LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Suara musik disetel dari speaker cafe. Ketiga pria asal Bandung itu sedang sibuk untuk mengakhiri pekerjaannya dan menutup cafe. Radit sibuk mengelap meja, Rion merapikan barang-barang, dan Faisal yang mengirimkan laporan kepada atasan.
"Mampir gak?" tanya Faisal di sela-sela pekerjaannya.
Rion menggeleng. "Skip dulu ah, capek badan gua."
"Tumben banget," sahut Radit.
"Maklum aja si, Minggu ini gak bisa ketemu sama Rayna soalnya."
"Alay lo!" ejek Radit.
"Bukan alay, itu namanya cinta." Rion membuat love dari kedua tangannya.
"Dasar budak cinta!"
Rion tertawa mengejek. "Makanya cari pacar. Emang kalian gak bosen jalan terus sama gua?"
"Yang mau sama gua mah banyak Yon," balas Radit. Sayang, ia hanya tertuju pada satu wanita—Anita sang pujaan hati.
"Kepedean banget lo! Sama Anita aja ditolak mulu kan lo," sindir Rion tepat sasaran.
"Anying, nusuk ulu ati."
"Lebay lo!"
"Semoga aja deh si Alice sama Maudy gak sering-sering dateng sini. Risih gua," ucap Rion tiba-tiba. Mengingat sudah beberapa kali mereka datang saat Rion sedang bertugas di cafe.
"Risih atau takut sayang lagi sama Alice?" tanya Faisal menggoda.
Rion membalik papan di depan cafe menjadi 'Close'. "Kalo sayang lagi gak mungkin Sal."
"Dih, emang lo tau masa depan? Gimana kalo tiba-tiba dia godain lo?"
"Ya gua bakal tetep pilih Rayna lah," ucap Rion jujur.
"Halahh bacot doang," sahut Radit memanas-manasi.
"Gua udah ambil keputusan."
"Keputusan apa?" tanya Faisal penasaran.
"Gua bakal lupain Alice sebagai orang yang pernah gua sayang," ucap Rion yang sibuk memakai helm miliknya. "tapi... gua bakal tetep anggap dia sahabat yang pernah selalu ada."
"Bahasa lo Yon, lebay banget."
"Kalo Alice minta lebih gimana?" tanya Faisal.
"Alice tuh gak pernah punya rasa sama gua, dan ya... gua juga udah gak ada rasa sama dia."
Ketiga pria itu ke luar dari dalam cafe. Melangkah bersamaan menuju tempat mereka memarkirkan motornya.
"Alice emang baik banget sama gua," ucap Rion jujur. "tapi... cuma Rayna yang bisa kasih gua cinta setara selama ini." kedua matanya memandang jauh ke langit. Hanya ada tiga bintang yang cahayanya menembus awan.
Faisal mengangguk setuju. Sebagai teman sejak SMA, ia paham dengan kalimat yang diucapkan Rion. "Iya deh, semoga aja lo gak keliru sama pemikiran lo itu."
"Martabak telor satu mang!" pinta Rion kepada penjual martabak di depannya. Ia duduk di bangku kayu samping gerobak.
Perutnya merasa lapar, minta untuk diisi setelah lelah seharian bekerja di cafe. Harap-harap, satu kotak martabak telur bisa membuatnya puas.
"Siap. Telornya mau yang berapa?"
"Dua."
Rion menyalakan ponselnya, membuka aplikasi berwarna hijau dan menekan sebuah nama yang selalu berada di barisan paling atas '*Sayangg*'.
"Lagi tidur ya?" tanya Rion saat layar ponselnya menampilkan gambar seorang wanita yang wajahnya tertutup oleh rambut panjang berwarna cokelat.
"*He'em*."
"Pantes aja chat Ion gak dibales," ucap Rion mengingat lagi, pesan yang ia kirim kepada Rayna satu jam yang lalu tak mendapat balasan apa pun.
"*Iya, ngantuk banget hari ini*," jawab Rayna dari seberang panggilan.
"Maaf ya ganggu." sudah jam setengah sebelas malam, memang sudah seharusnya Rayna beristirahat.
"*Ion udah di rumah*?" tanya Rayna dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.
"Mampir dulu beli martabak nih." Rion membalik kamera ponselnya, memperlihatkan suasana di kota Bandung malam hari. Jalanan yang tak terlalu ramai dan udara malam hari yang sejuk.
"*Manis*?"
"Asin sayang."
Rayna mengganti posisinya, tak lagi tiduran sambil memeluk guling. "*Kenapa gak manis*?"
"Yang manis kan udah ada kamu," goda Rion dengan jahil.
"*Aku lagi ngantuk banget sayang. Jangan gombal terus*," kesal Rayna. Meski tak dapat disangkal, Rayna suka dengan perkataan manis dari Rion.
"Iya cantik, maaf ya."
"*Sendirian ya*?" tanya Rayna ketika sadar Rion hanya sendiri. Tak terlihat keberadaan dua temannya.
"Iya, Faisal sama Radit main dulu ke tempat biasa"
"*Ko gak ikut*?"
"Lagi gak mau aja," jawab Rion.
"*Tumben banget*"
"Hehe, iya dong sayang. Ion lagi males main sama mereka."
"*Loh... berantem*?"
"Enggak, males harus liat Radit ditolak sama Anita berkali-kali."
"*Ih parah banget kamu. Harusnya kamu bantu Radit buat deketin Anita*."
"Gak mau ah. Waktu Ion deketin Rayna kan juga usaha sendiri," ucap Rion sambil cemberut.
Rayna cengengesan. "*Iya juga ya*."
"Lanjut tidur ya cantiknya Ion. Martabaknya udah jadi tuh, Ion mau pulang dulu," pamit Rion. Martabak telur pesanannya sudah dibungkus oleh penjual.
"*Iya sayang. Nanti hati-hati di jalannya ya*."
"Iya. Bye sayang, love you." Rion memberi kiss bye kepada Rayna. Membuat Rayna menggeleng geli.
"*Ih apaan sih, tiba-tiba banget*."
"Bales dong sayang," gerutu Rion.
"*Love you more Ion-nya aku*."
Rion menutup panggilan video dengan senyuman khasnya. Akhir-akhir ini Rion menyadari, ada sedikit perubahan yang ia tunjukkan kepada Rayna.
Meyakinkan seseorang untuk percaya memang mudah, yang sulit itu untuk terus mempertahankan kepercayaan orang tersebut. Rion yakin, akan ada waktunya—ia berkata jujur kepada Rayna. Tapi tidak sekarang.
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?