Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 32
"Dimana Bibi Ellen, " Anak kecil itu melangkah tidak tentu arah sambil membawa satu cup es krim di tangannya. Ia merotasi pandangannya mencari keberadaan perawatnya itu.
Brukk..
"Maaf, " Joana meluruskan pandangnya, menatap seorang anak kecil yang baru saja ditabrak-nya. Anak kecil itu tertunduk, memperhatikan es krimnya yang terjatuh.
"Oh ya Tuhan, es krimmu terjatuh," Joana berjongkok, mensejajarkan posisinya dengan anak kecil itu. "Maafkan aunty," sesalnya. Joana mengeluarkan beberapa lembar tisu basah dari dalam tasnya lalu membersihkan kedua tangan anak lelaki itu.
Anak lelaki itu tidak bergerak, ia sedang memerhatikan tangannya yang sedang dibersihkan sampai benar-benar bersih.
"Sudah selesai, tanganmu sudah kembali bersih."
"Pakaian aunty terkena es krim." Ujar anak kecil itu seraya menunjukkan jari telunjuknya ke bagian bawah dress Joana yang terkena es krim. Joana pun mengikuti kemana arah telunjuk anak lelaki itu.
Joana mengulum senyuman. "Tidak masalah, boy. Nodanya akan hilang setelah aku mencucinya."
"Benarkah?" Anak itu mengangkat kepalanya, tersenyum sangat manis, membuat siapa saja yang melihatnya, akan jatuh cinta dengan senyuman itu.
Masih dengan senyum di bibirnya, Joana sesaat teringat akan putranya. Andai masih ada, mungkin putranya akan seusia anak ini. Namun, senyum itu menghilang begitu ia melihat bola mata anak itu berwarna biru, lalu senyuman yang mengembang di bibir anak itu membuat Joana teringat seseorang dari masa lalunya. Nathan Klemens. Joana mengerjap mata, lalu menggeleng kepalanya dengan cepat mengenyahkan pikirannya. "Tentu saja, sayang" Joana mengusap kepalanya, "siapa namamu?"
"Marvell."
"Nama yang sangat bagus. Aku Joana," Joana mengulurkan tangannya yang disambut oleh Marvell dengan senyum lebar di wajahnya. "Omong-omong dimana orangtuamu?"
"Aku tersesat." Aku Marvel.
"Mungkin saat ini orangtuamu sedang mencari-mu, Marvell. Hmm, bagaimana jika kita duduk." Marvell mengangguk setuju. "Apa kau ingin es krim?"
"Mau." Jawab Marvel tersenyum sambil melompat-lompat riang, terlihat sangat menggemaskan.
"Ayo, aku akan mengambilkannya untukmu." Joana menuntun Marvell, mengajak Marvell ke stand es krim yang nampak ramai dengan anak-anak. "Kau mau rasa apa? coklat, vanila apa strawberry?"
"Coklat dan vanila, dengan sirup strawberry diatasnya."
"Tolong buatkan 2 cup es krim rasa coklat, dan Vanila. Topingnya sirup strawberry." Pesan Joana pada pelayan yang berdiri di belakang stand es krim.
Setelah mendapatkan es krim, keduanya duduk saling berhadapan. Menikmati sambil berbincang-bincang, layaknya teman.
"Disini sangat membosankan, tidak ada yang menarik. Tidak ada badut, ataupun pesulap."
Joana hampir saja tergelak mendengar ucapan polos dari mulut anak kecil itu. Pasti gambaran yang dipikirkannya, pesta pernikahan seperti pesta anak-anak pada umumnya yang terdapat badut ataupun sulap.
"Tuan muda.. "
Merasa dipanggil, Marvell sedikit memiringkan tubuhnya, melihat pengasuhnya yang sedang melangkah, mendekatinya, "Bibi Ellen, akhirnya kau menemukanku." Marvell segera memeluk tubuh pengasuhnya itu.
"Kau membuatku khawatir." Wanita bernama Ellen itu tersenyum lega. Sejak tadi ia mengelilingi taman mencari Marvell dengan perasaan cemas.
"Maafkan aku, Bibi." Marvel mengucapkannya sambil memegang telinga. "Aku berjanji tidak akan mengulanginya."
"Baiklah, aku akan memaafkan-mu, jika kau sampai mengulanginya lagi, aku akan.. " Ellen menggelitik pinggang Marvel membuat Marvel tertawa.
"Ampun.. aku merasa geli."
Tak ayal, Joana yang melihat pemandangan yang ada di depannya pun ikut tersenyum.
"Terimakasih, Nyonya. Karena anda sudah menemani Tuan muda." Joana tersenyum menanggapi ucapan wanita itu. "Baiklah, es krimmu sudah habis. Ayo, kita temui Daddy. Pasti Daddy sudah menunggu."
"No, aku masih ingin berbincang dengan aunty cantik, Bibi. Lagipula, aku belum mencicipi kue. Bisakah Bibi Ellen mengambilkan untukku dan juga.... Daddy.. itu Daddy." Pekik Marvel dengan riang. Segera ia turun dari kursi, berlari menghampiri Daddy-nya. Joana pun memutar tubuhnya mengikuti langkah marvel.
Nathan...
Dalam sekejap dunia seakan-akan berhenti berputar, ketika ia melihat pria yang memiliki manik biru yang dulu mampu membuatnya tenggelam dalam pesona lelaki itu. Jantungnya berdegup dengan cepat, ia juga merasakan kakinya lemas tidak bertenaga. Joana mengatur napasnya yang tak beraturan, berusaha menetralisir perasaannya yang berkecamuk di dada. Joana tidak menyangka akan bertemu lagi dengan sosok pria yang pernah memilikinya.
"Daddy, ikutlah denganku. Aku ingin memperkenalkan-mu kepada teman baruku."
Mendengar ucapan Marvell, Joana kembali berbalik. Ia menundukkan kepalanya sambil mengusap kedua tangannya yang berada di bawah meja. Kegugupan menyelimuti, haruskah ia beranjak lalu pergi begitu saja? Sepertinya itu bukan opsi yang tepat.
Joana tidak bisa berpikir dengan benar. Pikirannya terganggu dengan pertanyaan yang muncul di benaknya. Pertanyaannya itu seputar Marvell.
"Teman?" Nathan mengerut keningnya. Ia mengenal baik putranya itu yang sulit untuk bergaul dengan seseorang yang baru dikenal. Tapi kali ini, tidak seperti itu. Putranya terlihat ceria, sehingga Nathan bisa menarik kesimpulan jika sosok teman yang dikenal putranya sangat menyenangkan.
"Ya, aku akan memperkenalkan-mu pada temanku, Dad. Dia teman yang baik dan juga cantik." Marvel menuntun tangan Ayahnya menemui teman barunya itu, yang tak lain adalah Joana.
"Aunty, perkenalkan ini Daddy-ku"
Dengan ragu, ia mengangkat kepalanya, membuat tatapan mereka bertemu.
"Joana, " bisik Nathan. Setelah 4 tahun berlalu, akhirnya semesta mempertemukan mereka lagi. Tidak ada yang berubah, pertambahan usia tidak memudarkan kecantikan yang di miliki Joana. Bahkan, wanita itu terlihat semakin dewasa dan menakjubkan. Dipandangi wajah Joana dengan lekat. Kerinduan yang ia simpan rapat-rapat di dalam hatinya meluap begitu saja.
"Joana Sharoon." Joana langsung memperkenalkan dirinya.
Keduanya masih saling melempar pandang, sebelum akhirnya Joana memutuskan kontak mata mereka. Joana beralih menatap Marvell dan memberikan senyuman.
Dan kini, mereka berkumpul di meja yang sama, karena Marvel sedang menikmati kue yang dibawakan Bibi Ellen. Nathan duduk di depan Joana sedangkan Marvel berada disisi wanita itu.
Joana merasa tidak nyaman duduk berlama-lama disini. Ia merasa diperhatikan. Ingin beranjak, namun ia takut mengecewakan Marvel. Satu-satunya yang bisa menyelamatkannya dalam situasi seperti ini hanya Marco. Namun sejak tadi, pria itu belum juga kembali.
"Apa Aunty ingin mencicipinya?"
Marvell tiba-tiba mengarahkan sendok ke arahnya. Joana tidak bisa menolak, ia membuka mulutnya memberi izin Marvell menyuapinya. Joana tersenyum lebar, "terimakasih..sekarang giliranku yang menyuapi-mu." Joana mengambil alih sendok kecil dari Marvell, ia pun memotong kuenya lalu menyuapkannya ke mulut Marvell. Dan kegiatan mereka tak lepas dari tatapan Nathan.
Beberapa saat kemudian, kue milik Marvell sudah habis, Marvell bersama perawatnya pergi ke toilet. Dan kini, tinggallah Joana berdua dengan Nathan. Mantan suami-isti itu terdiam, keduanya sama-sama merasakan kecanggungan.
"Bagaimana kabarmu, Joana?" Akhirnya Nathan lebih dulu membuka pembicaraan diantara mereka.
Joana mengangkat kepalanya, membalas tatapan Nathan. "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja." Jawab Joana, ia tidak bertanya lagi hingga suasana kembali hening.
"Selama ini kau tinggal dimana?"
"Joana... "
"Marco... "