NovelToon NovelToon
TUMBAL

TUMBAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Tumbal
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Its Zahra CHAN Gacha

Prayitno, seorang pria miskin yang nekat merantau ke kota besar demi mencari ibunya yang hilang, justru terperangkap dalam kehidupan penuh penderitaan dan kesuraman. Setelah diusir dari kontrakan, ia dan keluarganya tinggal di rumah mewah milik Nyonya Suryati, yang ternyata menyimpan rahasia kelam. Teror mistis dan kematian tragis menghantui mereka, mengungkap sisi gelap pesugihan yang menuntut tumbal darah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Warisan Terlarang

Malam itu hujan turun deras. Petir menyambar langit Jawa Tengah dengan kilatan cahaya yang seperti membelah dunia nyata dan dunia gaib. Rumah kontrakan tempat keluarga Prayitno berlindung kini terasa semakin pengap. Meskipun Aryo telah kembali dari dimensi arwah, ketenangan yang dijanjikan oleh Mbah Gondo belum sepenuhnya dirasakan.

Bocah itu masih sering gelisah, meskipun dalam pelukan sang ibu.

Prayitno duduk di beranda, matanya menatap hujan lebat. Nurul sedang menemani Aryo tidur di kamar, tapi anak itu terus mengigau, menyebut nama-nama yang tak dikenal.

Lagi-lagi Nurul berusaha tenang meskipun hatinya mulai panik.

"Mbah Gondo," ucap Prayitno saat orang tua itu menghampirinha.

"Apa semuanya sudah selesai?"

Mbah Gondo tidak langsung menjawab. Ia duduk di samping Prayitno, menggulung rokok klobotnya pelan, lalu menyalakannya. Ia menghembuskan asap ke langit sambil menatap ke kejauhan.

"Belum. Kau telah mengambil kembali anakmu dari jagat arwah. Tapi sesuatu yang kau bawa dari sana... belum pergi," katanya lirih.

"Apa maksudnya?"

"Nyimas Surati memang hancur, tapi warisannya kutukannya masih hidup. Kau pernah tinggal di rumah pesugihan. Rumah itu bukan sekadar tempat, tapi tubuh dari perjanjian gaib yang diwariskan turun-temurun. Dan sekarang, sebagian dari tubuh itu menempel padamu, Prayitno."

Prayitno mengernyit. "Aku... terikat dengan kutukan itu?"

"Bukan hanya kamu. Tapi darah daging mu. Itu sebabnya Aryk menjadi sasaran. Anak-anak yang lahir dari orang yang pernah tinggal di rumah itu, apalagi sampai melakukan ritual, akan membawa jejak gaib yang bisa dibuka kapan saja."

Petir kembali menyambar. Nurul keluar membawa secangkir teh. Wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca.

"Aryo... dia menggambar sesuatu di dinding kamar," katanya pelan.

Mbah Gondo meletakkan rokoknya. Ia memberikan isyarat kepada Prayit untuk melihat putranya.

Ketiganya masuk ke kamar Aryo. Di sana, dengan krayon merah yang entah dari mana, Aryo menggambar sosok rumah besar berdarah. Di atap rumah itu ada bayangan hitam tinggi dengan rambut menjuntai panjang hingga ke tanah. Di sekitar rumah, ada orang-orang tanpa kepala berjalan memutari bangunan.

"Gambarnya ini muncul... waktu dia tidur," ujar Nurul gemetar. "Matanya tertutup, tapi tangannya terus menggambar." imbuhnya

Mbah Gondo mendekat. Ia menyentuh tembok perlahan. Aroma amis tercium samar. Tiba-tiba, dinding itu retak halus, dan dari celah retakan menetes air hitam pekat.

Prayitno tersentak mundur. "Apa itu... darah?"

"Bukan darah manusia," gumam Mbah Gondo. "Tapi sari dari alam gaib. Ini... panggilan." ucap mbah Gondo

"Panggilan apa lagi, Mbah?" tanya Nurul.

Mbah Gondo menoleh pelan. "Tumbal terakhir belum terpenuhi."

"Sang Ratu masih berusaha memburu tumbalnya," lelaki itu menatap lekat kearah Aryo

Mbah Gondo menghampiri Aryo yang sudah tertidur lagi. Pria itu mengusap wajahnya sambil merapal mantra jawa kuno.

Ia menyuruh Nurul untuk tetap menemaninya, lalu mengajak Prayitno berbincang di teras rumah.

Suasana kamar menjadi dingin. Lilin yang baru saja dinyalakan padam dengan sendirinya. Nurul berusaha menyalakan lilin itu meskipun berkali-kali padam.

Hujan semakin deras, Danang mulai menggigil di tempat tidur. Nurul segera menyelimuti tubuh buah hatinya dengan kain jarik miliknya.

Seperti pesan Mbah Gondo, Nurul sengaja membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an agar Aryo bisa tidur dengan tenang.

Sementara itu Mbah Gondo masih terus mengingatkan Prayitno untuk selalu waspada dan menjaga putranya.

"dia sudah mulai menyerang lagi, kali ini ia menggunakan kekuatan lainnya lebih besar, kalau aku sampai tidak bisa melawannya berarti kamu yang harus maju. Karena hanya kamu yang bisa mengalahkannya,"

"Lalu, apa yang harus aku lakukan Mbah?" tanya Prayitno panik.

"Aku sudah kehilangan banyak. Aku tak ingin kehilangan lagi."

Mbah Gondo menarik napas dalam. "Kamu dan istri mu harus kembali ke sana. Ke rumah itu." jawab Mbah Gondo

"Ke rumah Suryati?" tanya Prayit dengan nada tak percaya

"Ya. Tempat semuanya bermula. Selama kutukan itu belum dihentikan dari sumbernya, selamanya kamu dan keluargamu akan hidup dalam bayang-bayang. Akan selalu ada arwah yang kelaparan mencari tumbal."

"Aku takut..." Nurul tiba-tiba menghampiri mereka

Wajahnya menunduk.

"Ketakutan tak akan menyelamatkan kalian. Hanya keberanian untuk menghadapi yang akan menutup gerbang."

Aryo tiba-tiba terbangun. Ia keluar dari kamarnya dan menghampiri mereka.

Matanya terbuka lebar, dan ia menunjuk ke langit-langit ruang tamu

"Ibu... ada nenek di atas... dia nyanyi-nyanyi..."

Semua menengadah. Tak ada siapa-siapa. Tapi suara nyanyian Jawa kuno mulai terdengar lirih namun jelas. Lagu itu... lagu yang sama saat Nenek Mariani terbangun dari koma.

"Tumbalmu durung teka... suwarga isih peteng..."

Mbah Gondo langsung mengambil kemenyan dari tasnya. Ia membakar dan menaburkan garam ke semua ruangan rumah itu, terutama kamar Aryo.

"Ini tak bisa ditunda lagi. Kita harus ke rumah itu malam ini juga." ucapnya panij

Prayitno menggenggam tangan Nurul. "Apa kau siap dek?"

Nurul menggigit bibirnya. "Demi Aryo... aku siap."

Malam itu, dengan hanya mobil pinjaman dan perlengkapan ritual seadanya, keluarga Prayitno bersama Mbah Gondo kembali ke rumah megah Nyonya Suryati. Rumah yang kini terlihat lebih gelap, lebih mati, lebih menyeramkan.

Tak ada lampu menyala, tak ada suara apapun kecuali gesekan ranting pohon dan desiran angin yang terdengar seperti bisikan menyambut kedatangan mereka.

Saat kaki mereka menyentuh halaman rumah, Aryo menghentikan langkahnya. Ia menunduk, lalu berbicara dengan suara yang bukan miliknya.

"Aku sudah menunggu kalian..."

Bocah itu seketika tak sadarkan diri setelah itu. Prayitno langsung membawanya masuk ke dalam rumah.

Hening. Rumah besar yang telah lama kosong itu menyimpan aroma kematian yang pekat. Debu yang menempel di setiap sudut dinding seperti menyimpan cerita-cerita kelam yang ingin terlupakan, namun tidak pernah benar-benar pergi. Di ruang tengah, lukisan tua keluarga Nyonya Suryati tergantung miring. Wajah-wajah di dalam lukisan tampak berubah, seolah menatap siapa pun yang lewat dengan tatapan menusuk.

Di luar rumah, langit mendung menggantung berat. Nurul berdiri duduk di bibir ranjang, menatap wajah pucat Aryo yang belum sadar. Tak lama Aryo menggenggam tangannya erat. Bocah itu sudah mulai pulih, namun masih sering mengigau tentang suara-suara dari rumah angker tersebut.

"Kenapa kita kembali ke sini, Bu?" tanya Aryo lirih.

Nurul menelan ludah. Ia memandang anaknya, lalu menatap rumah itu. "Karena di sini kita akan mengakhiri semuanya. Jangan takut ada Mbah Gondo bersama kita. Kita harus menyelesaikan ini. Untuk Ayahmu."

Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki dan tongkat kayu terdengar. Mbah Gondo, dengan pakaian serba hitam dan tas kain berisi perlengkapan ritual, muncul dari balik semak-semak. Di belakangnya, dua orang santri muda membawa kendi dan dupa.

"Waktunya sudah dekat," kata Mbah Gondo. "Gerbang antara dunia ini dan dunia para penumbal sudah terbuka sejak Aryo menginjakkan kaki di rumah itu."

Nurul menatap bocah itu. "Apa artinya, Mbah?"

"Darah Aryo adalah darah yang berharga. Ia cucu dari garis keturunan yang... secara tak sadar, terikat oleh perjanjian lama."

"Perjanjian lama? Maksudnya… keluargaku?"

Mbah Gondo mengangguk pelan. "Prayitno, suamimu, adalah anak dari Ningsih. Dan Ningsih adalah salah satu korban pesugihan Nenek Mariani. Darah itu, darah dari yang pernah di tumbalkan, membawa kekuatan tersendiri. Tapi juga menjadi magnet… untuk roh-roh yang terikat."

Nurul menggigil. Ia menatap Aryo yang kini menunduk, seolah merasa bersalah meski belum mengerti sepenuhnya.

"Jadi rumah ini tetap berbahaya?"

"Iya. Selama sumur pengikat di bawah tanah belum dimeteraikan ulang, kekuatan jahat akan terus berputar di dalamnya. Aryo bisa jadi korban selanjutnya."

Mereka bertiga lalu melangkah pelan ke dalam pekarangan rumah. Suara burung gagak terdengar serak dari atas pohon beringin di pojok halaman. Daun-daun kering beterbangan meski angin tak berembus.

Begitu pintu rumah dibuka, aroma amis menyergap mereka. Lantai yang dulu bersih kini dilapisi jamur dan ceceran lilin kering. Di ruang tamu, bayangan samar-samar tampak melintas secepat kilat.

"Jangan terpisah," kata Mbah Gondo tegas. Ia menaruh kendi di lantai dan mulai menggambar simbol-simbol kuno dengan kapur merah. Santri-santrinya mulai menyalakan dupa, asap mengepul ke langit-langit.

Aryo tiba-tiba berhenti di depan tangga. Matanya kosong.

"Dia… ada di sana… menunggu kita…"

"Siapa, Nak?" tanya Nurul cepat.

"Wanita tua. Tapi wajahnya berubah-ubah. Kadang nenek, kadang Ayah... kadang aku sendiri..."

Seketika suara tawa terdengar dari atas. Tangga berderit meski tak ada yang menapakinya. Mbah Gondo menggenggam erat tongkatnya.

"Itu... Nenek Mariani," katanya. "Ia belum pergi. Dan ia tahu kita datang untuk memutuskan semua ini."

Ritual pun dimulai. Mbah Gondo membacakan mantra dari kitab tua yang ditulis dengan aksara Jawa kuno. Nurul dan Danang duduk dalam lingkaran garam dan daun kelor. Cahaya dari dupa menciptakan bayangan menari di sekeliling mereka.

Tiba-tiba, dinding rumah bergetar. Lukisan-lukisan jatuh. Sebuah suara menggema dari bawah tanah. Suara perempuan tua, merintih... lalu tertawa... lalu menangis.

"Aku tak akan pergi sendiri...! Kalian akan menemaniku…!" suara itu menggema seperti dari perut bumi.

Lalu, lantai ruang tengah retak. Asap hitam keluar dan membentuk wajah besar Nenek Mariani. Matanya merah menyala, giginya taring yang panjang dan hitam. Ia menyeringai.

"Aryo! Darahmu... warisan suci... akan membangkitkan ku sepenuhnya!"

Roh itu melesat ke arah Aryo, namun tertahan oleh lingkaran garam. Ia meraung, berputar, mengelilingi mereka.

Mbah Gondo tak berhenti melafalkan doa. Kendi ditumpahkan ke tanah, asap putih keluar dan menyelimuti ruangan. Perlahan-lahan, suara Nenek Mariani melemah.

"Kau pikir bisa memutus ikatan darah semudah itu? Sudah terlalu banyak nyawa terikat di rumah ini..."

Nurul menggenggam Aryo lebih erat. "Aku tak peduli siapa nenek moyangku! Aku akan melindungi anakku!"

Suara itu berhenti. Rumah menjadi hening. Tapi udara terasa lebih berat.

Tiba-tiba... BUMM! Pintu belakang terbuka sendiri. Dari kejauhan, suara langkah kaki terdengar. Seseorang datang. Sosok itu adalah... Prayitno.

Namun tubuhnya penuh luka. Wajahnya pucat. Matanya kosong. Ia berdiri mematung di depan mereka.

"Mas... Mas Prayit?" bisik Nurul.

Sosok itu tak menjawab. Ia melangkah pelan, lalu tersungkur ke lantai.

Aryo berlari, memeluk tubuh itu. "Ayah...?"

Prayitno menatap anaknya dengan mata berlinang. "Maafkan Ayah... aku harus kembali... mereka belum selesai... masih ada... satu lagi..."

Tiba-tiba tubuhnya menghilang, menjadi abu, ditiup angin tak kasat mata.

Mbah Gondo menyeka keringat di dahinya. "Kita belum selesai. Satu babak terakhir masih menanti… di sumur tua."

1
Zuhril Witanto
bagus
Zuhril Witanto
lanjut
Zuhril Witanto
para pencari wangsit
Zuhril Witanto
apa Prayitno benar2 dah meninggal sekarang
Zuhril Witanto
makin seru
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
tetep aja pasti akan ada orang yang kepo dengan mistik keluarga Suryati
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
akhirnya jiwa Prayitno gak penasaran lagi setelah kutukan di hancurkan
Zuhril Witanto
ternyata Prayit belum sepenuhnya meninggal
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
pasti ada bekasnya walaupun tempat itu udh hilang
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
apakah tugas Prayit sudah selesai lantas kemana kah Rika akan pergi
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
selesai sudah tugas prayitno yaaa dan rika juga tp kemana aryo
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
wahhh gtu yaa jd krn raga prayitno udh g ada jd dia kek roh gtu yaa
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈: holow man
Ai Emy Ningrum: samar bayangan...👀
total 2 replies
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
kalian kerja sama aja biar gak ada korban lagi
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
ini ceritanya cashback ya bunga
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
wahhh pnjg juga prjlanan pesugihan ya
jd ngeri
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
apa bnr Maria bakalan hidup lagi
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
Prayitno masih hidup🤔
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
jd aryo yg harus memutus kan itu yaa
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
hahhhh ternyata masih lnjut
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
km harus bisa aryo buat membasi mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!