Sania pernah dihancurkan sampai titik terendah hidupnya oleh Irfan dan kekasihnya, Nadine. Bahkan ia harus merangkak dari kelamnya perceraian menuju titik cahaya selama 10 tahun lamanya. Sania tidak pernah berniat mengusik kehidupan mantan suaminya tersebut sampai suatu saat dia mendapat surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa hak asuh putri semata wayangnya akan dialihkan ke pihak ayah.
Sania yang sudah tenang dengan kehidupannya kini, merasa geram dan berniat mengacaukan kehidupan keluarga mantan suaminya. Selama ini dia sudah cukup sabar dengan beberapa tindakan merugikan yang tidak bisa Sania tuntut karena Sania tidak punya uang. Kini, Sania sudah berbeda, dia sudah memiliki segalanya bahkan membeli hidup mantan suaminya sekalipun ia mampu.
Dibantu oleh kenalan, Sania menyusun rencana untuk mengacaukan balik rumah tangga suaminya, setidaknya Nadine bisa merasakan bagaimana rasanya hidup penuh teror.
Ketika pelaku berlagak jadi korban, cerita kehidupan ini semakin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Sania baru saja selesai presentasi, ini proyek ke empat hari ini, dan rasanya rahangnya sudah pegal sebab kliennya ingin bertemu dengannya langsung. Padahal Rey juga bisa mempresentasikan konsep sebaik Sania, tapi tidak tahu kenapa orang-orang ini sampai rela menunggu dirinya menyelesaikan satu per satu rapat meski harus mengatur ulang schedule.
"Ada apa sebenarnya dengan orang-orang ini?" gumam Sania dengan kening terus berkerut saking herannya akan sikap kliennya.
"Bu, Tuan Denver menunggu di bawah," lapor Rey seraya masuk ke ruang meeting, tangannya penuh berkas dan wajahnya tampak lelah.
Sania makin heran. "Kenapa harus menunggu dibawah? biasanya dia akan langsung ke sini," gumam Sania, bicara pada dirinya sendiri. Tetapi Rey tetap saja mendengarnya.
"Klien anda—kita maksudnya, mengira Tuan Denver adalah klien anda juga," jawab Rey seraya duduk di sebelah kanan Sania. Wanita muda itu menatap Sania datar. "Sepertinya, beliau tertahan karena komentar klien anda dan tidak mau menilai kinerja kita buruk."
Sania menghela napas. Ada-ada saja kelakuan orang-orang.
Rey sedikit mendekatkan kepala ke sisi Sania. "Anda pasti kaget melihat seberapa famous kita di mata orang-orang ...."
Tablet di tangan Rey langsung menyala, menunjukkan data terbaru yang memang setiap bulan sekali akan berubah. "Lumivia diposisi ke dua, kenaikan yang sangat bagus, bayangkan saja! Kita naik 4 peringkat, menyalip Velve dan dibawah Brick."
Sania mulai memikirkan hal ini alih-alih menelpon Rob agar segera naik—dan mungkin melepas rindu. Mereka praktis tidak bertemu setelah beberapa hari karena banyak hal. Rob sibuk bekerja usai perjalanan bisnisnya kemarin, sementara Sania, dikejar deadline seperti dikejar mantan yang masih sayang.
"Apa ini pertanda bahwa kita akan bisa menyaingi Brick?" Rey tersenyum puas.
"Lebih tepatnya," jawab Sania seraya mengetuk layar tablet dan menatap Rey seakan memperingatkan. "Kita harus berhati-hati! Brick bukan perusahaan yang senang jika kita mendekat secara tiba-tiba. Apalagi kita ini kecil, dan kami punya beberapa hal yang diam-diam bisa menjadi motivasi balas dendam."
Rey memutar bibirnya kesal. Sania selalu begitu. Tidak bisa melihat orang lain sedikit saja menikmati hasil dan berpuas diri sebentar saja. Waspada dan waspada adalah moto hidup seorang Sania.
Ah, itu menyebalkan sekali!
"Tapi bolehlah, belikan semuanya makan siang atau camilan! Masukkan ke tagihanku," lanjut Sania kemudian usai melihat raut wajah Rey yang mulai berubah. Sania tersenyum kecil karenanya.
Rey berbinar kemudian. "Ayam goreng keju sepertinya enak!"
Rey berdiri, "Bu, mari setelah ini kita bekerja lebih keras lagi! Brick sekalipun akan kita hadapi, tapi kita makan dulu!"
Rey keluar ruangan dengan langkah riang, diikuti tatapan Sania yang penuh senyum. Ada-ada saja tingkah mereka ini.
Sania segera meraih telepon dan menelpon resepsionis agar mempersilakan klien mereka selanjutnya masuk.
"Sudah seperti konsultasi dokter saja!" Sania membatin, lalu ketika klien mereka masuk, Sania berdiri.
"Silakan duduk, saya izin ke kamar kecil sebentar!"
Klien yang merupakan tim yang dikirim oleh brand fashion ternama ini segera duduk. Wajah mereka kaku, dan juru bicaranya bermuka jutek.
Sania melihat itu, tapi tentu saja dia tidak terlalu memikirkan, toh dia benar-benar butuh ke kamar kecil sekarang.
Ketika sampai di pintu, Sania memanggil Rey, meminta agar rapat dibuka dan diajak diskusi ringan lebih dulu.
"Rey—"
"Tidak perlu memanggil siapapun, Bu Sania ...," sela jubir bermuka judes dengan ketus, memberi Sania tatapan tidak puas ketika Sania menatapnya. "Kami hanya punya waktu sebentar dan anda sudah memangkas begitu banyak waktu kami! Tolong segera selesaikan urusan anda dan mari kita mulai meetingnya!"
Sania mengerutkan kening. Ini seperti semua adalah salahnya. Padahal dia sudah memberi banyak opsi diawal, tapi mereka bilang mau menunggu.
Sania segera memutar badan untuk merespon. "Maaf sebelumnya, apa anda belum diberitahu kalau saya tidak mungkin menghandle semuanya dalam sekali waktu, Bu—?"
Wanita itu membuang napas dan melengos seolah Sania adalah barang jelek yang dipaksa dipajang di sebuah galeri mewah.
"Tapi jelas anda membeda-bedakan klien, mentang-mentang Robert Denver lebih terkenal daripada kami, anda meminta tim Robert Denver masuk lebih dulu daripada kami!"
Sania melangkah masuk. "Apa anda tahu siapa pemilik tempat ini? Anda tahu siapa yang anda sebut tim Robert Denver?"
Wanita itu menatap Sania sinis. "Kami tahu makanya kami bicara, Bu Sania ... ternyata naik peringkat lebih cepat dari yang lain bahkan mengalahkan Velve bukan jaminan bahwa kualitas anda lebih baik!"
Sania membuang muka karena lelah. "Saya masih menghormati anda, meski anda memaki-maki saya, tapi jika tujuan anda adalah merendahkan usaha dan kerja keras pekerja saya, saya minta anda segera pergi!"
Wanita itu sedikit kaget. Padahal dia berkata demikian agar Sania dan timnya takut lalu mengikuti apapun mau mereka, tapi....
"Kami bekerja dengan orang-orang yang percaya kami mampu, bukan karena melihat kami tidak sebesar nama perusahaan lain! Kami punya cara sendiri untuk memuaskan klien kami tanpa menyinggung nama perusahaan lain!"
Sania membukakan pintu lebar-lebar. "Pintu keluarnya di sini!"
Kita lihat apa Brooch CS akan menang di pengadilan???
Apa Si Tua Brooch dan Donna ... ... ...????
Dan tanpa sadar dia juga membuka aib sendiri.
Gak sadar klo reaksi yang berlebihan bisa menunjukan kebenaran.
tapi kasihan dengan anak donna kalau dia mati.