NovelToon NovelToon
TUMBAL RUMAH SAKIT

TUMBAL RUMAH SAKIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Tumbal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pita Selina

Sebuah pembangun rumah sakit besar dibangun depan rumah Gea, Via dan Radit. Tiga orang sahabat yang kini baru saja menyelesaikan sekolah Menengah Kejuruan. Dalam upaya mencari pekerjaan, tak disangka akhirnya mereka bekerja di rumah sakit itu.

Sayangnya, banyak hal yang mengganjal di dalamnya yang membuat Gea, Via dan Radit sangat penasaran.

Apakah yang terjadi? Rahasia apa yang sebenarnya disembunyikan para author? Penuh ketegangan. Ikuti misteri yang ada di dalam cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pita Selina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar buruk

Malam itu terlihat sepi. Suasana lingkungannya pun terlihat asing bagi Bayu. Bayu keluar dari mobilnya. Ia mengeluarkan satu koper dan satu tas kecil.

Bayu menjadi pusat perhatian orang-orang yang sedang berkerumun.

"Permisi," ucap Bayu setiap kali melewatinya.

Suasananya suram. Rumah-rumahnya juga terlihat kumuh. Beberapa dari mereka masih bermain judi dan bermabuk-mabukan dengan bebas.

Bayu melihat selembar kertas berisikan data dan alamat seseorang. Sesekali Ia melihat nomor rumah yang berada dihadapannya.

Tatapan Bayu menatap pada beberapa warga yang sesekali mengintip dan menatap dirinya.

"Permisi ...." Bayu menyapa. "Apa benar ini rumah Fera?" tanyanya.

"Ya benar," ucap Ibu-ibu yang sedang berkerumun. Tatapannya tak lepas menatap Bayu dari atas ke bawah.

"Terimakasih," ucap Bayu seraya tersenyum.

Bayu langsung mengetuk pintunya.

"Sepertinya pria itu akan membeli wanita jalang itu. Ya, mungkin wanita itu yang menggodanya untuk menyembuhkan penyakit Ibunya, kasihan ... hidupnya begitu sulit."

"Ah ... padahal banyak kerjaan yang lebih baik, emang dasarnya saja wanita penggoda," sahut temannya.

"Kau ini ... dulu kau juga memiliki pekerjaan yang sama. Bedanya, kau tidak laku," sahut temannya.

"Ck! Siapa bilang, bajingan! Mereka saja tidak mampu membeliku. Fera itu murahan. Makanya banyak sekali yang berminat dengannya."

Bayu sesekali mendengarkan beberapa ucapan mereka mengenai Fera, adiknya Feri.

Bayu mengetuk pintunya kembali.

Tok ... tok ... tok

"Permisi ...."

****

"Jadi ... kau siapa dan ada keperluan apa kau datang kemari?" tanya Fera. Wajahnya sangat serius. "Kalau tak terlalu penting dan tak menghasilkan uang, lebih baik kau pergi saja ... kedatangan kau kemari hanya menambah gosip tetangga mengenaiku saja."

"Maaf ... aku datang ke sini ingin menyampaikan beberapa kabar yang mungkin tidak mengenakan—"

"Langsung saja," singkat Fera.

"Aku teman Feri ... Feri mengalami musibah."

"Biarkan sajalah ... toh, dia memang tulang punggung keluarga. Itu sebuah konsekuensi yang harus Ia terima. Lagi pula, aku dan Ibu hanya membutuhkan uang, Feri tak pulang pun tak masalah," ketus Fera. Ia menaikkan kakinya di sofa. "Apalagi? Pulanglah ... beritahu pada Feri untuk meminum obat dan kembali pulih, lalu mencari uang lagi."

Hal itu membuat Bayu tercengang dan tak percaya. Sesekali Bayu menatap Fera yang masih terlihat egonya yang tinggi. "Kurasa kau akan merenung atas ucapanmu itu." Bayu tersenyum, merasakan kecewa akan Feri yang berjuang keras menghidupi keluarganya.

Fera menatap Bayu dengan tajam. "Kau tahu apa mengenai kehidupan? Ayolah ... aku sudah muak dengan orang-orang munafik. Hidup kita sama-sama buruk, hanya jalannya saja yang berbeda. Bedanya, kuakui dan kalian tidak." Ia memainkan kuku di jari-jarinya.

"Kau tahu? Feri berusaha membuatmu berpendidikan agar kau tak sama dengannya. Semua cita-cita yang Feri ceritakan mengenaimu begitu mengharukan ... dan balasan kau seperti ini?" tanya Bayu. Ia mengerutkan keningnya.

"Kalau kedatanganmu hanya untuk ikut menghinaku sama seperti mereka-mereka ... pergilah! Aku tak sudi kau menginjakkan kakimu di rumahku."

Bayu menghela napasnya secara perlahan, lalu menghembuskannya dengan kencang. "Feri menitipkan salam terakhirnya padaku untuk Ibu tercintanya dan Adik kesayangannya ... sebelum Ia wafat tertimpa reruntuhan. Sore tadi ... Ia mengembuskan napas terakhirnya."

Wajah ketus Fera sontak langsung berubah.

Bayu memberikan box kecil. "Kutemukan ini dari tas Feri ... maaf, aku lancang membukanya. Itu ketidaksengajaan. Akhir-akhir ini Feri tinggal di rumahku, karena beberapa hal dan lain hal." Bayu membawa satu koper besar dan satu tas milik Feri. "Aku sudah membereskan semua barang-barangnya. Turut berdukacita." Bayu menepuk-nepuk pundak Fera. "Hiduplah dengan baik ... terlepas apapun masalalumu. Feri menginginkan kau hidup bahagia melebihinya."

Bayu melangkahkan kakinya hendak pergi.

"Tunggu," sergah Fera. "Di mana Feri sekarang?"

Bayu menoleh. "Sudah kubereskan semuanya, mendiang Feri akan segera di bawa ke sini. Maaf, aku tak meminta izin ... aku diberi wasiat darinya. Untuk biaya pemakaman tidak usah dipikirkan, sudah kulunasi semua." Bayu menatap pandangan Fera yang penuh dengan pilu.

Fera hanya bisa berdiri seraya terdiam. Tatapannya sudah kosong, air matanya berlinang.

"Kalau orang-orang tak baik padamu, kau harus baik. Itu tak akan merugikanmu. Aku pamit."

Bayu keluar dari rumah Fera. Menatap para tetangga itu sedang beradu mulut dan saling menghina. Ia melanjutkan langkahnya pergi ke mobil yang terparkir di pinggir jalan tak jauh dari sana.

Melewati jalan yang sama termasuk melewati orang-orang itu lagi. Dari jauh terlihat seseorang sedang mencorat-coret mobil Bayu mengenakan pilox.

"Sialan! Brengsek!" Tanpa berpikir panjang Bayu mendekat pada orang-orang itu. Satu hantaman mendarat di pundaknya.

"Sialan! Mati kalian!" Emosi Bayu mulai membara. Raut wajahnya terlihat marah memerah.

Beberapa dari mereka melarikan diri dan satu orang lagi tidak sadarkan diri.

Bayu langsung menelepon polisi setempat. "Halo, selamat malam. Telah terjadi keributan di sini, mobilku dirusak orang tak dikenal. Mohon untuk selesaikan semuanya, aku harus pergi ke satu tempat. Ya ... aku akan menyelesaikan semuanya. Baik ... terimakasih atas waktunya."

"Bedebah gila!" Bayu mengambil tali di dalam mobilnya. Ia mengikat kedua kaki dan tangannya. Mengikat tubuh orang itu di pohon.

Bayu masuk ke dalam mobilnya. Ia langsung menancap gas mobilnya, pergi dari desa itu.

****

Malam itu kunyalakan televisi. Sialan berita muncul, merekam tempat yang menurutku tak asing.

Kukerutkan keningku. Kumelihat deskripsi pada bawah layar televisi 'ambruknya rumah sakit memakan 300 jiwa, meninggal dunia'.

"Makan malam dulu, Nak." Ibu telah selesai memasak.

"Buk ... coba lihat. Itu bangunan depan, kan? Banyak sekali korbannya." Aku seraya memakan singkong yang telah Ibu hidangkan.

"Ya ... sepertinya begitu. Ibu belum menanyakan lagi kabarnya. Turut berdukacita cita, semuanya yang menjadi korban pasti pada pekerja ya?"

"Ya ... kudengar seperti itu. Para tukang yang terlihat selamat hanya satu. Kudengar tadi dari warga yang menonton juga."

"Kasihan ... pasti kepulangan mereka sedang ditunggu keluarganya. Tetapi, takdir berkehendak lain ...."

"Kalau pekerjanya sebanyak itu ... berarti rumah sakitnya juga akan dibangun dengan besar."

"Ya ... denahnya juga sangat besar. Belum lagi, tanah disampingnya akan dijadikan kantin dan parkiran, kan?" Ibu meniup goreng singkong yang masih panas.

"Kupindahkan saja ya, Bu ... kita kan bisa melihat langsung nanti."

"Tunggu dulu ... kita dengarkan sampai habis."

"Baiklah ...." Aku mengambil singkongnya lagi. "Kurang gurih ... Ibu tak menambahkan micin?"

"Ingatlah pada amandelmu," ketus Ibu. "Bagaimana dengan persiapan perpisahanmu lusa?" tanya Ibu.

"Sudah dibuatkan Ibu, kan? Ibu juga pandai merias wajah ... jadi kurasa tak ada lagi yang harus dipersiapkan," sahutku.

Ibu menoleh. "Bagaimana dengan songket?"

"Bukankah Ibu sudah membuatnya?"

Ibu terlihat terkejut. "Kan sudah Ibu bilang ... kau harus cari kainnya dulu. Nanti, Ibu yang akan membuatnya menjadi rok span."

"Lalu, bagaimana?"

Ibu menghela napas dan membuangnya secara perlahan. "Lagi-lagi seperti ini ... pasti saja harus ada hal mendadak yang harus dipersiapkan ... besok Ibu akan pergi ke toko kain."

1
Rena Ryuuguu
Sempat lupa waktu sampai lupa mandi, duh padahal butuh banget idung dipapah😂
Hafizahaina
Ngakak sampe perut sakit!
sweet_ice_cream
🌟Saya sering membawa cerita ini ke kantor untuk membacanya saat waktu istirahat. Sangat menghibur.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!