Setelah menaklukan dunia mode internasional, Xanara kembali ke tanah air. Bukan karena rindu tapi karena ekspansi bisnis. Tapi pulang kadang lebih rumit dari pergi. Apalagi saat ia bertemu dengan seorang pria yang memesankan jas untuk pernikahannya yang akhirnya tak pernah terjadi. Tunangannya berselingkuh. Hatinya remuk. Dan perlahan, Xanara lah yang menjahit ulang kepercayaannya. Cinta memang tidak pernah dijahit rapi. Tapi mungkin, untuk pertama kalinya Xanara siap memakainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayalifeupdate, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Revisi Rasa
Hujan mengguyur pelataran apartemen mewah milik Harvey. Suara petir menggelegar seolah ikut menggambarkan gejolak yang terjadi di dalam unit 29B tersebut.
Winny berdiri dengan tangan terlipat di dada, matanya menyala penuh amarah. Sedangan Harvey berdiri di seberangnya, menggenggam ponselnya dengan layar masih menyala menampilkan foto-foto tak terbantahkan, yaitu foto Winny sedang di hotel yang sama dengan pria yang sama untuk kesekian kali.
“Aku bisa jelaskan” Ujar Winny dengan nada tinggi tapi goyah.
“Silahkan. Aku punya banyak waktu, mungkin kamu juga bisa kasih naskah drama sekalian” balas Harvey tajam.
Winny menghela napas panjng, dia sedang mencoba mencari sisa-sisa pembelaan.
“Aku hanya butuh ruang, kamu terlalu sibuk, rerlalu kaku, aku butuh seseorang yang...”
“Yang bisa kamu cium terang-terangan di lift hotel?” Harvey memotong, suaranya penuh kemarahan yang ditahan.
“Harvey, sayang… hubungan ini, kamu tahu kita sama-sama capek”
“Capek bukan alasan untuk mendua, Winny!” Suara Harvey meninggi.
“Aku kira kita membangun sesuatu, tapi ternyata kamu membangun cerita paralel dibelakangku”
Winny hanya terdiam, mulutnya membuka, lalu menutup lagi. Dia mengurungkan niatnya untuk berbicara.
“Apa kamu benar-benar mencintaiku? Atau aku hanya proyek hidup yang kamu butuhkan untuk validasi?” Harvey bertanya, nyaris berbisik, tapi matanya tajam menusuk.
Sela menatap lantai, hening membeku diantara mereka, hanya suara hujan yang menjadi latar.
“Aku pikir kamu hanya makan malam atau semacamnya” Suara Harvey bergetar, ia mematung didepan meja ruang tamunya. Sedangkan winny masih berdiri membelakanginya seolah dinding bisa menelannya.
“Sayang…” suara Winny nyaris tak terdengar.
“Jangan!” Potong Harvey dengan cepat, matanya merah, napasnya kasar.
“Jangan panggil aku seperti itu seolah kamu gak pernah tidur dengan pria lain”
“Itu terjadi karena aku merasa sendiri, kamu terlalu sibuk, kamu bahkan…-“ Winny memotong penjelasannya, dia bahkan tidak mampu menjelaskan.
“Jangan salahkan aku karena kamu tidak tahu cara menghargai seseorang yang mencintaimu!” bentak Harvey, dengan suara menggema di seluruh ruangan.
“Aku bekerja keras bukan karena aku lupa sama kamu Winny, tapi supaya kita punya masa depan yang stabil dan kamu bisa punya segalanya” jelasnya kepada Winny.
Winny memejamkan mata, menahan air mata, tapi kali ini taka da simpati di wajah Harvey. Hanya luka yang dalam dan amarah yang meledak.
“kamu pikir aku bodoh? Kamu pikir aku tidak tahu sejak kapan kamu mulai berbohong? Hotel yang sama, mobil itu, bahkan parfum Rey yang kamu pakai pulang kerumah” Lanjut Harvey.
“Aku tidak sengaja sayang” bantah Winny.
Harvey tersenyum miris, dan dingin. Dia hanya menundukan kepalanya dan menggelengkan dengan pelan.
“Tidur dengan orang itu bukan kecelakaan Winny! Itu pilihan kamu, memilih dan bukan sekali, bahkan berkali-kali. Jadi jangan pernah bilang itu tidak sengaja”
Winny berusaha mendekat, tapi Harvey justru mundur.
“Berhenti, dan jangan sentuh aku” Ucap Harvey.
Winny terdiam, ia merasa jika kali ini Harvey tidak akan pernah memaafkan seperti kemarin ketika ia melakukan kesalahan.
“Apa kamu pernah mencintaiku?” Tanya Harvey.
Winny menunduk, dan jawabannya bukan kata-kata, tapi keheningan. Yang lebih menyakitkan dari pada pengakuan apapun.
Semantara di butik Xanara, Lucy tengah memandangi layar laptopnya sambil menggigit pensil. Di layar, terbuka akun media sosial Rey, pria yang fotonya dia lihat tak sengaja terpantul dari ponsel Harvey saat pemesanan jas kemarin.
Dia mengingat wajah Winny, terlalu rapi, terlalu sempurna, dan terlalu banyak yang tidak menurutnya tidak selaras dengan cerita yang didengar Lucy selama ini.
“Kenapa rasanya ada yang janggal?” Gumamnya pelan.
“kalau kamu benar-benar mencintai seseorang, kenapa matamu tak pernah menatap seperti itu”
Lucy lalu membuka dua jendela pencarian sekaligus, satu tentang Rey, dan satu lagi tentang Winny. Di tangannya mencatat nama hotel, tanggal, dan waktu, rapi seperti detektif swasta bayaran.
“Aku gak tahu siapa kamu yang sebenarnya Winny. Tapi kalau kamu mau main kotor, kamu belum kenal siapa aku” Bisik Lucy.
Dan diapartemen mewah miliknya, Harvey tengah duduk di ruang kerja. Di tangannya memegang sketsa jas yang sedang Xanara kerjakan. Dia memandangi garis-garis lembut tapi kuat itu, dan untuk sesaat kehangatan samar menyusup di tengah kekacauan yang sedang menghancurkan hatinya.
Taka da nama di label ja situ, tapi entah mengapa, pikirannya justru melayang pada satu nama, Xanara.