NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 Masih ada harapan

Lily pulang dengan hati riang.

"Bu! Ibu!" seru Lily dari pintu.

"Ada apa Ly, kok teriak-teriak?" tanya Gendis dari kasurnya.

Lily bergegas masuk.

"Lily bawa ini, Bu." Lily memperlihatkan kotak makan kecil yang dibawanya.

"Apa itu?" tanya Gendis.

"Ibu mau tau apa isinya?"

Lily segera membukanya.

"Dari siapa?" tanya Gendis lagi.

"Bunda Sekar," jawab Lily.

Gendis mengerutkan keningnya.

"Kamu minta ke bunda Sekar?" tanya Gendis.

Lily menggeleng. Lalu dia menceritakan kejadian tadi.

"Bunda Sekar juga ngasih obat ini buat Ibu."

Lily memberikan dua sachet obat masuk angin pada Gendis.

"Obat masuk angin? Siapa yang masuk angin?" Gendis tak mengerti.

"Maaf, Bu. Lily terpaksa berbohong pada bunda Sekar. Tadi bunda Sekar menanyakan keadaan Ibu. Lalu..." Lily tak meneruskan omongannya.

"Lalu kamu bilang kalau Ibu lagi masuk angin?" tebak Gendis.

Lily mengangguk.

"Ya udah enggak apa-apa. Jangan sampai orang-orang tau tentang penyakit Ibu."

Gendis membelai kepala Lily yang duduk di sebelahnya.

"Udah lama Ibu enggak ke rumah bunda Sekar," ucap Gendis sambil menikmati kue pemberian Sekar.

"Iya, Bu. Kata bunda Sekar, keponakannya sering datang dan membantunya," sahut Lily.

"Oh, pantas saja bunda Sekar tak pernah lagi minta Ibu bantu-bantu di sana," ucap Gendis memaklumi.

Padahal Gendis paling seneng kalau disuruh oleh Sekar. Bukan cuma baik, tapi upah yang diberikan juga cukup banyak. Belum lagi Gendis selalu dibawakan makanan.

Di rumah Sekar yang hanya dihuni tiga orang, sering sekali kelebihan makanan. Daripada terbuang percuma, Gendis disuruh membawanya pulang.

"Bu. Pak Haris kok belum juga kesini, ya? Katanya mau membantu kita," tanya Lily.

"Hush! Udah, jangan mengharapkan bantuan orang lain. Lagi pula kita kan enggak kenal dia sebelumnya. Mungkin dia sudah lupa," ucap Gendis.

Lily mengangguk.

Memang benar, mereka baru saja mengenalnya kemarin. Itu pun hanya sebentar saja.

"Semoga teman-teman Lily bisa membantu ya, Bu," ucap Lily.

"Lily. Ibu kan selalu bilang, jangan pernah mengharapkan bantuan orang lain. Biarkan saja. Kalau memang itu rejeki kita, pasti akan datang juga," ujar Gendis.

Walaupun dalam hati kecil Gendis sangat berharap ada orang yang mau membantu pengobatannya.

Gendis ingin sembuh. Demi Lily.

Lily kembali mengangguk. Dia juga tak mungkin menagih janji pada Lavender maupun Doni.

Mereka baru saja bersikap baik padanya. Dia tak mau dianggap memanfaatkan kebaikan teman-temannya itu.

Akhirnya mereka asik ngobrol hal lain, sambil menikmati kue dari Sekar.

Lily hanya makan sedikit. Karena dia masih merasa kenyang.

"Ganti seragam kamu, Ly. Besok masih dipakai lagi, kan?"

Gendis melihat seragam Lily yang sudah basah oleh keringat.

"Masih ada seragam yang lainnya kan, Bu. Ini nanti biar Lily cuci sekalian mandi," sahut Lily.

Sejak mulai SMP, Lily sudah diajari mencuci bajunya sendiri.

Dan sekarang sejak Gendis sakit, Lily juga mencuci baju-baju Gendis. Kecuali celana dalam milik Gendis yang sudah dicucinya sendiri saat berganti pembalut.

"Ibu pingin sehat lagi, Ly. Biar Ibu bisa cari pekerjaan lagi," tutur Gendis.

Lily memeluk Gendis.

"Lily juga pingin Ibu sehat terus. Jangan sakit lagi," ucap Lily.

Air matanya tiba-tiba keluar. Sedih sekali rasanya melihat Gendis yang sering terbaring tak berdaya.

"Kita berdoa aja, Ly. Semoga ada pertolongan untuk Ibu." Gendis mengusap-usap punggung Lily.

Lily mengangguk dalam isakannya.

Seandainya bapak ada di sini, pasti hidup kita tak sesusah ini.

Bapak, bapak ada dimana sekarang? Kenapa tak memberi kabar pada kami?

Kami merindukanmu, pak. Pulanglah. Rintih Lily dalam hati.

Gendis pun memikirkan hal yang sama. Kalau saja suaminya tidak menghilang, pasti hidup mereka tak akan menderita.

Ibu dan anak itu saling berpelukan. Seakan mereka tak ingin dipisahkan.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum!"

Suara perempuan memberikan salam setelah mengetuk pintu.

"Siapa itu, Bu?" tanya Lily sambil melepas pelukan Gendis.

Gendis menggeleng. Dia tak asing dengan suara itu. Tapi lupa.

"Coba kamu liat, Ly," pinta Gendis.

Lily segera beranjak. Lalu menjawab salamnya.

"Bunda Sekar," ucap Lily.

Ternyata Sekar yang datang.

Sekar mengangguk.

"Mana ibumu, Ly?" tanya Sekar.

Kedatangan Sekar bermaksud ingin minta dibantu oleh Gendis untuk mempersiapkan acara pengajian di rumahnya, besok sore.

"Ibu...di dalam," jawab Lily sedikit ketakutan. Karena tadi dia sudah berbohong soal kondisi ibunya.

"Boleh Bunda masuk?" tanya Sekar.

Lily mengangguk. Lalu mempersilakan Sekar masuk.

Sekar berjalan ke ruang tengah. Dan seperti yang dirasakan Lavender serta Doni tadi, hidung Sekar mencium bau anyir darah.

"Bau apa ini, Ly?" tanya Sekar curiga.

Lily yang sudah terbiasa dengan aroma itu, hanya menggeleng.

"Assalamualaikum, Mba Gendis," sapa Sekar dengan sopan.

"Waalaikumsalam, Bunda Sekar," sahut Gendis.

Meski usia mereka tak terpaut jauh, tapi Gendis memanggil Sekar dengan sebutan bunda. Seperti yang dimaui Sekar sendiri.

"Mba Gendis sakit apa?" tanya Sekar.

"Mm...hanya masuk angin aja kok, Bun," jawab Gendis. Dia selalu menjawab begitu pada orang yang menanyakannya.

"Tapi ini kok? Ada bau anyir darah?" Sekar merasa tak percaya dengan jawaban Gendis.

Sekar menoleh ke kanan dan ke kiri. Berharap ada jawaban untuknya.

Gendis dan Lily saling berpandangan. Mereka seakan tak menemukan jawaban yang lebih tepat lagi.

Sekar meraba dahi Gendis.

Suhu tubuh Gendis normal. Menurut perkiraan Sekar, kalau benar Gendis masuk angin, pastilah suhunya tinggi.

"Mba Gendis menyembunyikan sesuatu?" tanya Sekar menyelidik.

Gendis menundukan kepalanya.

"Ada apa, Mba? Bicaralah. Mungkin aku bisa membantu," tanya Sekar.

Sekar yang merasa sering terbantu oleh Gendis ingin membalas kebaikan Gendis. Meskipun dia selalu memberikan upah yang cukup pada Gendis.

"Saya...sakit..." Gendis menutup wajah dengan telapak tangannya. Dia tak kuasa untuk mengatakannya.

Sekar mendekati Gendis dan mendekapnya bak seorang kakak pada adiknya.

"Mba Sekar. Cobalah untuk berterus terang. Biar aku bisa membantu," ucap Sekar dengan tulus.

Gendis malah terisak di pelukan Sekar. Begitu juga Lily yang tak bisa lagi menahan air matanya.

Lily menangis sesenggukan.

"Ada apa ini?" Sekar semakin penasaran.

"Kenapa kalian menangis?" Sekar merengkuh juga tubuh kecil Lily yang tak jauh darinya.

"Ayo bicaralah," paksa Sekar.

Gendis berusaha menghentikan tangisnya. Lalu melepaskan diri dari pelukan Sekar.

"Bicaralah, Mba," pinta Sekar.

Akhirnya dengan terpaksa Gendis menceritakan tentang penyakitnya pada Sekar.

Lily yang ikut mendengar, terus saja terisak. Setiap kali mendengar tentang penyakit ibunya, Lily merasa ketakutan.

Takut kalau dia nantinya ditinggalkan oleh Gendis. Satu-satunya orang tua yang dimiliki Lily.

Sekar tercengang mendengarnya. Lalu mengambil nafas panjang.

"Kalau begitu, besok pagi kita ke rumah sakit," ucap Sekar.

"Tapi kami tak punya biaya, Bun," ucap Gendis.

"Aku yang akan membiayainya. Semoga masih bisa ditangani dokter," sahut Sekar.

"Tapi biayanya pasti mahal, Bun," ucap Gendis lagi.

"Nanti aku usahakan mencarikan bantuan. Mba Gendis harus sembuh. Harus sehat lagi. Demi Lily, ya." Sekar menyemangati Gendis yang sudah merasa hilang harapan.

Gendis dan Lily mengangguk. Mereka merasa lega karena ternyata masih ada harapan.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!