NovelToon NovelToon
Cinta Sendirian

Cinta Sendirian

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:188
Nilai: 5
Nama Author: Tara Yulina

Aira Nayara seorang putri tunggal dharma Aryasatya iya ditugaskan oleh ayahnya kembali ke tahun 2011 untuk mencari Siluman Bayangan—tanpa pernah tahu bahwa ibunya mati karena siluman yang sama. OPSIL, organisasi rahasia yang dipimpin ayahnya, punya satu aturan mutlak:

Manusia tidak boleh jatuh cinta pada siluman.

Aira berpikir itu mudah…
sampai ia bertemu Aksa Dirgantara, pria pendiam yang misterius, selalu muncul tepat ketika ia butuh pertolongan.

Aksa baik, tapi dingin.
Dekat, tapi selalu menjaga jarak, hanya hal hal tertentu yang membuat mereka dekat.


Aira jatuh cinta pelan-pelan.
Dan Aksa… merasakan hal yang sama, tapi memilih diam.
Karena ia tahu batasnya. Ia tahu siapa dirinya.

Siluman tidak boleh mencintai manusia.
Dan manusia tidak seharusnya mencintai siluman.

Namun hati tidak pernah tunduk pada aturan.

Ini kisah seseorang yang mencintai… sendirian,
dan seseorang yang mencintai… dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tara Yulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Selamat

Aira semakin deg-degan. Jantungnya berdetak sangat cepat, seakan ingin keluar dari dada. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

Ular-ular itu mulai merayap mendekat ke kaki Aira yang terjulur, sementara ia tak bisa bergerak sedikit pun. Ikatan tali di tangannya begitu kuat sampai membuat kulitnya memerah.

“Apa ini akhir dari hidup gue… Ibu, tunggu Aira di surga…” gumamnya lirih, matanya mulai pasrah.

Ular semakin dekat. Terlalu dekat.

Aira refleks menjerit sekuat tenaga,

“Tolongggggggg…!”

Teriakan itu menggema dan menembus heningnya hutan.

...****************...

Di tempat lain…

Aksa yang sedang berjalan bersama Azura tiba-tiba menghentikan langkahnya. Telinganya menangkap sesuatu.

Sebuah teriakan.

Teriakan yang sangat ia kenal.

Aksa menoleh cepat. Aira.

Tanpa berpikir panjang, tubuh Aksa berubah menjadi bayangan tak terlihat, melesat ke arah sumber suara.

Hanya dalam hitungan detik, Aksa sudah berada di dalam rumah kosong tua itu. Begitu melihat ular-ular mengerubungi Aira, ia langsung mengeluarkan aura kekuatan silumannya.

Ular-ular itu merasakan serangan tak kasat mata dan seketika menjauh, mendesis ketakutan.

Aksa mendekat, mengangkat tangannya, dan dengan satu tunjuk seluruh ikatan Aira terlepas sekaligus.

Tanpa membuang waktu, ia mengangkat tubuh Aira dan membawanya keluar menuju pohon besar yang rindang.

Angin sepoi menyentuh wajah Aira yang pucat.

Perlahan, Aira membuka mata. Pandangannya buram—lalu perlahan fokus pada wajah di depan matanya.

“Aksa… Lo beneran Aksa…?” suaranya bergetar, seperti tak percaya ia masih hidup.

Aksa menatapnya singkat dan menjawab, “Iya, gue.”

Aira memegang lengan Aksa erat-erat.

“Gue beneran masih hidup…?” lirihnya lagi, air matanya pecah.

Tanpa bisa menahan diri, Aira langsung memeluk Aksa dengan erat.

Pipinya yang basah menempel di bahu Aksa, tubuhnya masih gemetar hebat.

“Gue takut, Aks… Ular itu hampir banget gigit gue. Gue nggak tau apa jadinya kalau lo nggak dateng… Makasih… Makasih udah nyelametin gue…” ucap Aira di antara isak.

Aksa mengusap punggung Aira pelan.

“Ada gue. Lo nggak usah takut lagi.”

Kalimat itu membuat hati Aira terasa hangat…

Nyaman. Aman.

Aira perlahan melepaskan pelukannya, menatap wajah Aksa.

Ia benar-benar bingung.

“Kenapa… dia nggak mau berteman sama gue… tapi selalu ada buat nolong gue?” batinnya.

Aksa balas menatap. Mata Aira terlihat sayu, lelah, tapi… indah.

Terlalu indah sampai Aksa hampir lupa bernapas.

“Kenapa mata lo indah banget, Aira…” batin Aksa, tanpa ia sadari.

Namun tiba-tiba, tubuh Aira limbung.

Aksa terkejut. Aira pingsan, jatuh tepat di dadanya.

“Aira! Bangun, Aira!”

Tak ada reaksi.

Aksa langsung menggendong Aira dan kembali berubah menjadi bayangan, menghilang dari tempat itu dengan kecepatan luar biasa.

...****************...

Sesampainya di rumah Aksa…

Elara Pramesti, ibu Aksa, langsung terkejut melihat putranya membawa seorang perempuan tak sadarkan diri.

“Aksa, kamu bawa siapa? Kenapa bisa pingsan?” tanya Elara cemas.

“Ada kecelakaan sedikit, Bu,” jawab Aksa singkat.

Elara mendekat, memperhatikan wajah Aira.

“Kalian… punya hubungan?” tanya Elara penuh makna.

Aksa menggeleng cepat.

“Nggak, Bu. Aksa sadar diri… Aksa ini siapa.”

Elara menatap putranya dalam-dalam. Suaranya melembut namun penuh penegasan.

“Ingat pesan Ibu. Kamu tidak boleh jatuh cinta pada manusia, Aksa. Meski kamu jatuh cinta… jangan diungkapkan.”

Aksa terdiam, menahan napas.

Elara melanjutkan, suaranya lirih tetapi tegas.

“Kalau dilanggar… salah satu dari kalian akan meninggal dunia. Ibu pernah mengalaminya sendiri.”

Aksa menunduk, mengepal tangannya.

Sementara Aira masih pingsan di pelukannya—tanpa tahu bahwa hidupnya kini bertaut dengan rahasia besar.

Aira menggeliat pelan, kelopak matanya terangkat dengan berat. Aroma jahe hangat langsung menyusup ke hidungnya. Pandangannya masih sedikit kabur saat melihat seorang wanita berwajah teduh duduk di sampingnya.

“Syukurlah kamu sudah sadar,” ujar Elara lembut sambil tersenyum kecil. “Ini teh jahe panas. Minum pelan-pelan ya, biar badan kamu enakan.”

Aira berusaha duduk bersandar, masih merasa lemas. Ia menerima cangkir itu dengan kedua tangan yang sedikit gemetar.

“Terima kasih banyak, Bu…” ucapnya tulus.

Elara mengangguk hangat. “Sama-sama, Nak.”

Ketika Aira menyesap seteguk, hangatnya langsung menjalar ke tenggorokan dan dadanya. Ia menarik napas lega—baru sekarang ia merasa benar-benar aman.

Dari ambang pintu, Aksa berdiri diam. Ia memperhatikan Aira dari jauh, memastikan gadis itu baik-baik saja tanpa ingin mengganggu.

Aira melirik dan melihatnya. Pandangannya begitu lembut, penuh rasa yang tidak bisa ia jelaskan.

“Aksa…” panggil Aira lirih.

Aksa perlahan mendekat. “Kamu udah mendingan?”

Aira mengangguk pelan. “Kalau bukan karena lo… gue nggak tau apa jadinya.”

Ada jeda singkat. Aksa hanya menatap, tapi tidak berkata apa pun. Ada sesuatu di matanya—khawatir tapi menahan jarak.

Aira meremas cangkirnya pelan. “Kenapa lo selalu nolong gue… tapi sikap lo dingin banget ke gue?”

Elara memalingkan wajah, seolah memberi ruang pada mereka untuk bicara.

Aksa menelan ludah. Sulit untuk ia jelaskan. “Karena… gue cuma pengen lo aman, itu aja.”

“Cuma itu?” Aira menatapnya dalam.

Aksa terdiam. Detik itu, ketakutannya pada kutukan terasa menghimpit, tapi hatinya bergerak lebih dulu.

Aira menunduk, mengusap lengan kirinya yang masih memerah bekas tali. “Tadi gue beneran kira gue bakal mati…”

Aksa spontan duduk di pinggir ranjang, jaraknya sangat dekat. “Selama gue ada… itu nggak bakal terjadi.”

Aira mengangkat wajahnya perlahan, menatap Aksa—dan keduanya terpaku dalam diam yang sarat makna.

Aksi ketegangan mulai memudar, digantikan sesuatu yang jauh lebih lembut.

Namun sebelum salah satu dari mereka bicara lagi, Azura tiba-tiba muncul di pintu dengan mata melebar.

“ABANG! Itu kak Aira kenapa… dan kenapa kalian duduknya deket banget?!”

Aira tersentak. Aksa langsung menjauh sedikit.

Elara menahan tawa kecil.

Suasana pun berubah… tetapi perasaan yang mulai tumbuh itu tetap ada, menggantung di antara mereka.

Azura yang tadi terkejut langsung berlari kecil mendekat.

Tanpa ragu, ia memeluk Aira erat-erat, penuh kasih sayang, seakan takut kehilangan. Pelukannya hangat dan tulus, membuat Aira yang masih lemah hanya bisa membalas dengan senyum kecil.

“Kak aira… Azura khawatir banget,” ucap Azura lirih, suaranya bergetar.

Elara sempat terpaku melihat kedekatan putrinya dengan Aira. Ia tidak pernah melihat Azura sedekat ini dengan siapa pun sebelumnya. Dalam hatinya, Elara merasa Aira memang gadis yang baik—ada aura tenang yang membuatnya percaya.

Azura melepaskan pelukan, lalu menoleh pada ibunya dengan wajah penuh kebanggaan.

“Ibu! Ibu harus tau,” katanya antusias. “Kak Aira sudah resmi jadi kakak angkat Azura!”

Aira tersenyum, meski tubuhnya masih lemah dan napasnya belum sepenuhnya stabil. Tapi senyumnya tulus, hangat.

Elara ikut tersenyum lembut. “Benar? Wah… sekarang kamu punya kakak perempuan dong.”

“Iya dong!” jawab Azura cepat. “Kak Aira tuh baik… bangett!”

Aira terkekeh kecil. “Zura bisa aja…”

Aksa yang berdiri tak jauh hanya memperhatikan adegan itu dalam diam. Untuk pertama kalinya, rumah itu terasa lebih hangat—karena kehadiran Aira.

Elara menatap Aira lembut. “Istirahatlah dulu, Nak. Kamu aman di sini.”

Aira mengangguk pelan, memejamkan mata sejenak. Azura duduk di sampingnya, menggenggam tangannya, sementara Aksa berdiri tak jauh—menjaga dalam diam.

Di tengah kelelahan itu, Aira merasa… untuk pertama kalinya, ia tidak sendirian. Dan hatinya pelan-pelan merasa tenang.

1
Kama
Penuh emosi deh!
Elyn Bvz
Bener-bener bikin ketagihan.
Phone Oppo
Mantap!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!