Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 14 - aku mau nangis.
"Duh, kenapa gini sih.."
Pemuda tampan itu dengan lemah membawa Dinya untuk masuk ke ruangan kecil nan sempit yang tersembunyi di balik deretan lemari loker. Sesampainya disana, ia tidak langsung melepaskan gadis itu. Melainkan luruh ke bawah dengan masih membawa Dinya di pelukannya. Sambil menempatkan kepala pada ceruk leher si gadis Sinan bersandar lesu.
Apa yang barusaja terjadi sebenarnya berada dalam prediksi. Tapi tetap saja Sinan dibuat terkejut dan tak siap. Bahkan sekedar ingin mendongak dan menatap gadis yang dipeluk rasa-rasanya ia belum sanggup. Belum siap. Ia jadi dibuat begitu enggan begini.
"Dinya, maaf.. semua ini bisa terjadi karena aku. Semua ini bisa terjadi karena beberapa harian ini aku teledor dan terkesan terlalu santai." Sinan berkata dengan penuh penyesalan. Ia masih memeluk si gadis dengan tangannya yang masih melingkari tubuh gadis itu. "Bisa-bisanya tadi aku dengan pedenya bilang mau kamu. Sementara dalam hal beginian aja aku belum becus. Ngejaga kamu aja belum bisa, udah sok-sokan ngincar status sebagai pacar kamu."
Tubuh yang kuat dan besar itu bergetar. Pelukan yang pemuda itu lakukan juga melemah seiring kepala yang terkulai diceruk leher itu jadi lebih menempel nyaman dan tanpa ragu. Hembusan nafas berat yang teratur menyapu leher Dinya dan itu dapat dengan jelas gadis itu rasakan dengan jelas.
"Emang tadi kenapa." Akhirnya menyahut. Gadis yang sejak tadi hanya diam mulai mengangkat tangan untuk sedikit mengelus surai pemuda yang berada diceluk lehernya dengan begitu lemah itu. Lalu terkekeh. "Parah banget ye, foto gue dicetak sebanyak itu terus di tempel-tempelin dan dikasih tulisan-tulisan toxic. Mana sampai di-edit telanjang juga."
Pelukan Sinan mengerat lagi. Siapa yang korban siapa yang seolah butuh ditenangkan.
"Maaf maaf maaff.. itu salah aku. Itu udah parah banget. Itu gabisa dimaafin." Sinan tak bisa membayangkan seberapa besar dampak yang akan gadis itu tuai di kemudian hari. Rasanya sekarang ia ingin menangis saja. "Aku mau nangis.. aku minta maaf banget. Itu tadi parah banget."
Masih terdiam dalam posisi itu. Hingga beberapa saat kemudian Dinya benar-benar merasakan sensasi basah dan hangat pada area lehernya dibarengi dengan punggung lebar Sinan yang bergetar.
"Sinan." Si gadis memanggil dengan tidak percaya. Menepuk lengan pemuda itu namun tak dihiraukan. Malah isak tangis serak saja yang mengudara. "Kacau nangis beneran."
Sementara pihak yang menangis hanya fokus meresapi sakit hatinya. Sambil dengan sekuat tenaga berusaha menahan isakan sambil Sinan memikirkan segala kemungkinan. Tentang ia yang akan membuat perhitungan. Dan tentang apa yang harus dilakukan setelahnya.
"Hik- hiks! Di-din.. ya. Gimana cara aku ngeliatin muka cantik kamu sekarang.. a-aku malu. Rasa-rasanya aku gak sanggup ngeliat kamu lagi." Meracau sambil terisak. Pemuda itu berujar serak. Air mata terus mengalir deras di kedua belah pipinya. "A-aku.. aku b-bis-a kel- hik! Aku bisa keluar dan.. huhuu~ aku bisa keluar dan beresin ini sekarang. Tapi aku takut gabisa balik ke kamu karena malu. Aku gamau gak balik."
"H-iks.. a-ku sa-sayang bangett.. aku sayang ban-et sama kamu. Ke-kenapa ini harus terjadi!! Kenapa.."
Entah kenapa Dinya merasa geli. Sambil tangannya mengelus pemuda yang menjadi lebih histeris itu sambil ia mengigit bibir berusaha menahan tawa. Bagaimana pun harus menghargai kesedihan pemuda malang ini, dan tidak boleh malah mentertawakan nya. Setidaknya untuk sekarang. Hanya untuk sekarang.
"Di-dinya.." merengek. Sinan lantas menangkap sebelah tangan gadis itu untuk ia genggam erat. "Tun-tunggu, ya.. ak-ku hik! Huhu.. aku ba-bakal selesain ini secepatnya dan balik ke kamu. Ak-u janji.. sayang banget aku s-sama kamu. Tun-gguin aja."