Menikah?
Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.
"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.
"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"
Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?
Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.
Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan Kendali
Jam menunjukkan pukul setengah 2 dini hari, namun saat ini Embun belum tidur. Seperti yang sudah direncanakan, Embun dan Amara menghabiskan waktu mereka dengan marathon drakor. Rencananya sih sampai pagi, tapi saat ini Amara justru sudah tertidur. Entah sudah berapa lama Amara tidur, Embun tidak menyadarinya. Dan begitu tau kalau Amara sudah tidur, Embun langsung mematikan laptop karena dia sendiri berencana untuk mau tidur saja.
"Haus," gumam Embun.
Embun menoleh kearah meja tempat biasa Amara menyimpan teko air minum. Namun ternyata air minum diteko itu sudah habis. Karena sebelumnya memang sempat Embun dan Amara minum saat sedang menonton.
"Yah abis ternyata."
Karena sudah habis, mau tidak mau Embun harus mengambilnya kebawah. Jujur sebentar dia malas, tapi apa lagi yang bisa dia lakukan disaat tenggorokannya terasa begitu haus.
Dengan perlahan Embun turun dari ranjang Amara. Kemudian melangkahkan kaki tanpa suara untuk mengambil teko kosong diatas meja. Lebih baik diisi sekalian dari pada nanti bangun karena haus lagi kan?
Sebisa mungkin Embun berjalan tanpa suara agar tidak mengganggu tidur yang Amara.
Saat keluar dari kamar, langkah Embun sejenak berhenti. Tatapannya tertuju pada sebuah pintu yang merupakan kamar Tama. Selama ini Embun belum pernah masuk ke kamar itu. Namun beberapa kali sempat melihat saat pintu kamarnya terbuka. Dan menurut Embun kamar Tama termasuk rapi. Bisa dibilang kalau lebih rapi dari kamar Amara. Hal ini karena tidak banyak barang di kamar Tama.
-Bang Tama pasti udah tidur.-
Tentu saja sudah tidur, saat ini saja jam sudah menunjukkan dini hari. Mana mungkin Tama belum tidur.
Embun kembali melangkahkan kakinya, dia melewati kamar Tama. Seperti tadi, sebisa mungkin Embun melangkahkan kaki tanpa suara. Mengingat semua orang tidur dilantai 2, jangan sampai suara dari langkah kakinya membangunkan yang lain. Ya walaupun kemungkinan itu sangat kecil kalau mengingat setiap kamar memang didesign kedap suara. Tapi tetap saja Embun merasa kalau dia harus berhati-hati.
Begitu sampai dibawah, Embun langsung berjalan menuju dapur. Dan betapa terkejut dia saat melihat ada seseorang duduk disalah satu kursi meja makan. Untungnya pencahayaan dapur yang cukup terang membuat Embun bisa langsung mengenali siapa orang itu.
"Bang Tama." Panggil Embun.
Tama yang sedang duduk dengan santai sembari menikmati puding coklat langsung menoleh kearah sumber suara. Untuk sejenak dirinya tampak terkejut, namun sesaat kemudian senyum cerah tampak tersungging dibibirnya.
"Embun, kamu belum tidur? belum selesai nontonnya?" tanya Tama dengan lembut.
Embun berjalan mendekat.
"Belum selesai sih, tapi Amara udah tidur. Jadi aku mau tidur juga," jawab Embun.
"Terus kenapa turun?"
"Mau ambil minum, soalnya tadi haus terus air minum diteko habis," jawab Embun seraya menunjukkan teko ditangannya, "kalau Abang, kenapa belum tidur?" Kini giliran Embun yang bertanya kepada Tama.
"Belum ngantuk, soalnya kepikiran kamu terus. Dan pas mau tidur rasanya laper, tapi enggak pengen makan berat. Jadi ya udah makan puding aja buat ganjel perut," jawab Tama.
Jawaban Tama membuat Embun mengerutkan dahinya.
"Kenapa kepikiran aku?" tanya Embun heran.
"Ya kepikiran aja, udah serumah tapi enggak bisa tidur bareng. Kan aku pengen tidur sambil peluk kamu," jawab Tama santai.
Nah loh, mulai lagi kan. Tama ini benar-benar.
Kali ini Embun menggeleng-gelengkan kepala.
"Belum sah, belum boleh tidur bareng," ujarnya.
Embun berjalan melewati Tama untuk mengisi teko air yang dia bawa. Tanpa diduga, tiba-tiba sebuah tangan memeluknya dari belakang. Hal itu jelas membuat Embun terkejut. Tapi untung saja Embun tidak sampai menjatuhkan teko yang dia pegang. Kalau sampai jatuh, sudah pasti teko ini akan pecah. Karena teko ini memang terbuat dari kaca. Dengan perlahan Embun meletakkan teko yang dia pegang.
"Aku enggak sabar pengen cepet-cepet nikah sama kamu," bisik Tama.
Kedua tangan Tama melingkari pinggang Embun. Sementara wajahnya menyusup diceruk leher Embun. Merasakan hal itu, tubuh Embun mendadak kaku. Posisinya dengan Tama saat ini terlalu intim dibandingkan biasanya.
"Abang, lepass. Nanti ada yang lihat enggak enak," gumam Embun dengan suara lirih.
"Enggak ada sayang. Mereka udah pada tidur, cuma ada kita disini," jawab Tama.
Embun menghela nafas pelan. Sebenarnya dia menikmati pelukan Tama. Biar bagaimanapun rasanya memang sangat nyaman. Tapi tetap saja Embun mencoba untuk tidak terlalu larut dengan hal ini.
Dan kini bisa Embun rasakan kalau Tama mulai mengecup lehernya. Percayalah, Tama sudah berusaha untuk menahan diri sebisanya. Tapi setiap bersama Embun, Tama menginginkan sesuatu yang lebih.
"Abang," lirih Embun.
Embun tidak tau kenapa dia tidak bisa menolak. Yang ada dia justru menikmatinya.
"Sebentar aja, wangi kamu bener-bener candu sayang, aku suka," bisik Tama.
Beberapa kali Tama terus mengecup leher Embun.
"I love you," bisik Tama.
Embun memejamkan mata tidak menjawab bisikan Tama. Sampai akhirnya tiba-tiba saja Embun merasakan tangan Tama mulai naik. Dengan cepat dia menghentikan gerakan tangan Tama.
"Jangan sekarang, Bang. Kita belum sah," bisik Embun.
Bisikan lirih itu berhasil membuat Tama langsung melepaskan pelukannya. Kini tatapan mereka bertemu pandang satu sama lain. Dan bisa Embun lihat kalau tatapan Tama begitu sayu.
"Maaf, maafkan aku Embun. Hampir aja aku melewati batasan," ujar Tama penuh penyesalan.
Embun tersenyum tipis, kemudian menganggukkan kepala.
"Enggak papa, aku paham kok," jawab Embun, "ya sudah, aku naik dulu Bang. Aku udah ngantuk soalnya."
Setelah mengatakan itu, Embun berlalu melewati Tama. Meninggalkan laki-laki yang kini masih dihinggapi perasaan menyesal.
"Breng\*sek, hampir aja lo melecehkan Embun, Tama."
Sungguh, Tama benar-benar menyesal. Dia terlalu larut dengan naf\*su yang selalu muncul setiap kali dia melihat Embun. Tama tau kalau dia salah, dan besok dia akan meminta maaf kembali kepada Embun.
\-*Semoga Embun enggak marah*-
Tunggu ke KUA dulu dong
G maksa tapi kl Embun mau pasti happy y Tama🤗