semangat ya!” ucap Bayu sebelum pintu di tutup.
Andini mengangguk tersenyum. Melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Mungkin karena ia tenggelam dalam kesibukan, Andini sampai tidak menyadari bahwa jam sudah menunjukkan pukul 12 siang lebih, saatnya makan siang.
Ia membereskan beberapa sketsa dan merapikannya untuk ia kerjakan nanti selepas makan siang. Ia berencana datang ke kantor Bagas untuk memberikan nasi goreng sebagai makan siang. Walaupun Andini agak tidak yakin apakah Bagas akan mau makan siang dengan nasi goreng.
Sesampainya di kantor Bagas, Andini hampir turun saat ia melihat Bagas dan Ratna keluar dari kantor Bagas. Keduanya terlihat sangat mesra dengan Ratna yang bergelayut manja di pundak Bagas – membuat Andini urung melepas seatbelt-nya
Andini hanya bisa menatap Bagas dan Ratna dengan pandangan nanar. Ia bertanya dalam hati mungkinkah ia bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Ratna pada Bagas.
Bermesraan.
Bermanjaan.
Ia sungguh tak apa jika Bagas menyayangi Ratna lebih dari dirinya. Tapi dia juga berhak mendapat kasih sayang Bagas, apalagi sekarang ia sudah memiliki anak dengan Bagas. Seharusnya Bagas lebih bisa peduli padanya dan buah hati yang di kandungnya.
Dengan berat hati Andini akhirnya memutuskan untuk kembali ke kantornya. Bahkan sesampai di kantornya pun kotak bekalnya hanya dia taruh di meja – memandanginya dengan tatapan kecewa. Ia jadi teringat ucapan Bayu tadi pagi.
Sekarang jangankan memakan masakannya bahkan Andini tak bisa memberikannya pada Bagas.
Di mejanya tangan Andini menangkup wajahnya.
Lagi-lagi air matanya menetes.