Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Kening Malvin berkerut heran saat mendapati Mira yang tengah terkapar di depan unit apartment-nya. Bukankah tadi gadis ini bersama Arana, kenapa sekarang dia berada di sini dengan keadaan yang jauh dari kata baik.
Mengendikan bahu tak peduli, Malvin arahkan kakinya menendang pelan Mira yang masih tak sadarkan diri. Terlalu malas untuk sekedar berjongkok dan menggunakan tangan.
Bodo amat dibilang tidak sopan. Bukankah Mira itu budaknya. Jadi dia bebas berperilaku seperti apapun kepada gadis yang sudah tidak perawan itu.
"Heh, bangun lo!"
Mira tidak merespon. Ia masih betah menutup matanya. Hal itu membuat Malvin menghela nafas jengah.
"Bangun! Jangan kayak gembel. Mira! Lo budek ya?!"
Sepertinya Malvin yang bodoh. Sudah tahu gadis itu tidak sadar. Bagaimana caranya dia bisa mendengar suaranya. Tolong, ingatkan protagonis laki-laki itu untuk menggunakan otaknya.
"Gue hitung sampai tiga. Nggak bangun juga, gue biarin lo tidur di sini sampai pagi."
"Satu."
Tidak ada respon.
"Dua."
Keadaan masih sama.
"Tiga."
Usaha Malvin dalam mengancam Mira gagal total. Gadis itu tetap terlelap. Enggan bangun bahkan ketika Malvin sudah mengeluarkan ancaman.
Malvin mendengus samar. Terserah, pikiranya lagipula dia tidak akan rugi jika Mira tidur di luar sepanjang malam. Ini bukan urusannya. Bukankah begitu?
Maka dari itu, pemuda itu menekan tombol pin pintu apartment-nya. Namun, saat baru akan masuk kakinya tidak sengaja menyandung lengan Mira yang terkapar. Membuat protagonis laki-laki itu seketika berdecak kesal.
Akhirnya Malvin jongkok. Menyelipkan kedua lengannya di antara leher dan pinggang sang protagonis wanita. Ia angkat tubuh itu dengan mudah karena memang tubuh Mira yang ringkih.
Dibawanya Mira ke dalam apartment. Malvin berjalan ke arah kamar tidur Mira, sebelum itu ia tutup kembali pintu menggunakan kakinya.
"Merepotkan."
"Malvin." lirih Mira. Sepertinya gadis itu ngelindur.
Malvin tidak menjawabnya. Terlalu malas untuk sekedar meladeni gadis merepotkan di gendongannya.
Masuk ke dalam kamar gadis itu, Malvin hempaskan tubuh Mira begitu saja di atas ranjang.
Baru saat akan keluar, dirinya di cegah. Berbalik badan, ia lihat Mira yang sudah sadar dengan pandangan matanya yang sayu.
"Kamu...gendong aku Malvin?"
Memutar bola matanya malas, Malvin bersedekap dada. "Menurut lo?"
Meski masih lemas, Mira tersenyum bahagia. Sangat senang saat mendapati Malvin yang peduli padanya. Walaupun dirinya masih bingung dengan apa yang baru saja menimpanya, tapi kenyataan bahwa Malvin baru saja menggendongnya membuat hati gadis itu berbunga-bunga.
"Terimakasih."
"Jangan ge'er! Gue cuma nggak mau dicap tidak berperikemanusiaan karena biarin lo tidur di luar!" alibi Malvin mencari alasan.
"Apapun alasan kamu, aku tetap seneng."
"Terserah." ucap Malvin memutar bola matanya malas.
"Mal--huek." tiba-tiba saja Mira merasa mual.
Melihatnya Malvin menyengir jijik. "Kenapa lo?"
"Aku...aku--huek."
"Jijik banget sih lo! Kalau mau muntah di toilet sana!"
Mira menuruti titah itu, namun sepertinya nasib baik sedang tidak berpihak padanya. Karena pada saat dia ingin berlari ke arah toilet, dirinya malah menubruk tubuh Malvin karena terburu-buru dan tidak melihat jalan.
Kejadiannya begitu cepat. Mira sudah tidak tahan lagi sehingga memuntahkan isi perutnya pada baju yang Malvin kenakan.
Sejenak waktu terasa terhenti. Mira lirik mata Malvin yang sudah berkilat marah.
"Mira!"
.
.
"Hades, kayaknya gue nggak jadi nginap di apartment lo deh. Gue pulang aja ya?" cicit Arana.
Gadis itu takut jika dirinya benar-benar menginap di apartment Hades. Hanya berdua dengan pemuda itu, maka dia akan pulang dengan keadaan yang sudah tak utuh lagi.
"Janji tetap janji Arana." Hades memaksa. Tidak peduli dengan segala rengekan yang Arana serukan.
"Besok sekolah, gue juga nggak bawa baju ganti."
Hades menghentikan langkahnya. Menekan tombol lift yang mengarahkan lantai di mana unitnya berada.
"Besok sabtu kalau lo lupa. Masalah baju ganti, gue udah siapin segalanya buat lo."
Pemuda itu menarik Arana agar mengikutinya memasuki lift.
"Tapi---
"Termasuk daleman."
Blush.
Apakah Hades hobi berbicara frontal seperti ini. Lihatlah ekspresinya yang tidak ada malu-malunya sama sekali. Berbanding terbalik dengan wajah Arana yang seperti udang rebus.
"Hades, tapi---
"Apa yang lo takutin Arana?" Hades menatap Arana. Mendekatinya sehingga gadis itu mundur dan membentur dinding lift.
Dada Arana berdetak kencang. Ia berharap agar mereka cepat sampai tujuan dan mengakhiri suasana mencekam ini.
"Ara?" Hades mengungkung Arana. Sedangkan gadis itu menunduk gugup. Tidak berani untuk sekedar bersitatap dengan tunangannya.
"Lo takut gue perawanin lo?"
Sialan. Hades bangsat Giovandrick! Kata-katanya hari ini tidak ada yang sopan sama sekali.
Dan lebih sialnya lagi, bukannya marah karena telah dilecehkan lewat kata-kata, wajah Arana malah memanas malu.
"Tenang Ra, gue nggak akan ambil itu sebelum kita terikat dalam hubungan yang sah."
Mendengar itu, perlahan wajah Arana mendongak. Menatap mata Hades yang ternyata tengah mengerling jahil.
"Tapi, kalau lo yang nawarin, gue juga nggak akan nolak."
Bangsat!