Prahara Rumah Tangga Pelakor
Venezio Cafe berdiri megah ditengah kota metropolitan Arvenia. Penghujung musim semi telah tiba, angin dingin berhembus, cahaya keemasan matahari sore menimpa bangunan dengan dinding bata yang terekspos. Jendela besar dan tanaman merambat menjadi ciri khas bangunan-bangunan di sini.
Orang-orang lebih memilih berjalan cepat ke cafe atau tempat berkumpul yang cozy di akhir pekan seperti ini. Seperti halnya yang dilakukan Irfan Gamaliel, pengusaha terkenal bersama istrinya tercinta, Nadine Carolina. Mereka melangkah masuk ke cafe estetik yang merupakan tempat berkumpulnya pengusaha kaya dan orang-orang terkenal di Arvenia ini.
Venezio menawarkan kemewahan dan keanggunan kelas atas, sehingga pengunjung disini jelas merupakan kaum elite yang tidak bisa dibayangkan berapa banyak kekayaan yang mereka punya.
"Aku nggak sabar untuk segera memakai gaun itu, Sayang ... pasti semua orang kaget melihat siapa yang akhirnya membeli satu-satunya gaun yang dibuat oleh Savero itu," ujar Nadine berbinar.
Irfan hanya tersenyum sebagai jawaban. Mereka hampir tiba di meja yang mereka pesan, ketika dua orang saling menabrak dan menumpahkan Latte ke lantai. Beruntung, Irfan berhasil mengamankan Nadine dari keributan itu.
"Ya ampun, orang-orang ceroboh sekali," gerutu Nadine seraya duduk dan memeriksa kakinya yang terkena sedikit percikan Latte.
"Maaf—"
Wanita itu menunduk untuk mengambil gelas kopi yang menggelinding dekat kaki Irfan.
"Saya yang bersalah, Nona—" Orang yang menabrak itu membungkuk minta maaf.
Karena menghalangi, Irfan berinisiatif menyingkir, namun gerakannya terhenti kala wanita itu sudah berdiri kembali dan tersenyum sekilas kepadanya.
"... Sania." Irfan mendesis seperti suara angin diluar. Ia tidak mungkin salah mengenali orang, kan? Tapi Sania ... Sania yang itu—Sania tidak mungkin berubah menjadi secantik dan seanggun itu kan? Bagaimana dia bisa menjelma menjadi wanita secantik itu?
Irfan bahkan sudah tidak mengingat lagi bagaimana wajah Sania jika saja fitur wajah wanita tadi tidak melintas di depannya.
Waktu seakan membekukan Irfan saat itu sampai ia tidak sadar ketika wanita itu telah pergi dari hadapannya.
"Kamu kenal dia, Fan?" Nadine menelisik curiga dan cemburu. Wanita itu cantik sekali bahkan kafe ini terasa layu karena kecantikan wanita tadi menyedot semua keindahan yang ada.
Lamunan Irfan buyar, lalu dengan gerakan cepat, ia berjalan keluar, mengejar wanita tadi untuk memastikan.
Napas Irfan tersengal begitu tiba di trotoar jalan. Seorang pria berjas hitam mewah membukakan pintu untuk wanita yang ia sangka Sania. Tampak begitu melindungi dan posesif. Dibawahnya, Sania tampak seperti bisa hancur hanya karena tertiup angin musim semi yang lembut.
"Sania ...." gumamnya pelan. Itu benar-benar Sania, mantan istrinya yang 10 tahun lalu ia ceraikan.
Seakan mendengar panggilan itu, Sania menoleh, menatap Irfan sekilas, sebelum tubuhnya lenyap ditelan oleh mobil mewah yang Irfan sendiri tahu hanya kalangan atas tertentu yang bisa memiliki mobil itu.
Irfan menyaksikan adegan itu seperti sebuah adegan film, seperti tidak nyata. Tetapi hanya karena potongan adegan mesra tersebut,sudah cukup membuat Irfan merasa kalah telak. Jika benar tadi Sania, Irfan benar-benar ditampar dimuka oleh kenyataan yang ada.
Dari dalam mobil Sania melirik ke arah jendela seolah masih bisa melihat Irfan yang syok di sana. Pandangannya menggelap dan semakin dingin, meski ia merasakan kepuasan menjalar di dada. Pria itu bagaimana bisa masih sanggup mengejarnya, setelah semua yang ia lakukan selama ini? Bibir Sania membentuk sebuah senyum sinis. Sepuluh tahun lalu, bagaimana dia bisa lupa hari itu?
Hari dimana dirinya hancur berantakan bahkan sisa harga diri saja dia tidak punya.
Malam itu, malam yang sudah berlalu hampir sepuluh tahun lamanya, tetapi rasanya terjadi belum begitu lama.
Sania menatap halaman dengan perasan kalut dan gamang. Bibirnya pecah-pecah karena dehidrasi dan stres. Karena terlalu sering menangis, wajahnya jadi sembab, rambut kering berantakan, dan tubuhnya menggigil saat angin dingin menerpa.
Dalam kesunyian itu, Sania kepikiran pada chat mesra suaminya dengan wanita lain yang beberapa kali ia pergoki di ponsel suaminya. Tetapi sangkalan Irfan, membuatnya mencoba tidak terus mempermasalahkannya. Irfan bilang dia hanya teman kerja biasa, gaya bicaranya juga memang centil. Tapi kali ini, Sania punya feeling kuat, kalau wanita itu memiliki hubungan dengan Irfan.
Hujan deras turun malam itu. Sama seperti malam-malam sebelumnya, Sania menunggu di ruang tamu dengan secangkir teh yang sudah mulai dingin. Dia biasa menyiapkan teh untuk suaminya yang kelelahan mencari nafkah untuknya. Setidaknya, meski hampir setiap pagi ribut, Sania tetap melayani suaminya dengan baik pada malam hari.
Lagi-lagi, Irfan belum pulang. Padahal semua temannya bilang malam ini tidak ada lembur.
Sania duduk diam, sambil menggenggam HP-nya erat. Ia sudah kirim tiga pesan tetapi tidak dibaca. Ditelepon pun tidak dijawab, malah kadang ditolak.
Kekhawatiran yang dulu selalu muncul kini sudah berubah menjadi firasat yang dingin dan pahit.
Sania sekali lagi memeriksa halaman, namun tidak ada tanda suaminya pulang.
"Sudah selarut ini, Fan ... kamu kemana?" Sania khawatir. Suara tangisan Mutiara membuat Sania melangkah ke kamar untuk menenangkannya. Bersamaan dengan itu, suara mobil terdengar dari luar.
Perasaan Sania menjadi ringan. Ia menggendong Mutiara dan bergegas membuka pintu.
Irfan turun dari mobil tanpa rasa bersalah. Kemejanya kusut, ada bekas lipstik samar di kerahnya, dan parfum wanita yang menyengat bercampur dengan alkohol menghantam hidung Sania bahkan sebelum pria itu masuk rumah.
"Maaf, aku banyak kerjaan," katanya datar sambil melepaskan sepatu.
Sania hanya menatapnya, tidak bicara. Sudah tak perlu tanya—jawabannya pasti selalu penuh dusta.
Ia mengikuti Irfan ke dalam rumah. "Kamu dari mana, sebenernya, Fan? Aku tadi udah nelpon atasan kamu, tapi dia bilang semua pegawai sudah pulang jam 5 sore!"
Irfan menghela napas, meletakkan tas kerja di meja. “Nia aku capek. Jangan mulai lagi, deh! Buruan siapin air hangat, aku mau mandi!"
"Capek? Aku lebih dari capek. Aku capek khawatir karena nungguin kabar kamu, Irfan!" Sania hampir menangis. Sebenarnya ada apa dengan suaminya ini? "Kamu masih main sama wanita di chat itu?!"
"Jangan kebanyakan nonton drama. Nggak semua laki-laki seperti itu!" Irfan berdecak. Mukanya langsung berubah kesal. "Nggak usah berprasangka yang enggak-enggak, deh! Muak tauk, tiap pulang selalu aja dicurigai! Kamu pikir aku ada waktu buat main-main kalau setiap hari aku harus kerja keras buat nyukupin hidup kamu?"
Kalimat itu menghantam seperti batu ke dada.
"Otak dipakai buat mikir!" Tangan Irfan bersilaturahmi ke kepala Sania, menempeleng Sania tanpa perasaan.
Sania ingin berteriak tidak terima. Tapi dia tahu, dia tidak akan menang dengan suara. Ia akan menang dengan kebenaran dan bukti nyata.
“Aku lihat fotonya,” bisik Sania lirih, disela tangis yang perlahan meluncur di wajahnya. “Kamu berduaan dengan dia di hotel.”
Irfan terdiam. Ia kehilangan nafas untuk sesaat.
Sania awalnya tidak ingin mengungkapkan ini, tapi Irfan yang memaksanya. Dia lelah menggenggam fakta menyakitkan ini sendirian. Berharap Irfan mau berubah dan kembali padanya.
“Aku tahu namanya Nadine, putri orang penting di kantormu, dia sedang magang dan dia ... bukan sekadar wanita lewat. Kalian sudah saling mengenal lama dan saling menyentuh sejak Mutiara masih dalam perut."
Irfan masih tak bicara. Wajahnya datar. Seolah yang dia hadapi hanyalah pelanggan yang kecewa, bukan istri yang dikhianati.
“Aku sudah tahu ini sejak dua bulan lalu,” suara Sania mulai pecah. “Tapi aku tahan, demi Mutiara. Aku pura-pura nggak tahu tentang ini, tapi malam ini ... aku cuma pengen satu hal, jujurlah ke aku!"
Dan yang keluar dari mulut Irfan justru sesuatu yang membunuh Sania lebih dari perselingkuhan itu sendiri.
“Aku sudah nggak cinta lagi sama kamu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Ratu Tety Haryati
Tetima kasih karya terbarunya, Kak Othor🥰🙏
2025-07-02
2
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sedihnya
2025-07-07
0
Nie_Ayu
👏👏👏
2025-06-26
3