Lihat, dia kayak hantu!"
"iya dia sangat jelek. Aku yakin sampai besar pun dia akan sejelek ini dan tidak ada yang mau mengadopsinya."
"Pasti ibunya ninggalin dia karena dia kutukan."
"Coba lihat matanya, kayak orang kesurupan!"
"iya ibunya membuangnya Karena pembawa sial." berbagai macam cacian dan olokan dari teman-temannya,yang harusnya mereka saling mengerti betapa sakitnya di buang tetapi entah mengapa mereka malah membenci Ayla.
Mereka menyembunyikan sendalnya, menyiramkan air sabun ke tempat tidurnya, menyobek bukunya, bahkan pernah mengurungnya di kamar mandi hingga tengah malam. Tapi Ayla hanya diam,menahan,menyimpan dan menelan semua dengan pahit yang lama-lama menjadi biasa.
Yang paling menyakitkan adalah bahwa tidak ada satu pun orang dewasa di panti yang benar-benar peduli. Mereka hanya melihat Ayla sebagai anak yang terlalu pasrah. Kalau ia dibully, itu pasti karena ia sendiri yang terlalu lemah.
Di sekolah, semuanya lebih buruk lagi..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widya saputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji di Bawah Langit, Berita dari Bayangan
Hari itu, Rumah Harapan disulap menjadi taman impian. Lampion putih bergantungan di pepohonan, bunga melati menghiasi setiap sudut, dan suara tawa anak-anak panti berpadu dengan musik lembut dari biola yang dimainkan oleh seorang musisi undangan.
Ayla berdiri di depan cermin, mengenakan gaun pengantin sederhana berwarna putih gading. Gaun itu tidak mewah, tapi anggun dan memancarkan kehangatan. Bu Asih dan Bu Marni yang menemaninya sejak pagi menggenggam tangan Ayla erat.
"Nak aku seperti melihat seorang anak yang dulu datang penuh luka, kini berdiri sebagai wanita kuat yang siap menjemput masa depan.” Kata Bu Marni
Ayla tersenyum sambil menahan tangis.
"Terima kasih, Bu… kalau bukan karena Ibu, mungkin aku tak akan pernah sampai di sini. Ibu telah menyelamatkan aku."
Di sisi lain, Arman bersiap dengan setelan jas hitam elegan. Rani dan Nina sibuk membantunya, menggoda agar ia tak gugup.
"Arman, jangan sampai nanti waktu ijab kabul suaramu hilang ya." Goda Rani
"Aku lebih gugup dari sidang pengadilan, Ran." Arman tersenyum berusaha menenangkan diri tapi rasa gugupnya mengalahkan semuanya
"Ya jelas, karena ini sidang seumur hidup. Ingat kak jangan pernah sakiti sahabatku."
Suasana menjadi hangat penuh canda.
Saat musik lembut mulai dimainkan, semua tamu undangan berdiri. Anak-anak panti membawa bunga, berjalan di depan Ayla.
Ayla melangkah pelan menuju tempat dimana penghulu dan Arman sudah menunggu di bawah pohon besar. Arman menunggu dengan dada yang berdebar kencang, matanya tak lepas sedikit pun saat melihat Ayla sudah datang. Tatapannya penuh cinta, kagum, dan syukur.
Ketika Ayla tiba di sisinya, Arman berbisik lirih:
"Kau benar-benar bidadari yang turun hari ini.”
Ayla menunduk malu, pipinya memerah.
Prosesi akad nikah berjalan khidmat. Suara Arman ketika mengucapkan ijab kabul terdengar tegas, tak bergetar. Setelah kata sah dikumandangkan, tepuk tangan meriah dan sorak bahagia memenuhi udara.
Ayla tak kuasa menahan tangis ketika cincin disematkan di jarinya.
"Hari ini semua luka masa lalu terasa sembuh.” Ayla berbisik pada Arman
"Dan mulai hari ini, luka itu kita ganti dengan kebahagiaan.”
Resepsi sederhana digelar di halaman Rumah Harapan. Tidak ada ballroom megah, tapi taman itu dipenuhi cahaya lampion dan lilin. Anak-anak panti bernyanyi untuk Ayla dan Arman, membuat suasana begitu hangat.
Mereka berdua sengaja membuat acara pernikahan yang sederhana dan di rayakan dengan anak rumah harapan. Mereka ingin membagikan kebahagiaan untuk semua orang terdekatnya.
Rani dan Nina ikut memberikan sambutan.
"Ayla, Kak Arman terima kasih sudah menunjukkan bahwa cinta sejati itu nyata. Kami bersyukur bisa menjadi bagian dari kisah kalian." Ucap Rani
"Dan hari ini, aku tidak hanya menyaksikan sahabatku menikah tapi aku menyaksikan seorang wanita yang pernah jatuh, kini berdiri sebagai ratu dalam hidupnya sendiri. Yang membuatku bahagia sahabatku menikah dengan kakakku." Nina memeluk kedua pengantin itu
Tepuk tangan panjang bergema. Semua yang hadir tampak bahagia
Arman lalu menggandeng Ayla ke tengah panggung kecil.
"Rumah Harapan adalah saksi cinta ini. Dan aku berjanji, aku dan Ayla akan terus menjaga rumah ini, seperti kami menjaga cinta kami." Kata Arman berdiri di depan semua orang.
Tak ada undangan bagi orang lain,yang ada hanya keluarga saja.
Ayla menambahkan dengan suara bergetar
"Hari ini bukan hanya tentang kami. Tapi tentang semua anak di sini, tentang doa dan cinta yang menjadikan kita keluarga."
Di tengah kebahagiaan itu, seseorang dari pihak kepolisian mendekat dengan raut wajah serius. Ia berbicara pelan kepada Bu Asih. Wajah Bu Asih mendadak pucat.
Ia lalu menghampiri Ayla dan Arman, berbisik lirih.
"Nak… aku harus memberitahumu. Darmawangsa dia meninggal pagi ini di penjara. Serangan jantung."
Ayla terdiam, napasnya tercekat. Arman langsung menggenggam tangannya erat.
Kenangan tentang wajah Darmawangsa, orang yang menghancurkan masa kecilnya, berkelebat. Tapi alih-alih marah atau bahagia, Ayla hanya merasakan campuran pilu dan lega.
"Akhirnya cerita kelam itu benar-benar berakhir.”
Arman merangkulnya.
"Dan hari ini adalah awal cerita baru, cinta. Jangan biarkan bayangan itu merenggut kebahagiaanmu."
"Ada apa?" Tanya Rani dan Nina yang menghampiri mereka.
"Darmawangsa meninggal karena serangan jantung." Jawab Arman
"Entah aku harus senang atau sedih." Kata Rani
"Benar,dia orang yang telah menghancurkan kehidupan kita tapi ada hikmahnya juga karena jika bukan dia,kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan ini." lanjut Nina.
Ayla mengangguk, air matanya jatuh, bukan karena duka, tapi karena beban masa lalu akhirnya lepas.
Setelah semua tamu pulang, Arman membawa Ayla pulang kerumah orang tuanya. Arman sudah mempunyai rumah tetapi malam ini orang tua Arman mau kalau mereka berkumpul dirumah.
Di balkon kamar Arman meraih tangan Ayla, menatapnya dengan penuh cinta.
"Ayla, aku tahu perjalananmu tidak mudah. Tapi izinkan aku, mulai hari ini, menjadi rumahmu. Rumah tempat kau kembali, apa pun yang terjadi.”
Ayla tersenyum, menahan haru.
"Dan aku berjanji, Arman aku akan menjagamu, seperti aku menjaga Rumah Harapan. Bersamamu, aku merasa akhirnya aku pulang.”
Mereka berpelukan erat, lalu saling menatap dengan tatapan penuh cinta. Di bawah langit malam, Ayla dan Arman merasakan janji mereka tidak hanya diikat oleh cincin, tapi juga oleh takdir yang kini berpihak pada mereka.
Keesokan harinya,Arman mengajak Ayla untuk pergi ke pemakaman Darmawangsa. Mereka tidak ingin membawa dendam, meski luka itu masih membekas.
Pemakaman sederhana itu sunyi, hanya ada beberapa orang yang datang. Nisan Darmawangsa baru saja berdiri, dengan tanah merah yang masih basah dan bunga yang hanya sedikit.
Ayla berdiri di hadapan pusara itu, tubuhnya gemetar. Air matanya jatuh, bukan karena kehilangan, melainkan karena campuran rasa sakit dan kelegaan.
"Kau pernah membuatku hancur. Tapi hari ini, aku memilih untuk tidak membencimu lagi. Karena kalau aku terus membenci, aku tak akan pernah bisa bahagia." Kata Ayla
Arman meraih bahunya, mendukung dari samping.
"Kau sudah cukup kuat untuk berdiri di sini. Itu artinya, kau menang, Ayla. Kau menang melawan masa lalumu. Sekarang buang semua rasa sakit,rasa benci dan dendam yang ada di hatimu. Buang semua di sini."
Ayla menutup matanya sejenak, lalu berdoa dalam hati. Setelah beberapa saat, ia meletakkan setangkai bunga melati di atas pusara itu bukan tanda cinta, tapi tanda pelepasan.
"Aku tidak akan membawamu lagi dalam hidupku. Biarlah semuanya berakhir di sini. Kulepaskan semua rasa sakitku selama ini."
Mereka berdua beranjak pergi, meninggalkan makam itu dalam kesunyian.
Tanpa mereka sadari ada 2 pasang mata yang memperhatikan mereka berdua dengan tatapan tidak suka.
Bersambung ..
kok teror melulu sich 🤦
maaf y thooor 🙏